Enam Jembatan Dibangun untuk Jamin Lintasan Gajah di Jalan Tol Riau
PT Hutama Karya, pelaksana pembangunan Jalan Tol Pekanbaru-Dumai di Provinsi Riau, sepakat tidak akan mengganggu habitat gajah sumatera (”Elephas maximus sumatranus”) yang masih tersisa. Untuk menghindari kerusakan koridor satwa langka itu, akan dibangun enam jembatan untuk menjamin keberadaan lintasan gajah di jalur tol sepanjang 131 kilometer itu.
PEKANBARU, DUMAI — PT Hutama Karya, pelaksana pembangunan Jalan Tol Pekanbaru-Dumai di Provinsi Riau, sepakat tidak akan mengganggu habitat gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang masih tersisa. Untuk menghindari kerusakan koridor satwa langka itu, akan dibangun enam jembatan untuk menjamin keberadaan lintasan gajah di jalur tol sepanjang 131 kilometer itu.
”Di wilayah habitat gajah yang ditentukan, semua kendaraan di jalan tol nantinya akan berjalan di atas jembatan. Sementara di bawah (jembatan), lintasan gajah dibiarkan tanpa gangguan apa pun. Bahkan, manusia dilarang melewati jalur di bawah jembatan. Itu adalah rancangan desain kami untuk lintasan gajah,” kata Dinny Suryakencana, Pemimpin Proyek Jalan Tol Pekanbaru-Dumai Seksi 3 dan 4, dalam perbincangan dengan Kompas di Kantor PT Hutama Karya, Pekanbaru, Selasa (7/5/2019).
Dinny didampingi oleh Pemimpin Proyek Tol Pekanbaru-Dumai Seksi 1 dan 2 Bambang Hendrarto beserta tiga anggota staf, termasuk Yanuar WN dari bagian humas. Pertemuan itu dimaksudkan untuk memberikan penjelasan lebih rinci terkait pemberitaan Kompas pada Sabtu (4/5/2019) berjudul ”Tol Riau Potensial Ganggu Habitat Gajah”.
Menurut Dinny, pihaknya sudah beberapa kali melakukan pertemuan dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau sebagai penanggung jawab konservasi gajah Riau. Rapat pun sudah menyepakati beberapa kriteria terkait lintasan gajah. Dari kriteria itu telah disusun desain jembatan tol underpass (lintas bawah).
Desain underpass terkait lintasan gajah sudah selesai dibuat oleh konsultan perencana dan diserahkan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagai pemilik jalan tol. Akan tetapi, desain itu belum diserahkan kepada BBKSDA Riau.
”Memang ada keterlambatan penyerahan gambar desain kepada BBKSDA. (Secara birokrasi) Desain gambar itu mesti disampaikan Kementerian PUPR kepada BBKSDA. Tidak boleh kami langsung yang menyerahkannya kepada BBKSDA. Desain itu sudah kami serahkan tahun lalu, tetapi belum direspons. Kami akan ingatkan kembali PUPR agar masalah ini cepat selesai,” kata Dinny.
Bambang menambahkan, persoalan lintasan gajah di ruas jalan tol Riau merupakan persoalan yang muncul belakangan. Masalah itu baru dibicarakan pada Agustus 2017. Padahal, pembangunan fisik jalan tol Riau sudah dimulai pada Desember 2016.
”Awalnya pembicaraan terkait lintasan gajah (dengan BBKSDA) hanya untuk ruas tol di seksi 2 (Minas-Kandis Selatan) karena di seksi 4 (habitat gajah terbesar di Duri) belum ada pekerjaan fisik. Dari pertemuan itu disepakati penyediaan lintasan gajah selebar 20 meter dan tinggi 5,1 meter. Saat ini, kami sedang membangun jembatan untuk menyeberangi lokasi lintasan sekaligus pemandian gajah di kawasan Sungai Tikuana, Minas. Lebarnya bahkan mencapai 45 meter,” ujar Bambang.
Sungai Tikuana adalah bagian dari habitat gajah di kantong Minas. Di lokasi itu terdapat beberapa gajah liar dan gajah jinak peliharaan Pusat Latihan Gajah Minas. Gajah liar dan jinak selalu menggunakan air Sungai Tikuana untuk minum dan mandi.
Setelah pekerjaan di seksi 4 dimulai, kata Dinny, masalah lintasan gajah kembali dibicarakan dengan BBKSDA Riau. Dalam pertemuan pada 5 April 2018 diperoleh beberapa kesepakatan untuk kriteria teknis desain. Selain itu, diputuskan akan dibangun lima jembatan underpass di seksi 4 wilayah Duri untuk mempertahankan jalur jelajah gajah di permukaan tanah. Jumlah gajah di habitat Duri diperkirakan mencapai 25 ekor.
”Memang ada kesepakatan kriteria tinggi jembatan underpass setinggi 7 meter di wilayah Duri. Namun, mengacu kesepakatan tinggi underpass di Sungai Tikuana, Minas, 5,1 meter, kami minta untuk disamakan saja dengan di Minas. Secara teknis tinggi 5,1 meter sangat dimungkinkan karena sudah leluasa dilewati truk ukuran tronton,” lanjutnya.
Menurut dia, kendala lintasan gajah adalah persoalan pertama pembangunan jalan tol di Indonesia. Karena itu, belum ada acuan teknis yang dapat dipakai untuk referensi atau rujukan pembangunan di Tanah Air.
Meski demikian, kata Dinny, sebagai pembanding, mereka pernah melihat di situs internet tentang jalur lintasan gajah yang dibangun di jalan raya Kenya, Afrika. Jalur itu hanya berupa terowongan di bawah jalan raya. Tingginya sekitar 4 meter dan lebar sekitar 10 meter.
”Terowongan gajah di Afrika itu kecil dan gelap. Namun, di Riau nanti, jelajah gajah tetap terang,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala BBKSDA Riau Suharyono mengatakan, pihaknya masih menunggu gambar desain teknis underpass di tol Riau untuk menjaga lintasan gajah tetap seperti aslinya. Ia siap mendiskusikan masalah teknis apa pun sepanjang tidak merusak habitat gajah.
Tumpang tindih
Pada bagian lain, Dinny mengatakan, pembangunan fisik jalan tol Riau di seksi 3 dan 4 ruas Kandis Selatan-Duri Utara terus dilaksanakan. Masih ada kendala berupa pembebasan tanah akibat tumpang tindih lahan konsesi PT Chevron yang diduduki warga. Selain itu, terdapat pula kelompok masyarakat yang menolak besaran uang ganti rugi uang yang disodorkan tim pembebasan tanah untuk jalan tol.
”Persoalan pembebasan lahan memang memakan waktu karena ada sengketa di lahan konsesi PT Chevron. Aturan hukum tidak membolehkan ganti rugi tanah negara yang diokupasi warga, tetapi membolehkan ganti rugi bangunan dan tanam tumbuh. Seluruh persoalan sudah disampaikan ke pengadilan untuk konsinyasi,” katanya.
Pada seksi 3, ruas Minas Selatan-Kandis Utara sepanjang 16,9 kilometer, kata Dinny, progres pembebasan tanahnya sudah mencapai 94 persen. Adapun pembangunan fisik baru 50 persen. Di seksi 4, ruas Kandis Selatan-Duri Utara sepanjang 26,5 kilometer, penyelesaian lahan 89,5 persen dan pembangunan fisik 43,4 persen.