Bali dan Kesiapan Menghadapi Bencana
Bali, kawasan wisata kelas dunia, kini lebih siap menghadapi bencana. Pemerintah Provinsi Bali sepakat mencanangkan setiap bulan, setiap tanggal 26, Bali bergerak untuk simulasi kebencanaan.
Jangan lagi kambing hitamkan bencana jika industri pariwisata mendung. Jangan lagi salahkan Gunung Agung ada di Kabupaten Karangasem dan masih berpotensi erupsi. Karena kesiapsiagaan itu milik kita bersama.
Karena itu, Pemerintah Provinsi Bali sepakat mencanangkan setiap bulan, setiap tanggal 26, Bali bergerak untuk simulasi kebencanaan. Siapa pun, di mana pun, bersama-sama atau mandiri, ayo, saling mengingatkan agar terus bersiaga menghadapi bencana. Bali siap, Bali aman. Calon wisatawan (semestinya) tak perlu ragu datang ke Bali.
”Bencana alam itu tidak dapat diprediksi kapan datang. Maka, gerakan edukasi kebencanaan perlu digencarkan. Utamanya, Bali merupakan tujuan wisata sehingga menjadikan hal ini penting untuk ditetapkan agar masyarakat terlatih. Pelaku pariwisata juga perlu diingatkan untuk menggelar latihan, termasuk terlatih mengevakuasi wisatawan,” tutur Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali I Made Rentin, Jumat (26/4/2019).
Bencana alam itu tidak dapat diprediksi kapan datang. Maka, gerakan edukasi kebencanaan perlu digencarkan.
Penetapan setiap tanggal 26 menggelar simulasi bencana ini sebagai tanda keseriusan Bali mengedukasi seluruh masyarakat pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana. Ia menambahkan, kesiapsiagaan ini memerlukan peran aktif semua pihak.
Hal ini juga sejalan dengan visi Bali, ”Nangun Sat Kerthi Loka Bali” (Menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya untuk mewujudkan kehidupan sejahtera). Adanya mitigasi diharapkan mampu berdampak menjaga keharmonisan alam seisinya.
Bulan pertama, lanjutnya, akan dimulai pada Mei. Harapannya, simulasi setiap bulan ini dapat membangun kesadaran untuk investasi kesiapsiagaan sehingga menekan dampak ekonomi serta korban jiwa.
Begitu pula disebutkan Ketua Pelaksana Forum Relawan Pengurangan Risiko Bencana Bali I Gede Sudiartha. Menurut dia, saatnya sekarang semua peduli dan terlatih menyiapkan diri sendiri, keluarga, dan komunitas yang paham menghadapi bencana. Jangan lagi panik.
Bali mencanangkan setiap bulan tanggal 26 sebagai hari simulasi bencana, dan mungkin ini satu-satunya di Indonesia. Hal ini merupakan gerakan untuk membangun kesadaran, kapasitas, serta kesiapsiagaan menghadapi segala bencana, khususnya bencana alam di Pulau Bali. Ancaman dan risiko yang bisa terjadi antara lain bencana alam gempa, tsunami, gunung api, banjir, dan longsor.
Risiko dan ancaman erupsi Gunung Agung mengkhawatirkan pariwisata. Erupsi Gunung Agung pada akhir November 2017 berdampak pada penutupan Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Kabupaten Badung, selama tiga hari. Bandara itu berjarak sekitar 70 kilometer dari puncak Gunung Agung.
Pada tanggal 26 itu pula, BPBD memusatkan di Command Center The Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, dengan menggelar geladi kesiapsiagaan bencana gempa bumi dan tsunami. Gelaran geladi ini didukung sejumlah pelaku pariwisata Nusa Dua.
Pada Oktober 2018, ITDC bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggelar simulasi bersama TNI Angkatan Laut menjelang Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia.
Mengenai ancaman gempa dan tsunami di pesisir Bali, beberapa titik pantai di Denpasar, Badung, Gianyar, Klungkung, Karangasem, Jembrana, dan Buleleng terpasang alat peringatan tsunami Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina-TEWS) sebanyak sembilan unit. Ada pula satu unit bangunan tempat evakuasi sementara di Serangan, Denpasar. Pembangunannya bekerja sama dengan BNPB bersama Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2016.
Beberapa kali di Serangan, BPBD setempat menggelar simulasi. Sirene menyala dan warga pun melalui sosialisasinya mengikuti simulasi gempa dan tsunami. Selain untuk membiasakan diri agar tidak panik, penyalaan sirene ini juga bertujuan mengecek berfungsi atau tidaknya peralatan.
Perlu persiapan
Gubernur Bali I Wayan Koster mengatakan, semua perlu disiapkan. Jikalau tidak melakukan pengurangan risiko bencana dan terjadi bencana, yang terjadi adalah tragedi.
