Perhatikan Asupan Nutrisi Tiga Bulan Sebelum Ikut Lomba Lari
Untuk para pelari rekreasional, mereka sebaiknya mengatur asupan nutrisinya sejak tiga bulan sebelum pelaksanaan lomba.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO/HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Selain berlatih dengan baik, para pelari juga harus memperhatikan asupan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh agar mampu menyelesaikan lomba dengan baik dan tidak mengalami cedera. Untuk para pelari rekreasional, mereka sebaiknya mengatur asupan nutrisinya sejak tiga bulan sebelum pelaksanaan lomba.
Hal itu terungkap dalam bincang-bincang pada acara Borobudur Marathon Radio Live Tour, Minggu (5/5/2019), di Mataram City Coworking Space, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Acara tersebut merupakan bagian dari rangkaian lomba lari Borobudur Marathon 2019 yang akan digelar pada 17 November 2019.
Dalam acara itu, hadir tiga pembicara, yakni Chef Herman Jojo, pegiat lari Riefa Istamar, dan Direktur Lomba Borobudur Marathon Andreas Kansil. Sementara itu, wartawan harian Kompas, juga pegiat lari, Agus Hermawan, menjadi moderator. Sebelum bincang-bincang, acara diawali dengan lari bersama yang diikuti sekitar 140 pelari dari berbagai komunitas lari.
Chef Herman Jojo mengatakan, asupan nutrisi yang tepat bisa mendukung latihan yang telah dilakukan sebelum mengikuti lomba. Aktivitas lari akan terasa lebih ringan jika asupan nutrisi ke dalam tubuh diperhatikan dengan baik. Akan tetapi, masalah nutrisi itu kerap luput dari perhatian para pelari rekreasional.
”Para pelari sering kali terlalu fokus pada latihan saja. Yang ada di pikiran mereka hanya bagaimana caranya bisa mencapai finis. Padahal, tanpa disadari, nutrisi yang cukup dan tepat bisa menunjang mereka dalam menikmati larinya,” kata Jojo yang juga merupakan seorang penggemar lari.
Mengatur nutrisi
Jojo menambahkan, para pelari sebaiknya sudah mulai mengatur nutrisi yang masuk ke tubuhnya sejak tiga bulan sebelum lomba. Makanan yang dikonsumsi itu harus mengandung banyak karbohidrat mengingat banyak energi yang terkuras saat berlari.
Karbohidrat bisa diperoleh dari beberapa jenis makanan, misalnya nasi, roti, dan pasta. Namun, jumlah yang dikonsumsi harus disesuaikan dengan kebutuhan badan, yakni sekitar 1.200 kalori per hari.
Para pelari sering kali terlalu fokus pada latihan saja. Yang ada di pikiran mereka hanya bagaimana caranya bisa mencapai finis. Padahal, tanpa disadari, nutrisi yang cukup dan tepat bisa menunjang mereka dalam menikmati larinya.
Selain itu, kata Jojo, makanan yang mengandung banyak lemak, khususnya yang diproses dengan cara digoreng, harus dihindari. Para pelari lebih baik mengonsumsi makanan yang diolah dengan cara direbus. Itu karena makanan yang direbus memiliki kandungan lemak yang lebih rendah daripada makanan yang digoreng.
Batas kemampuan
Sementara itu, Andreas Kansil mengatakan, para pelari rekreasional harus mengetahui batas kemampuan dirinya setiap kali mengikuti lomba lari. Oleh karena itu, target yang hendak dicapai harus disesuaikan dengan kemampuan tubuh demi menghindari cedera dan dampak fatal lainnya bagi tubuh pelari.
”Jadi pelari itu harus punya planning (rencana). Kita harus lebih bijak. Tubuh kita ada batasannya. Dalam mengikuti lomba, pilihlah jarak yang memang sesuai dengan jadwal latihan, pekerjaan, dan kemampuan kita,” ujar Andreas.
Andreas menyampaikan, kemauan untuk memahami kondisi tubuh penting dilakukan para pelari, terutama bagi pelari rekreasional yang berlari untuk mencari kesenangan dan menyehatkan tubuh. Oleh karena itu, jangan sampai aktivitas lari yang seharusnya menyehatkan justru berdampak sebaliknya.
Hal senada diungkapkan Riefa Istamar. Menurut dia, pelari rekreasional tidak boleh memaksakan target yang tidak sesuai dengan kebugaran tubuhnya. Hal ini karena tubuh tidak bisa dipaksa menjalankan aktivitas fisik di luar kemampuan yang ada. Oleh karena itu, para pelari juga mesti beristirahat yang cukup saat akan melakoni lomba lari jarak jauh.
”Utamakan kesehatan. Jadi, kita mesti tahu juga batas kebugaran kita. Kita lari untuk bisa sehat. Selain berlatih secara konsisten, kita juga perlu menjaga nutrisi dan istirahat yang cukup. Tidak bisa dalam kondisi yang kurang istirahat, lalu kita akan berlomba lari jarak jauh. Itu akan sangat berbahaya,” kata Riefa.
Riefa menambahkan, pelari rekreasional juga perlu untuk menahan diri jika sedang mengalami cedera. Dia mengatakan, terkadang sebagian pelari rekreasional tidak menganggap pemulihan cedera sebagai sesuatu yang penting. Padahal, jika mereka tetap memaksakan diri berlari dalam kondisi cedera, hal itu justru akan memperparah cedera yang dialami.
”Kalau mengalami cedera dan dipaksakan lari, itu bukan sesuatu yang patut dibanggakan. Lebih baik disembuhkan dulu cederanya, baru ikut berlari. Kita ingin pelari-pelari menjadi pelari yang bertanggung jawab,” kata Riefa.