Kabar kembalinya ajang balap motor bergengsi, MotoGP, ke Indonesia pada 2021 mendatang di Sirkuit Mandalika, Nusa Tenggara Barat, menjadi motivasi ekstra bagi para pebalap Tanah Air meningkatkan level kemampuannya. Mereka pun rela ditempa keras, salah satunya di Asian Road Racing Championship (ARRC), agar Indonesia tidak sekedar menjadi penonton di rumahnya sendiri pada ajang balapan dunia.
Bagi sebagian pebalap di Asia maupun Pasifik, ARRC adalah batu loncatan mereka menuju mimpi masa kanak-kanaknya, yaitu menjadi pebalap berkelas dunia. Tak heran, Andi Farid Izdihar (21), pebalap asal Bulukumba, Makassar, rela melawan arus dan menanggalkan rutinitas remaja Indonesia kebanyakan, yaitu mengejar pendidikan formal dan berkuliah.
Alih-alih kuliah, runner up ajang bergengi, Suzuka 4 Hours Endurance Race tahun 2015, itu memilih bersekolah balap sejak usia 12 tahun. Alumnus sekolah balap, Astra Honda Racing School, angkatan 2010 itu berambisi mengikuti jejak idolanya, yaitu Valentino Rossi, tampil di MotoGP. Demi mimpinya itu, pebalap yang akrab disapa Andi Gilang itu, bergabung dengan Astra Honda Racing, tim yang konsisten mengorbitkan banyak pebalap muda Indonesia ke panggung internasional.
“Mimpi saya (tampil) di MotoGP. Namun, ada tahapan menuju ke itu, salah satunya membalap di CEV (Kejuaraan Eropa) Moto2. Sebelum ke sana, fokus saya saat ini adalah di ARCC,” ujar Andi ditemui seusai mengikuti ARRC 2019 seri II di Adelaide, Australia, Minggu (28/4/2019) lalu.
Andi Gilang pernah dua musim di CEV Kejuaraan Dunia Junior Moto3. Dia kemudian kembali ke ARRC dan tahun 2019 ini menjadi musim kedua bagi pebalap berjuluk “Pizza Boy” itu di ajang ARRC, yaitu khususnya kelas Supersport 600. Ia berharap mampu merunut jejak seniornya yang juga binaan tim Astra Honda, Dimas Ekky Partama. Seperti Andi, Dimas sempat terjun di ARCC sebelum mencari tantangan baru di CEV Moto2 dan kini tampil di ajang bergengsi dunia, Grand Prix Moto2.
Tidak banyak pebalap Indonesia yang mampu menembus balapan elite, Grand Prix, dengan motor-motor prototipe nan garang seperti Moto2. Barisan pebalap terkemuka dunia seperti Valentino Rossi, Marc Marquez, dan Jorge Lorenzo, ditempa di kelas itu lebih dahulu sebelum tampil di panggung terkemuka sejagat, yaitu MotoGP. “Hadirnya GP Mandalika jadi motivasi khusus,” tutur Andi.
Jalan menuju ke Moto2 terbuka lebar bagi Andi sepanjang ia mampu mengoptimalkan kesempatan yang diberikannya. Tahun ini, ia mendapatkan wild card untuk tampil di CEV Moto2 seri ketiga Barcelona, Spanyol, 8-9 Juni mendatang. Di Spanyol, Andi bakal bersaing dengan pebalap jebolan ARRC dan tim Astra Honda lainnya, Gerry Salim (22). Salim telah turun di CEV Moto2 sejak awal musim ini setelah promosi dari level yunior, CEV Moto3.
Mengukir sejarah
Selain Dimas, Andi, dan Gerry, masih banyak pebalap Indonesia lainnya yang punya ambisi mengukir sejarah, yaitu turun di MotoGP dan bersaing langsung dengan Marquez dan Lorenzo, dua pebalap tersohor yang selama ini mereka saksikan di layar kaca. Setelah Hafizh Syahrin (24), pebalap Malaysia binaan tim Petronas Sprinta Raceline, tiada lagi putra Asia Tenggara yang bisa menembus kelas balapan termasyhur itu.
Seperti halnya pebalap asal Asia lainnya, Hafizh—yang pada Moto GP musim 2019 ini tergabung di tim Red Bull KTM Tech—mengawali karier regionalnya di ARRC, yaitu di kelas Supersports pada tahun 2010 hingga 2011, sebelum hijrah cepat ke GP Moto2 lewat wild card. Saat ini, banyak pebalap muda Indonesia lainnya yang mencoba mengikuti jejak Hafizh, yaitu salah satunya Rheza Danica (20), pebalap yang tengah digembleng Astra Honda dan baru saja naik kelas di ARRC Supersport.
“Untuk bisa tampil di MotoGP, kami para penbalap harus punya prestasi hebat. Ada banyak tahapan dan kerja keras yang harusb diwujudkan sebelum mewujudkannya. Saat ini, meskipun membayangkan GP Mandalika bakal sangat indah, saya memilih fokus di kelas yang saya ikuti saat ini (ARRC Asia Production 250),” ujar Andy Muhammad Fadly, pebalap Indonesia lainnya dari tim Manual Tech KYT Kawasaki yang kini duduk di peringkat kedua klasemen sementara ARRC 2019.
Diakui Manajer Tim Astra Honda Racing Anggono Iriawan, ARRC merupakan batu loncatan bagi para pebalap Tanah Air untuk menembus level dunia. Di kompetisi itu, para pebalap potensial Indonesia seperti Andi Gilang bisa merasakan atmosfer balap internasional laiknya World Superbike dan MotoGP, yaitu mulai dari fasilitas sirkuit yang serupa hingga sorotan pers dari mancanegara.
Dukungan pihak swasta dalam mendorong serta mengasah bakat-bakat muda Tanah Air untuk tampil di balapan internasional menjadi sangat penting. Di Malaysia, dukungan itu tidak hanya muncul dari agen-agen tunggal pemegang merek, melainkan juga perusahaan lain seperti Petronas. Sementara itu, entitas balap motor Thailand yang dipimpin Honda Racing Thailand, menargetkan untuk menggolkan salah satu pebalapnya di MotoGP pada 2025.
Tak heran, persaingan di level Asia seperti ARRC saat ini terasa kian sengit. Setiap negara Asia Tenggara punya mimpi yang sama, yaitu tampil di MotoGP. Tiada pilihan lain selain bagi insan balap di Indonesia untuk bekerja lebih keras lagi jika tidak ingin sekedar hanya menjadi penonton di Mandalika.