Rasa syukur kerap dilupakan sebagian manusia dengan indera tubuh lengkap. Mereka lupa, masih ada sebagian orang yang memiliki keterbatasan fisik, tapi enggan mengeluh. Dari kekurangan, banyak karya dilahirkan. Ahmad Sobandi (28) sudah membuktikannya.
Sorot mata Ahmad tajam memandang lawan bicaranya. Ia berkomunikasi membaca ekspresi wajah dan gerakan tangan. Ahmad adalah difabel rungu. Selama ini, ia menjalani hari-hari tanpa mendengar satu pun nada ataupun suara. Namun, saat memaparkan kemampuannya membuat beragam jenis robot, raut wajahnya semakin semringah. Bermula dari iseng memperbaiki blender sang ibu yang macet, bakatnya muncul membuat bangga.
Ditemui di rumahnya di Desa Cilegong, Kecamatan Jatiluhur, Purwakarta, Jumat (3/5/2019), Ahmad antusias memamerkan berbagai kreasinya. Salah satunya, bel rumah menggunakan sensor lampu. Tidak seperti bel pada umumnya yang mengeluarkan suara, bel itu menghasilkan nyala lampu dan bergerak memutar.
Ahmad juga menciptakan gorden rumah yang diatur secara otomatis. Gorden tersebut dipasangi sensor yang tersambung dengan remote control. Semua alat ciptaannya menggunakan bahan bekas. Kawat payung, baterai telepon genggam bekas, dan penjepit kertas jadi satu, memberi nyawa bagi setiap karya buatannya.
Sebelumnya, ia juga menciptakan sejumlah robot berbentuk serangga, antara lain laba-laba dan kecoak. Robot itu bergerak layaknya serangga sungguhan dengan dibantu baterai. Rupanya, Ahmad terinspirasi jenis serangga itu karena sering melihatnya di rumah. Meski tidak bisa mendengar, visual Ahmad dalam memperhatikan setiap detail begitu teliti.
Tangannya tak pernah berdiam diri. Selalu ada ide yang muncul di kepalanya untuk menciptakan robot baru. Hal itu ditandai dengan berbagai perkakas yang tersebar di meja kerjanya. Berantakan. Namun, ia begitu nyaman dengan situasi meja itu.
Beberapa robot ciptaannya bahkan pernah ditawar hingga jutaan rupiah. Namun, Ahmad enggan menjual karyanya. Dia memilih menyimpannya. Justru, ia lebih senang jika ada orang yang mau belajar bersama dirinya dan menciptakan robot bersama. Tangannya terbuka untuk semua yang mau belajar.
Tetap mandiri
Pada tahun 2018, Ahmad pernah diundang ke berbagai acara sekolah ataupun acara nasional. Ia mendapat apresiasi atas kreativitas dan inovasinya menghasilkan karya. Menurut dia, cara terbaik membungkam celaan orang adalah dengan menunjukkan diri lewat karya.
Pada November 2018, misalnya, Ahmad diundang menjadi pembicara tentang robotik di SMAN 1 Cibatu, Purwakarta. Menurut Kepala SMAN 1 Cibatu Purwakarta Asep Mulyana, Ahmad layak dijadikan teladan untuk memotivasi siswa agar terus berkarya. Ahmad memiliki kompetensi yang baik terkait bahasa pemrogaman robot ataupun dalam perakitannya. Padahal, dia tidak mengenyam pendidikan khusus.
Asep mengapresiasi ide dan kreativitas Ahmad dalam menelurkan karya secara otodidak. ”Kita tidak boleh memandang sebelah mata orang yang memiliki keterbatasan fisik. Kemampuan Ahmad membuktikan bahwa dirinya bisa mengalahkan orang normal. Hal itu dapat memacu siswa-siswi kami untuk terus berkarya,” ujar Asep.
Kini, setelah semua kreativitas itu dijalaninya, Ahmad bermimpi untuk kuliah. Pilihannya, jurusan teknik mesin atau teknik elektro. Dulu, Ahmad pernah mengenyam bangku sekolah formal selama setahun, tapi ia enggan melanjutkannya. Cemooh dari teman sebaya membuatnya takut keluar rumah. Kini, rasa percaya diri itu belum lagi tumbuh. Biaya kuliah yang tinggi hingga kekhawatiran mendapat ejekan lagi membuat mimpi itu urung terwujud.
Ecin Kuraesin (53), ibu dari Ahmad, memahami bahwa terkadang Ahmad merasa minder dengan kondisi dirinya yang berbeda dari anak-anak lain. Namun, ia selalu meyakinkan putranya bahwa ia memiliki kelebihan di balik kekurangan tersebut. Ia melihat potensi Ahmad akan berkembang pesat apabila dapat bermanfaat bagi orang lain.
Akan tetapi, selagi mimpi itu belum tercapai, Ahmad tak ambil pusing. Baginya, ilmu pengetahuan bisa diperoleh di mana saja. Saat ini, Ahmad terus mengasah kemampuannya dengan membuka jasa perbaikan atau servis telepon seluler di rumahnya.
Pendapatan yang ia peroleh untuk memperbaiki satu unit alat berkisar Rp 50.000-Rp 100.000. Setidaknya, dalam satu bulan, ia mampu menggaet 10 pelanggan. Dari uang tersebut, sebagian ia tabung dan sisanya ia gunakan untuk membeli kebutuhan servis.
Sosok Ahmad seperti oase di padang gurun sambatan jutaan manusia. Ia menyadarkan sebagian orang agar tidak mengeluh di tengah keterbatasan. Bahkan, selagi diberikan kondisi fisik yang lengkap, agar mensyukuri setiap talenta dengan terus mengembangkannya.