Tahun 2012-2014, Caswati (38) harus merantau ke luar negeri demi menyambung hidup. Setahun kemudian, ia mantap menata hidup di Tanah Air. Pilihannya jatuh pada bakso ikan goreng alias basreng.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·5 menit baca
Tahun 2012-2014, Caswati (38) harus merantau ke luar negeri demi menyambung hidup. Setahun kemudian, ia mantap menata hidup di Tanah Air. Pilihannya jatuh pada bakso ikan goreng alias basreng. Ibu dua anak ini perlahan mandiri. Kini, cukup produknya yang menjelajah ke negeri orang.
Caswati terpaksa meninggalkan anaknya, Rohania (10) dan Rovina (5), serta keluarga saat harus berangkat ke Taiwan sebagai pekerja migran tahun 2012. Dia jadi pengurus warga jompo. Anak dititipkan kepada orangtua di Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Sementara suaminya, Sujiono (38), mencari nafkah di Bandung, Jawa Barat.
Desakan ekonomi mendorongnya merantau ke luar negeri. Ayahnya, Rustaman, hanyalah penarik becak. Kedua anaknya juga mulai bersekolah. Apalagi, hampir semua warga usia produktif di desanya jadi pekerja migran dengan hasil yang umumnya memuaskan, setidaknya bisa punya rumah.
Benar saja, setelah dua tahun, Caswati berhasil membeli rumah. Keinginannya masih tinggi untuk mengadu nasib di Taiwan. Panggilan juga terus datang. Namun, ayahnya meninggal dua bulan sebelum ia pulang ke Indonesia. Peristiwa itu memukulnya. Ia pun bertekad tinggal di kampung halaman agar lebih dekat dengan keluarga.
Akan tetapi, mencari kerja di daerahnya tak mudah. Apalagi, ia hanya tamatan sekolah dasar. Caswati berpikir keras bagaimana bertahan hidup. Ia memilih aktif mengikuti pelatihan kewirausahaan oleh Balai Pelayanan, Penempatan, dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Bandung. Namun, pelatihan itu dinilai tidak menjawab persoalan lain. Modal tak ada. Jaringan pemasaran pun tidak tersedia.
Caswati tidak menyerah. Akhir tahun 2015, Kementerian Ketenagakerjaan menginisiasi desa migrasi produktif di Desa Kenanga. Tidak hanya dilatih membuat produk, seperti bakso ikan dan sirup mangga gedong gincu, kali ini ia mendapatkan bantuan kompor, penggorengan, dan stoples.
Bermodal Rp 300.000, Caswati mulai membeli ikan remang (Muraenasox talabon) sebagai bahan baku bakso ikan. Percobaan itu mulai mendapat respons dari pasar. ”Tukang sayur keliling dan ibu rumah tangga jadi konsumen saya,” ujarnya.
Sayangnya, usahanya hanya bertahan dalam hitungan bulan. Konsumennya tak lagi datang. Apalagi, kulkasnya tak mampu membuat bakso ikan tahan lebih lama. Caswati memutar otak. Sisa bakso ikan pun ia goreng. ”Ternyata rasanya enak. Bahan utamanya 3 kilogram tepung dan 1 kilogram ikan remang. Ini juga bisa tahan tiga bulan,” katanya.
Tak instan
Pembuatan bakso ikan goreng atau basreng tidak instan. Awalnya, ikan, telur, tepung, dan bawang putih digiling sehari. Setelah itu diangin-anginkan hingga keras. Adonan lalu digoreng. Pembuatannya bisa memakan waktu dua hari. Hasilnya, basreng seperti kerupuk, renyah. Caswati butuh tiga bulan untuk menemukan resep yang pas.
”Saya pernah pakai bahan baku ikan lele dan ikan patin, tetapi rasanya beda. Jadi, meskipun susah mendapatkannya, saya tetap pakai ikan remang,” katanya.
Basreng buatan Caswati kini ada empat rasa, yakni balado, keju, sapi panggang, dan pedas. Varian rasa dibutuhkan karena tidak ada rasa yang abadi. Basreng dijual dalam kemasan plastik dengan merek Roro, yang diambil dari nama depan kedua anaknya, Rohania dan Rovina.
Urusan kelayakan produk jadi nomor satu. Ia membubuhkan batas waktu konsumsi (tanggal kedaluwarsa) di kemasan. Basreng Roro juga telah mendapatkan sertifikat produksi pangan industri rumah tangga dan sertifikat laik sehat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu.
Produknya juga telah menjalani uji nutrisi oleh salah satu laboratorium di Bandung. Label halal menempel di kemasan. Basreng Roro dijual Rp 7.000 sampai Rp 10.000 per bungkus, tergantung kemasannya.
Jujur
Tiga tahun terakhir, basreng Roro berkibar. Sekali produksi, ia mampu membuat 115 bungkus ukuran 1 ons. ”Saya mampu meraup Rp 2 juta sekali produksi. Dalam sepekan, produksi bisa sampai dua kali. Ada dua pekerja lepas yang membantu,” ucapnya.
Bahkan, seminggu sekali, 5 kilogram basreng Roro rasa pedas terbang ke Taiwan dan Hong Kong untuk memenuhi permintaan pekerja migran.
Artinya, dalam sebulan, omzetnya lebih dari Rp 8 juta. ”Jauh lebih besar ketimbang waktu kerja di luar negeri. Di Taiwan, gaji saya sekitar Rp 6 juta. Bahkan, sekarang saya menarik suami ke Indramayu. Jadi, tidak kerja di Bandung lagi,” katanya.
Pemasarannya tak hanya di tempat oleh-oleh Indramayu dan Cirebon, tetapi juga merambah ke Tasikmalaya (Jawa Barat) hingga Jombang (Jawa Timur). Bahkan, seminggu sekali, 5 kilogram basreng Roro rasa pedas terbang ke Taiwan dan Hong Kong untuk memenuhi permintaan pekerja migran. Selain via Facebook, pemasaran juga dilakukan menggunakan aplikasi jual beli secara daring.
Akan tetapi, tidak selamanya usaha purnapekerja migran berjalan mulus. Contohnya, dari sekitar 60 purnapekerja migran yang mendapatkan pelatihan, hanya dua orang yang konsisten berproduksi, termasuk Caswati.
Beberapa kali Caswati menghadapi persoalan ketersediaan bahan baku. Ia bahkan mencari ikan remang sampai ke Pati dan Blora, Jawa Tengah. Sebenarnya nelayan Indramayu juga kerap menangkap remang. Namun, ikan itu sudah diborong pembeli di Jakarta. ”Pernah dua bulan tak ada bahan baku. Banyak yang minta ganti bahan baku. Konsumen mungkin tidak tahu, tetapi saya tidak mau. Saya tidak boleh bohongin rasa,” ujarnya.
Berkat konsistensi Caswati mempertahankan kualitas produknya, konsumen tetap percaya. Ia pun kerap dipanggil untuk pameran di Jakarta. Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri juga telah mencicipi basreng Roro. Caswati bahkan masuk dalam 15 besar purnapekerja migran Indonesia (PMI) sukses dalam Anugerah PMI Jawa Barat 2018.
Setahun terakhir, ia juga dipercaya sebagai instruktur untuk pelatihan kewirausahaan yang digelar Dinas Tenaga Kerja Indramayu. Ia berkeliling dari desa ke desa untuk melatih purna-PMI agar bisa berdaya. ”Sekarang, saya naik kelas, dari murid jadi guru. Ilmu tetap harus dibagi. Kalau resep, mah, rahasia,” ujar Caswati diikuti senyum.