Demokrat Pertimbangkan Opsi Berkoalisi
JAKARTA, KOMPAS – Partai Demokrat mengkaji kemungkinan merapat ke koalisi partai pendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin sebagai bagian dari persiapan menyambut Pemilihan Umum 2024 mendatang. Namun, keputusan untuk bergabung itu akan bergantung pada lobi-lobi terkait proyeksi peran serta posisi tawar Partai Demokrat dalam koalisi ke depan.
Keputusan terkait sikap politik Demokrat itu akan ditentukan setelah keluarnya hasil Pemilihan Umum 2019, 22 Mei 2019 mendatang.
Wakil Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat Renanda Bachtar di Jakarta, Senin (6/5/2019) mengatakan, saat ini ada tiga opsi yang berkembang terkait posisi politik Demokrat pasca pemilu. Pertama, tetap bergabung di Koalisi Indonesia Adil Makmur bersama Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, dan Partai Keadilan Sejahtera. Kedua, bergabung dengan Koalisi Indonesia Kerja bersama PDI-P, Golkar, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Persatuan Pembangunan. Ketiga, kembali menjadi partai penengah yang tidak merapat ke koalisi mana pun.
Menurut Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan, beberapa opsi terkait sikap politik Demokrat itu dibahas dalam rapat internal Partai Demokrat bersama Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono di Singapura, akhir April lalu.
Dari sejumlah opsi itu, ujar Renanda, pihaknya akan memilih yang paling menguntungkan Demokrat di Pemilu 2024 nanti. Oleh karena itu, pertimbangan menentukan arah koalisi akan bergantung pada sejumlah syarat dan kondisi.
“Kami akan melihat opsi mana yang paling melapangkan jalan kami untuk menyambut 2024, untuk mengusung capres sendiri, dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.
Kami akan melihat opsi mana yang paling melapangkan jalan kami untuk menyambut 2024, untuk mengusung capres sendiri, dengan sebaik-baiknya
Jika memutuskan merapat ke koalisi ‘gemuk’ partai pendukung Jokowi-Amin, Demokrat harus berhadapan dengan lima partai pendukung pemilik kursi di DPR yang sudah bergabung sejak awal koalisi dibentuk. Maka, ujar Renanda, Demokrat harus mempertimbangkan terlebih dahulu bagaimana posisi tawar dan perannya dalam dinamika koalisi ke depan, sebelum memutuskan untuk bergabung.
Menurut dia, keputusan bergabung dengan koalisi Jokowi-Amin belum tentu serta-merta berarti membuka jalan yang lancar bagi Demokrat di Pemilu 2024. Hal itu tergantung pada seberapa besar kontribusi Demokrat nantinya di koalisi dan di pemerintahan.
“Kami harus menghitung, apakah kami punya kesetaraan? Apakah kami bisa berkontribusi terhadap strategi dan program pemerintah? Apakah ide kami akan didengar? Apa kami masih bisa mengkritik pemerintah? Kalau kami bergabung, tetapi mulut diplester tangan diikat, berarti sederhana saja, kami tetap di luar,” katanya.
Demokrat bisa saja memutuskan tetap berada di Koalisi Indonesia Adil Makmur jika posisi sebagai oposisi itu menguntungkan Demokrat. “Kami mungkin lebih memilih di luar, kalau ketika di luar itu, kami sebagai partai penyeimbang bisa satu frekuensi dengan suara rakyat, mengkritisi pemerintah, dan bisa lebih mendapat simpati masyarakat,” katanya.
Sinyal merapatnya Demokrat ke koalisi pendukung Jokowi-Amin muncul setelah Komandan Tugas Bersama Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Kamis (2/5/2019) lalu, atas undangan dari Jokowi. Bersama Jokowi, Agus, yang datang dengan mengendarai mobil bernomor polisi B 2024 AHY, membicarakan situasi politik terkini pasca pemilu.
Dalam Pemilu 2019 ini, berdasarkan data Situng KPU per 6 Mei 2019 yang diperoleh dari 258.051 TPS atau 31,7 persen dari total 813.350 TPS, perolehan suara Demokrat menurun dari Pemilu 2014 yaitu di angka 8,24 persen. Sebagai pembanding, pada Pemilu 2014, Demokrat mendapat 10,19 persen. Setelah sempat menjadi pemenang Pemilu 2009, suara Demokrat terus menunjukkan tren menurun.
Meski belum ada keputusan resmi, Demokrat adalah salah satu partai yang sejak saat ini sudah mulai mempersiapkan langkah untuk Pemilu 2024. Agus Harimurti Yudhoyono, yang juga putra SBY, menjadi sosok yang disiapkan untuk diusung di pemilihan presiden berikutnya.
Pembicaraan internal koalisi
Selain dengan Demokrat, Jokowi juga sempat bertemu dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) di Istana Negara, Rabu (24/4/2019) lalu, usai pelantikan Gubernur Maluku Murad Ismail.
Terkait itu, Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno menegaskan, untuk saat ini, pihaknya masih bergabung dengan Koalisi Indonesia Adil Makmur yang mengusung Prabowo-Sandiaga. Terkait arah politik ke depan, ia mengatakan, akan ada pembicaraan khusus di internal koalisi.
“Lima tahun lalu, Pak Prabowo mengumpulkan koalisinya dan menanyakan bagaimana kelanjutan Koalisi Merah Putih (koalisi Prabowo-Hatta Rajasa saat 2014). Jadi, nanti akan ada pembicaraan serupa di antara partai koalisi, apapun hasil pemilu nanti,” katanya.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate yang juga Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Amin mengatakan, koalisi membuka ruang kerja sama pasca pemilu dengan partai mana pun. Kendati demikian, dengan koalisi besar yang saat ini sudah terdiri atas sepuluh partai politik, komunikasi di internal partai perlu dikedepankan terlebih dahulu untuk menjaga soliditas.
“Kami membuka ruang kerja sama untuk gotong royong politik, tetapi basis kekuatan Pak Jokowi adalah koalisi yang sudah ada saat ini. Karenanya, proses ini juga harus tetap menjaga agar basis koalisi awal tetap solid dan kuat. Kami sepakat untuk membuka peluang kerja sama, tetapi dengan tetap menjaga soliditas itu,” katanya.