JAKARTA, KOMPAS – Kenaikan tarif dalam aturan baru Menteri Perhubungan membuat warga berpikir ulang untuk menggunakan jasa ojek dalam jaringan atau daring. Sebagian dari konsumen berencana mengakali pengeluaran bila tarif baru nanti dirasa cukup menguras kocek.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 348 Tahun 2019, biaya jasa ojek daring kini diatur dengan sistem zonasi. Zona I yang meliputi sumatera, Jawa, dan Bali, dipatok Rp 1.850-Rp 2.300 per kilometer (km). Zona II yang meliputi wilayah Jabodetabek, biayanya berkisar Rp 2.000-Rp 2.500 per kilometer. Sementara di Zona III, yaitu Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, biayanya berkisar Rp 2.100-Rp 2.600.
Di Jakarta, kenaikan biaya perjalanan ini dikeluhkan sejumlah warga. Sela (20), warga Kota Tangerang Selatan, Banten, merasa keberatan dengan biaya yang diterapkan pada aplikasi Go-jek mulai Senin (6/5/2019). Pemberlakuan aturan tersebut menambah biaya perjalanan dari stasiun kereta ke kampusnya.
Dari Stasiun Palmerah, Jakarta Pusat, Sela terbiasa menggunakan jasa ojek daring menuju Univesitas Esa Unggul di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Biaya perjalanan Sela kini menjadi lebih mahal sekitar Rp 3.000-Rp 4.000 sekali jalan.
“Dari Stasiun Palmerah menuju ke Universitas Esa Unggul, ongkosnya menjadi Rp 17.000. Kalau setiap hari pergi dengan harga segitu, saya terpikir untuk bawa kendaraan sendiri. Biar lebih mahal, tapi bisa lebih mengatur mobilitas,” kata Sela.
Martin (34), warga Poris, Kota Tangerang, Banten, juga mengungkapkan hal serupa. Ia yang terbiasa menggunakan ojek daring untuk menuju ke Stasiun Poris harus mengeluarkan Rp 10.000 sekali jalan, lebih mahal sebelumnya, yaitu Rp 7.000.
“Kalau memang selama sebulan nanti pengeluaran terasa cukup membengkak, saya berencana untuk minta dijemput istri dengan sepeda motor dari rumah,” kata Martin.
Ketua tim peneliti Research Institute of Socio-Economic Development (RISED), Rumayya Batubara, membuat riset tentang potensi penolakan dari warga terhadap aturan penyesuaian biaya jasa. Dari 3.000 responden yang tersebar di sembilan wilayah Indonesia, 75 persen responden menolak bertambahnya pengeluaran biaya transportasi.
Sementara itu, pengemudi ojek daring justru diuntungkan dengan peraturan tarif baru. Yudi Prayudi (41), pengemudi ojek daring, kini mendapatkan tambahan penghasilan. Dulu, dalam sehari, ia mendapat penghasilan sekitar Rp 350.000 dengan 20 kali perjalanan. Berkat tarif baru, ia mendapat sekitar Rp 400.000 dengan jumlah perjalanan yang sama dalam sehari.
Romli Anwar (43), pengendara ojek lainnya, berharap kenaikan ini sama-sama memuaskan pelanggan dan pengemudi. “Karena kalau pagi, biasanya kalah saing dengan pengendara ojol yang baru bergabung. Dulu sebulan bisa dapat Rp 6 juta sampai Rp 8 juta. Saat ini, dapat Rp 4 juta saja susah banget,” tuturnya.