Menjamin Independensi dan Menemukan Model Bisnis Berkelanjutan Jadi Tantangan Media
JAKARTA, KOMPAS – Peringatan hari kemerdekaan pers dunia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, Jumat (3/5/2019), menekankan kembali pentingnya peran pers menegakkan demokrasi, prinsip transparan, serta akses bebas terhadap informasi, ide, analis, atau opini. Namun, kepercayaan publik terhadap media arus utama terancam akibat keberadaan media yang tidak independen.
Di era internet dan media sosial sekarang, publik juga punya banyak pilihan lain, selain media arus utama, untuk memperoleh informasi. Sebagian besar informasi itu diperoleh melalui media sosial.
Di media tersebut banyak beredar berita bohong atau pun informasi yang sumber kebenarannya tidak kredibel atau tidak bisa diverifikasi. Di beberapa negara, media sosial dituduh sebagai salah satu faktor utama yang mendorong sejumlah kerusuhan dan mempengaruhi hasil pemilihan umum.
Demikian salah satu pesan utama yang disampaikan dalam acara diskusi hari kemerdekaan pers dunia di Jakarta, Jumat, yang digelar oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) di Jakarta, Dewan Pers Indonesia, dan Kedutaan Besar Inggris di Jakarta.
Mengutip hasil survei dari Masyarakat Telematika Indonesia, Februari 2017, Imam Wahyudi, Anggota Dewan Pers Indonesia, menyatakan, saluran penyebaran berita hoaks adalah media sosial (92,40 persen), aplikasi chatting atau percakapan (62,8 persen), situs (34,9 persen), televisi (8,7 persen), media cetak (5 persen), email (3,1 persen), dan radio (1,2 persen).
"Sayangnya, di era pascakebenaran (post-truth) sekarang, publik secara emosional memilih menyukai keyakinannya dan memercayai informasi yang belum tentu benar, tidak terverifikasi, bahkan tidak jelas sumbernya. Masyarakat justru kurang memercayai media pers arus utama," tutur Ratna Komala, Anggota Dewan Pers Indonesia, saat membuka acara.
Acara itu juga dibuka Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Timor Leste, dan ASEAN Moazzam Malik dan Direktur Kantor UNESCO di Jakarta Shahbaz Khan. Dalam sesi diskusi, hadir sebagai pembicara adalah Pemimpin Redaksi Suara.com Suwarjono, Jurnalis dari IDN Times Rosa Folia, Anggota Dewan Pers Indonesia Imam Wahyudi, dan Kepala Biro First Draft News Anne Kruger.
Netralitas media
Netralitas media sering kali diragukan publik karena cukup banyak perusahaan media yang dipengaruhi oleh kepentingan lain. Menurut Ratna, dinamika politik Indonesia mempengaruhi dunia pers Indonesia. Menjelang pemilu misalnya, ada sejumlah partai membuat media.
Di samping itu, sejumlah pemilik media membuat partai atau masuk partai politik dan menggunakan medianya untuk kampanye. Wartawan pun tergoda ikut menjadi calon legislatif dan merangkak tim sukses bagi tim kontestan yang akan bertarung di pemilu.
"Kondisi tersebut mengakibatkan publik kehilangan kepercayaannya pada netralitas pers dan kebenaran beritanya. Di saat media mainstream tidak bisa dipercaya, masyarakat mencari alternatif (sumber informasi) dari media sosial,” kata Ratna.
Hasil penelitian indeks kemerdekaan pers oleh Dewan Pers Indonesia pada 2016-2018, media di Indonesia, secara keseluruhan belum independen. Dari indikator politik, disimpulkan ruangan redaksi media belum sepenuhnya independen karena masih adanya intervensi dari pemilik media. Demikian juga untuk indikator ekonomi, ada ketergantungan media terhadap pemerintah sebagai pemasang iklan media.
Dari indikator politik, disimpulkan ruangan redaksi media belum sepenuhnya independen karena masih adanya intervensi dari pemilik media. Demikian juga untuk indikator ekonomi, ada ketergantungan media terhadap pemerintah sebagai pemasang iklan media.
Menindaki hasil di atas, Dewan Pers Indonesia telah mengeluarkan surat edaran nomor 01/SE-DP/I/2018 tentang Posisi Media dan Imparsialitas Wartawan dalam Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Jurnalis atau wartawan yang ingin mencalonkan diri menjadi calon legislatif atau terlibat sebagai tim sukses pemilu, harus mengundurkan diri sementara waktu dari profesinya sebagai jurnalis atau mengundurkan diri secara permanen.
Shahbaz Khan menekankan, peran media yang independen semakin penting di saat berbagai informasi yang kebenerannya tidak bisa dipastikan beredar luas. "Tujuan media adalah memiliki sikap yang kritis, serta memastikan informasi yang kredibel dan berpihak pada publik dapat disebarluaskan," ujarnya.
Baca juga: Prinsip Jurnalisme Jadi Kekuatan Pers
Moazzam Malik menambahkan, publik perlu diedukasi bagaimana menilai kredibilitas informasi. "Hoaks merupakan ancaman terbesar masyarakat. Untuk memberantasnya, seluruh pihak harus memiliki komitmen yang kuat dan memiliki kewajiban moral demi demokrasi dan kohesi sosial," ucapnya.
Model bisnis
Selain tantangan di atas, media juga ditantang untuk menemukan model bisnis yang menguntungkan dan sesuai dengan perkembangan zaman. Menurut Imam, ada banyak media yang sudah mengikuti perkembangan zaman dan mengembangkan sistem yang sesuai dengan teknologi digital.
"Namun, pola pikir bisnisnya masih “analog” atau mengandalkan sumber penghasilan dari iklan dan langganan. Sementara itu, jumlah pembaca dikhawatirkan menurun," kata dia.
Baca juga: Ekonomi Tekan Kebebasan Pers
Imam menambahkan, sebelum ada disrupsi teknologi, model bisnis seperti itu tidak masalah dan menguntungkan. Sekarang, ada banyak konten yang bisa didapat tanpa melalui media arus utama.
"Pembaca bukannya berkurang, malah hilang. Model bisnis media arus utama sekarang (yang mengandalkan penghasilan dari iklan dan langganan) sudah tidak relevan dengan keadaan sekarang, sehingga perusahaan media tidak bisa membayar wartawan dengan gaji tinggi,” kata Imam.
Dalam perjuangannya untuk bertahan, lanjut Imam, banyak media memproduksi berita yang cenderung sensasional atau bersifat clickbait atau umpan klik untuk memeroleh penghasilan iklan daring. Di sejumlah perusahaan media daring, wartawan dituntut untuk menulis hingga tujuh berita per hari.
Banyak media memproduksi berita yang cenderung sensasional atau bersifat clickbait atau umpan klik untuk memeroleh penghasilan iklan daring. Di sejumlah perusahaan media daring, wartawan dituntut untuk menulis hingga tujuh berita per hari.
Anne Kruger, Kepala Biro First Draft News, mengaku, tantangan mengenai sumber penghasilan dialami oleh perusahaan media kecil dan besar. Sebagai sumber penghasilan, First Draft News masih bergantung pada pendanaan filantropis untuk proyek-poyek liputan.
"Kami hanya bisa menerima pendanaan dari mereka yang memungkinkan kita untuk tetap independen. Jurnalisme yang berkualitas perlu banyak tenaga kerja dan uang,” ujarnya.