Rintangan medan yang ekstrem tidak menyurutkan tekad pelari yang turun pada Kompas Tambora Challenge 2019-Lintas Sumbawa 320K. Bahkan, di edisi ini, sejumlah rekor terpecahkan.
Meski terengah-engah, Hendra Siswanto (39) tampak gembira saat menyentuh garis finis di Doro Ncanga, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, Jumat (3/5/2019) pukul 22.55 Wita. Di bawah langit Pulau Sumbawa yang bertabur bintang, pelari asal Jakarta itu tak hanya meraih gelar juara, tetapi juga memecahkan rekor Lintas Sumbawa 320K kategori individu putra. Catatan waktunya, yakni 55 jam 56 menit, meruntuhkan rekor tahun lalu, 62 jam 26 menit, atas nama William Beanjay.
Catatan waktu yang dibuat Hendra itu pun membuat peserta lain dan panitia terkagum-kagum. Bahkan, seusai menyelesaikan lomba, di Padang Sabana di kaki Gunung Tambora, Hendra tampak masih bugar dan bisa melayani wawancara wartawan.
”Saya capek, tetapi senang. Tadinya mau menargetkan (finis dalam) 60 jam. Cuma karena teman sudah berlatih dengan keras, jadi kami bersaing dengan sehat,” kata Hendra.
Hendra menerapkan strategi terus berlari dan tidak melupakan hidrasi untuk memenangi lomba. ”Saya merasa dikejar pelari lain sehingga termotivasi untuk terus lari. Pelari lain juga bagus-bagus sehingga termotivasi berlatih lagi untuk tahun depan,” ucapnya.
Sejak start di Lapangan Poto Tano, Sumbawa Barat, pada Rabu (1/5), Hendra langsung memacu kecepatan dan memimpin. Ia berlari dengan tempo cepat sehingga terpaut sangat jauh meninggalkan pelari lain, termasuk dua unggulan, yakni juara bertahan kategori individu putra William dan juara 2015 Alan Maulana.
Saat melahap separuh lomba atau di Kilometer 160, Hendra menghabiskan waktu dengan mandi, makan, dan menerima fisioterapi, tanpa tidur. ”Saya tidak tidur biar bisa terus di depan,” katanya saat itu. Atas pencapaiannya sebagai juara individu putra, Hendra berhak atas hadiah Rp 32 juta. Ia juga diganjar hadiah tambahan Rp 10 juta untuk pemecahan rekor individu.
”Relay” putra
Pemecahan rekor juga terjadi pada kategori lari relay atau beranting putra oleh pasangan pelari relay Jumardi (29) dan Oktavianus Quaasalmy (35). Sebelum lomba, keduanya berikrar menaklukkan Lintas Sumbawa 320K dalam 48 jam. Berkat tekad kuat dan kegigihan, ikrar dua sahabat itu pun terwujud.
Padahal, 1 kilometer jelang garis finis di Doro Ncanga, Jumat (3/5) siang, Okta, panggilan akrab Oktavianus, terasa kian berat mengayunkan langkah kakinya. Pelari kedua untuk Km 160-Km 320 itu merasakan betis hingga pahanya mengeras seperti batu.
Mengetahui sahabatnya sudah dekat, Jumardi, yang sudah menyelesaikan tugas dari garis start hingga 160 km, tidak mau berdiam di garis finis di Padang Sabana kaki Gunung Tambora. Dia bergegas berlari menjemput sang rekan untuk bersama menyentuh finis.
Dengan pemantik semangat dari Jumardi, Okta kembali berlari melibas rute tersisa. Pelari bertubuh kurus dan tinggi itu memaksakan diri. Mereka pun bersama-sama melintasi garis finis, memenangi lomba dengan waktu 46 jam 13 menit atau lebih cepat dari nazar sebelum lomba.
”Kaki rasanya sudah mau meledak, tak sanggup lari lagi,” kata Okta, beberapa saat setelah menyelesaikan maraton ultra terekstrem di Asia Tenggara itu. Jumardi yang juga anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) memuji daya juang rekannya dalam mengatasi medan yang berat. ”Okta rutenya lebih berat. Dia harus melewati tanjakan dan turunan,” katanya.
Usaha menaklukkan kelelahan yang mendera dalam diri mereka terbayar saat menjadi jawara kategori relay putra. Kedua pelari yang baru pertama berpasangan ini bahkan memecahkan rekor Lintas Sumbawa 320K. Catatan waktu mereka cukup jauh dari rekor terdahulu, 50 jam 27 menit, pada edisi 2017, atas nama Okta yang saat itu berpartner dengan Rizky Triadi Dewata.
Berawal dari janji, dua sahabat ini terdorong menaklukkan Lintas Sumbawa dengan cara yang sulit dipahami akal. Mereka tidak tidur untuk menyudahi berbagai tantangan sejauh 320 kilometer, mulai panas terik hingga hujan.
Sepanjang pelarian ekstrem dari garis start di Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat, sampai Doro Ncanga itu, tidak hanya fisik yang tersiksa. Mereka menghadapi berbagai cobaan. Jumardi sempat dikejar tiga anjing liar, menghindari ular di jalan, dan melihat kecelakaan pengemudi sepeda motor. Okta sempat berhalusinasi mendekati akhir lomba karena rasa letih luar biasa.
”Jujur saja, sebagai debutan, saya tidak punya modal apa-apa selain motivasi dari janji saya. Kalau tidak, mungkin saya sudah terhenti dan tidak bisa secepat itu,” kata Jumardi yang merasa bertanggung jawab memenangi lomba sebagai laporan kepada atasan di Paspampres.
Dua sahabat ini memang saling memotivasi. Perpaduan keduanya saling melengkapi. Okta, yang berpengalaman mengikuti Lintas Sumbawa sejak 2016, serta ”darah muda” Jumardi pada debutnya di ajang ini. Atas pencapaian sebagai juara relay, mereka berhak atas hadiah Rp 28 juta. (KEL/ZAK/RUL/BRO)