Dishub DKI Segera Panggil Aplikator
JAKARTA, KOMPAS - Melalui Peraturan Menteri Perhubungan No.12 Tahun 2019, pemerintah berupaya menjaga keselamatan, keamanan, kenyamanan, bahkan ketertiban baik pengguna maupun pengemudi. Itu sebabnya pemerintah menegaskan dan mewajibkan perusahaan penyedia aplikasi angkutan online atau aplikator salah satunya untuk menyediakan shelter.
Namun kewajiban itu agaknya belum sepenuhnya dijalankan. Sehingga Dinas Perhubungan DKI Jakarta memastikan akan menyurati aplikator atau perusahaan penyedia aplikasi angkutan online untuk membahas pemenuhan kewajiban itu.
Kepala Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan DKI Jakarta Massdes Arouffy, Jumat (03/05/2019) menjelaskan, untuk angkutan online khususnya ojek online (ojol), Dishub DKI sudah melakukan pemanggilan kepada perusahaan aplikator ojol itu. Pemanggilan itu berlangsung pertengahan 2018.
Tujuannya adalah untuk menata para pengemudi daring yang semena-mena parkir di trotoar atau di badan jalan. Selain menjadi penyebab kemacetan, jalan jadi semrawut, juga mengancam keamanan dan keselamatan pengguna jalan yang lainnya.
"Saat itu salah satu keputusannya adalah aplikator mesti menyediakan shelter bagi para pengemudinya. Namun karena belum berwujud aturan atau regulasi, jadi aplikator merasa belum wajib," papar Massdes.
Di tahun ini Menteri Perhubungan akhirnya menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan No.12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat. Di dalam pasal 8 jelas diatur salah satu kewajiban yang harus dipenuhi aplikator adalah penyediaan shelter.
"Kalau sekarang kan sudah menjadi amanat peraturan Undang Undang dalam Permenhub. Artinya sudah lebih tegas lagi. Dulu baru request kita. Sekarang kita bisa kutip ayat itu. Artinya keharusan bagi aplikator menyediakan shelter," tegas Massdes.
Untuk itu, lanjut Massdes, Dishub DKI akan bersikap tegas. Dishub akan menyurati dan memanggil para aplikator untuk segera memenuhi kewajiban mereka.
Karena dalam kenyataan di lapangan, di jalanan Jakarta masih banyak ditemui pengemudi ojol yang berhenti dan memarkir sepeda motornya di pinggir jalan. Kemudian mereka bergerombol di trotoar. Hal itu membuat pejalan kaki tidak nyaman, lajur jalan juga jadi menyempit karena dipakai untuk parkir.
Belum nampak ada titik-titik yang disiapkan aplikator sebagai tempat perhentian atau menunggu para pengemudi ojek online itu.
"Sekarang malah ada GRAB now. Apa bedanya dengan ojek pangkalan kalau begitu?" Massdes mempertanyakan.
Massdes meminta aplikator berupaya memenuhi kewajiban itu. Semata supaya pihak aplikator juga berpikir tentang kepentingan umum dan jangan hanya maunya gratisan (lahan).
Massdes menyontohkan, kantor-kantor wali kota saja mau menyiapkan sedikit lahan di halaman sebagai titik pick up dan drop off. Semata karena karakter ojol adalah mengantar atau menjemput penumpang lalu pergi, bukan ngetem apalagi berkumpul.
Massdes meminta pihak aplikator kreatif dalam hal penyediaan lahan shelter. "Kalau perusahaan taksi saja bisa bekerjasama dengan hotel atau mall atau perkantoran supaya ada line khusus untuk taksi mereka, kenapa aplikator tidak berpikir seperti itu? Mereka bisa bekerja sama dengan pemilik lahan," Massdes mengkritisi.
Budi Rahardjo, Kepala Humas BPTJ juga mengingatkan para aplikator, bahwa di saat awal mereka masuk dan memulai operasi, para aplikator berjanji tidak akan menimbulkan kemacetan dan kesemrawutan.
Budi menambahkan, untuk saat ini dari operator angkutan umum berbasis rel di Jakarta, yang sudah berinisiatif menyediakan titik shelter ojol baru MRT Jakarta yang sudah melakukan.
Untuk penyediaan lahan ini pun, Massdes melanjutkan, karena stasiun menjadi tempat favorit para ojol, seharusnya operator kereta dan aplikator bisa bekerjasama dalam penyediaan lahan untuk shelter.
Komitmen Gojek
Michael Reza Say, VP Corporate Affairs Gojek dalam keterangan tertulis untuk memberikan konfirmasi kepada Kompas menjelaskan, terkait penyediaan shelter yang tercantum dalam aturan terbaru dari Kemenhub, perlu diketahui, sejak beberapa tahun lalu, GOJEK telah berinisiatif membangun shelter di berbagai tempat keramaian seperti pusat perbelanjaan, area perkantoran, area residensial, universitas dan juga stasiun, termasuk stasiun Kereta Commuter Line Jabodetabek.
Penyediaan shelter, dilakukan melalui kerja sama dengen pengelola atau pemilik tempat, di mana Gojek berperan untuk membangun shelter dan fasilitas pendukungnya. Sementara pengelola atau pemilik tempat menyediakan lahan yang diperlukan. Kedepannya, Gojek akan terus menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk menambah jumlah shelter yang ada. Baik pihak swasta maupun pemerintah selaku pemilik lahan.
Terkait penyediaan shelter, Gojek menyadari dibutuhkan waktu untuk memetakan lokasi yang tepat, serta membahas inisiatif ini dengan pemilik lahan. Untuk itu, GOJEK secara aktif menjajaki peluang kerja sama yang ada dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah selaku pemilik lahan di ruang-ruang publik. Disamping itu, Gojek juga mengembangkan titik temu di aplikasi sebagai solusi yang juga berperan mempermudah pengguna dan mitra driver untuk bertemu dengan cepat.
Shelter merupakan bagian dari solusi keamanan menyeluruh yang GOJEK sediakan bagi kenyamanan dan keamanan pengguna maupun mitra driver. Tentunya, hal ini akan memberikan manfaat yang luas tak hanya bagi pengguna, namun juga berpengaruh secara tidak langsung terhadap kesejahteraan mitra driver yang ada di dalam ekosistem Gojek
Sementara pihak Grab tidak ada respons atas pesan whatsapp dan telepon dari Kompas.