”Jika tidak melakukan apa-apa dan tidak terjadi bencana, itu rezeki. Adapun melakukan pengurangan risiko bencana dan terjadi bencana, itu reduksi. Jika mengurangi risiko bencana dan tidak terjadi bencana, itu investasi. Karena itulah, mengapa edukasi kebencanaan penting dan tanggal 26 perlu direalisasikan,” tuturnya.
Bali memiliki kampus sadar bencana. Bali memiliki sejumlah forum relawan kebencanaan. Koster mengharapkan Bali lebih bisa siap menghadapi segala bentuk bencana.
Jika tidak melakukan apa-apa dan tidak terjadi bencana, itu rezeki. Adapun melakukan pengurangan risiko bencana dan terjadi bencana, itu reduksi. Jika mengurangi risiko bencana dan tidak terjadi bencana, itu investasi.
Sasaran lain untuk pencanangan kesiapsiagaan tiap tanggal 26 di Bali adalah sekolah-sekolah. Pada peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Jumat, Pemerintah Kota Denpasar melibatkan sejumlah sekolah. Beberapa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama mengadakan simulasi gempa bumi. Simulasi serentak digelar di sekolah masing-masing mulai sekitar pukul 10.00 Wita.
Selain sekolah, beberapa elemen yang turut dilibatkan mulai dari perbekel/lurah, bendesa, linmas, siswa, TNI/Polri, elemen pendidikan, hotel, restoran, pelaku pariwisata, hingga anggota BPBD Kota Denpasar.
Siswa dan warga yang tinggal di sekitar Pantai Mertasari dan Serangan juga berlatih bencana tsunami. Simulasi diawali dengan terdengarnya suara sirene, dilanjutkan dengan mencari titik kumpul.
Siswa SMPN 3 Denpasar, Made Aryadutha Restu Bumi, mengatakan sudah ada sosialisasi sebelum adanya geladi gempa bumi. Ia bersama teman-teman berlatih untuk tidak panik dan mencari titik kumpul di lapangan sekolahnya.
Begitu pula Bagus Yudhistira, siswa SD Pembinaan Tulangampiang, Denpasar, bersama teman-teman berlatih jika terjadi gempa. ”Bapak Kepala Sekolah mengumumkan akan ada latihan gempa bumi. Lalu, Bapak Kepala mengajarkan cara keluar dari kelas dan perlahan berkumpul semuanya menuruni tangga untuk ke lapangan sekolah,” ucapnya.
Tidak hanya seremoni
Kepala Pelaksana BPBD Kota Denpasar IB Joni Ariwibawa mengatakan, beberapa hal menjadi perhatian serius. Hal ini meliputi pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, dan peringatan dini. Selain itu, juga memberikan perhatian pada peningkatan kapasitas lembaga, sumber daya manusia, penguatan anggaran untuk pencegahan, serta penanggulangan bencana di masa yang akan datang.
Menurut Gus Joni, gelaran geladi bersama ini diharapkan tidak hanya sebagai seremoni, tetapi juga mengedepankan aksi nyata. Hal ini dilaksanakan dengan pemeriksaan keberadaan dan keberfungsian kelengkapan sarana dan prasarana keselamatan, adanya rambu dan jalur evakuasi yang aman serta titik kumpul, tersedianya alat pemadam api, manajemen keselamatan bangunan-bangunan bertingkat, dan sebagainya.
Selain itu, melatih evakuasi dengan tenang dan tidak panik juga merupakan kunci keberhasilan dalam menghadapi ancaman bencana.
”Tentunya, selain terus melaksanakan simulasi, mitigas bencana juga penting sehingga dampak yang ditimbulkan akibat bencana dapat diminimalkan,” lanjutnya.
Dari simulasi itu, beberapa sekolah menyadari bahwa belum terpasang alat pemadam kebakaran. Hal ini karena belum tersosialisasi dengan baik pentingnya alat tersebut serta kendala belum dimilikinya anggaran sekolah untuk membeli secara mandiri alat pemadam.
Padahal, menurut BPBD Bali, alat pemadam kebakaran itu merupakan alat standar yang harus terpasang dan itu pengadaan mandiri. ”Ya, nanti diusulkan di rapat sekolah saja. Bagaimana solusi terbaiknya untuk pembelian alat pemadam kebakaran,” kata Yenny, salah satu guru SD di Denpasar.
Berbicara tentang mitigasi memang kompleks karena sebenarnya berbicara kesiapsiagaan bencana itu adalah investasi. Investasi pun multidimensi dari sisi anggaran, inventaris, hingga sumber daya manusia.
Harapannya adalah meningkatnya kapasitas diri sendiri, keluarga, dan komunitas sehingga korban serta kerugian pun dapat dimininalkan.