Kelompok teroris JAD Lampung berencana melakukan aksi teror di tengah unjuk rasa massa menolak hasil Pemilu 2019 pada 22 Mei mendatang.
JAKARTA, KOMPAS - Penangkapan delapan terduga teroris, akhir pekan lalu, mengungkap sasaran aksi teror yang disiapkan jaringan Jamaah Ansharut Daulah. Kelompok teroris itu diduga telah merencanakan serangan teror bertepatan dengan aksi massa saat Komisi Pemilihan Umum mengumumkan hasil pemilu, 22 Mei 2019.
Rencana JAD itu dicegah secara dini oleh tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Negara RI. Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian telah memerintahkan Densus 88 untuk menindak tegas kelompok itu. ”Kami akan melakukan pengejaran terus-menerus,” kata Tito, Senin (6/5/2019), di Polres Lampung Selatan.
Ditemui terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo, di Jakarta, mengatakan, salah seorang terduga teroris yang ditangkap adalah SL (34). Jaringan teroris yang dipimpin SL, yang menjadi bagian dari JAD Lampung, memiliki struktur dan tujuan untuk melaksanakan amaliah atau aksi teror.
Ada dua tujuan aksi teror mereka. Pertama, menyerang anggota kepolisian untuk merampas senjata. Kedua, memanfaatkan tahapan Pemilu 2019 di Jakarta untuk melakukan teror, terutama saat aksi massa menolak hasil pemilu.
”Mereka menghendaki ada people power yang akan dijadikan sarana untuk melaksanakan aksi terorisme. Oleh karena itu, jika ada unjuk rasa yang mengarah pada tindakan anarkistis dan kekacauan, akan menjadi momentum untuk melakukan serangan bom bunuh diri atau aksi teror lain agar memantik kelompok teroris lain melakukan hal yang sama,” ujar Dedi.
Tim Densus 88 dan satuan tugas antiteror di semua kepolisian daerah pun kini terus mengawasi secara intensif kelompok teroris yang memiliki afiliasi kepada JAD serta Negara Islam di Irak dan Suriah.
Buron
SL pernah memimpin JAD Lampung pada 2014. SL telah melakukan pelatihan teror di Pantai Mutun, Lampung, dan Papua.
Dedi mengungkapkan, SL juga pernah mengikuti persiapan aksi teror JAD di Jawa Timur, November 2015. Ketika terjadi aksi bom Thamrin, Januari 2016, SL bersama jaringannya menyembunyikan diri. Kemudian, ketika terjadi kerusuhan di Markas Komando Brigade Mobil Polri di Depok, Jabar, 2017, SL juga merencanakan aksi teror ke Jakarta.
”Setelah itu, SL bersama jaringannya lari ke Papua. Di sana mereka membentuk dua sel, satu sel menuju Bekasi ini, sedangkan satu sel lain bergabung dengan Mujahidin Indonesia Timur di Poso, Sulawesi Tengah,” kata Dedi.
Selain SL, terduga teroris lain yang ditangkap di Bekasi adalah AN (20), MC (28), IF alias SA (19), dan TA (25). Mereka terlibat menyembunyikan SL. Dua terduga teroris lain yang ditangkap, akhir pekan lalu, ialah RH dan M yang diamankan di wilayah Sulawesi Utara.
Menurut pengamat terorisme, Al Chaidar, JAD Lampung berbeda dengan jaringan teroris Abu Hamzah di Sibolga, Sumatera Utara, yang lebih menekankan aksi teror tunggal.
”Kemungkinan besar model serangan seperti di Surabaya, yaitu bom bunuh diri yang dilakukan dengan melibatkan keluarga,” kata Chaidar.