Ancaman Presiden AS Donald Trump untuk meningkatkan tarif impor senilai 200 miliar dollar AS, dari 10 persen menjadi 25 persen, mengejutkan pelaku pasar global yang sempat mengira sengketa dagang antara AS dan China segera berakhir.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Faktor eksternal kembali menekan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat memasuki pertengahan triwulan II-2019. Setelah Bank Sentral AS, Federal Reserve atau The Fed, memberi sinyal untuk tidak menurunkan suku bunga, sengketa dagang antara AS dan China yang sempat mereda ternyata kembali memanas.
Dalam 11 hari perdagangan terakhir, rupiah terdepresiasi 2,08 persen. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), Senin (6/5/2019), rupiah berada di level Rp 14.308 per dollar AS. Di pasar tunai, rupiah diperdagangkan pada kisaran Rp 14.125- Rp 14.331 per dollar AS.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah mengatakan, sinyal dari The Fed untuk tidak menaikkan atau menurunkan suku bunga berseberangan dengan ekspektasi pasar global yang menginginkan Bank Sentral AS segera menurunkan suku bunga mereka.
Saat ini, The Fed masih mempertahankan tingkat bunga acuan pada kisaran 2,25-2,5 persen untuk mendorong pertumbuhan lapangan pekerjaan dan menjaga stabilitas daya beli.
“Dinamika global terus bergerak setelah pernyataan FOMC (Komite Pasar Terbuka Federal) memberi sinyal suku bunga dipertahankan. Dampak dari sinyal ini membuat aliran dana kembali masuk ke AS,” ujarnya di Jakarta, Senin.
Selain itu, lanjut Nanang, ancaman Presiden AS Donald Trump untuk meningkatkan tarif impor senilai 200 miliar dollar AS, dari 10 persen menjadi 25 persen, mengejutkan pelaku pasar global yang sempat mengira sengketa dagang antara AS dan China segera berakhir.
Dinamika global
Meski pernyataan tersebut menyebabkan pasar saham di China rontok dan mata uang yuan tertekan, Nanang meminta masyarakat tidak perlu cemas karena situasi ini merupakan dinamika pasar global biasa. BI yakin tekanan rupiah akibat dampak dinamika global ini hanya akan berlangsung sementara.
“Sebetulnya kalau dinamika yang disebabkan oleh sebuah pernyataan biasanya hanya berlangsung dalam jangka pendek. Pernyataan sebenarnya dapat berubah dalam waktu singkat, sehingga membuat situasi berbalik arah,” ujarnya.
Sementara dari sisi internal, faktor utama penekan rupiah adalah meningkatnya kebutuhan dollar AS akibat banyaknya perusahaan multinasional yang membagikan dividen, bunga, dan pembayaran pokok lainnya sepanjang periode April-Juni 2019.
Adapun pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2019 yang mencapai 5,07 persen, dinilai Nanang masih solid dan kuat dan tidak berdampak pada tertekannya rupiah. BI yakin pertumbuhan ekonomi pada triwulan selanjutnya sepanjang tahun ini akan meningkat seiring dengan kegiatan ekonomi yang semakin dinamis.
“Angka pertumbuhan ekonomi memang dibawah ekspektasi pasar, namun jika kita bandingkan dengan negara lain, angka pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih baik,” ujarnya.
Untuk menjaga stabilitas rupiah, BI melakukan intervensi tiga lapis di pasar spot secara terukur. Tiga lapis intervensi tersebut dilakukan dengan cara membeli surat berharga negara (SBN), membuka dua kali transaksi DNDF pada pagi hari, serta melanjutkan intervensi DNDF secara langsung lewat delapan broker.
Pasar modal
Pelemahan rupiah sejalan dengan melemahnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang hari ini ditutup pada level 6.256,35. Akibat pernyataan Presiden Trump, dua indeks saham utama China yakni Shanghai Composite dan CSI 300 masing-masing berakhir terjerembab 5,58 persen dan 5,84 persen.
Analis Artha Sekuritas, Dennies Christoper Jordan, mengatakan, dari sisi internal pertumbuhan ekonomi yang berada di bawah ekspektasi pelaku pasar membebani pergerakan IHSG. Namun, pelemahan IHSG yang terjadi terhitung terbatas lantaran IHSG mulai mendekati area jenuh jual atau oversold.
“Tetapi peluang IHSG untuk segera kembali mencetak rekor tertingginya masih terbuka lebar, dengan catatan ditunjang stabilnya kondisi perekonomian dalam negeri,” ujarnya.