Lokasi Pemberhentian Ojek Daring Masih Jadi Persoalan
Oleh
Aditya Diveranta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Tidak tersedianya tempat pemberhentian resmi membuat pengemudi ojek daring memarkir atau "mangkal" sembarangan di pinggir jalan. Pemerintah Kota Jakarta Barat, misalnya, masih sulit untuk membereskan persoalan tersebut.
Pelaksana Tugas Kepala Suku Dinas Perhubungan Kota Jakarta Barat, Leo Amstrong, Selasa (7/5/2019) di Jakarta, mengatakan, ia telah menerima instruksi Kementerian Perhubungan berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat.
Pasal 8 Huruf a pada peraturan itu menyebutkan, pengemudi harus berhenti, memarkir, menaikkan, dan menurunkan penumpang di tempat yang aman dan tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Walau telah diatur oleh Permenhub, Leo mengatakan bahwa pihaknya masih terbatas untuk melakukan penertiban. Hal ini karena ojek daring bukan angkutan umum secara hierarkis dapat diatur dari tingkat dinas.
"Kami tidak punya wewenang untuk mengatur kehadiran ojek daring. Sebab, secara prinsip, mereka bukanlah angkutan umum seperti keberadaan angkutan kota (angkot) atau bus," kata Leo.
Sejauh ini, pihaknya hanya mendapat imbauan dari Gubernur agar seluruh instansi pemerintah di Jakarta Barat dapat menyediakan titik lokasi penjemputan untuk ojek daring. Fasilitas itu sebatas area kecil yang ditandai sebagai lokasi penjemputan.
Kepala Seksi Angkutan Jalan Suku Dinas Perhubungan Jakarta Barat Muhammad Husen mengatakan, keberadaan lokasi pemberhentian disediakan terbatas agar tidak memberi kesempatan kepada pengemudi ojek daring untuk "mangkal". Sebab, menurut dia, selama ini ojek daring turut menyumbang kemacetan di kota pada pagi maupun sore hari.
"Di delapan kecamatan wilayah Jakarta Barat, kami punya petugas yang mengawasi titik kemacetan kota. Sebagian wilayah macet didominasi oleh ojek daring yang menunggu penumpang. Di situ ada titik pemberhentian. Pada akhirnya, kami harus mengawasi titik lokasi tersebut agar tidak terjadi kepadatan," ucap Husen.
Dari pantauan pada Selasa siang, masih banyak pengemudi ojek daring yang berhenti atau memarkir kendaraan di sembarang tempat. Di kawasan Tanjung Duren, Grogol Petamburan, sejumlah pengemudi ojek daring memanfaatkan trotoar yang dilengkapi fasilitas kursi untuk menunggu pesanan penumpang. Bahkan, ada yang tidur siang di lokasi tersebut.
Iwan (46), pengemudi ojek daring yang juga warga Tanjung Duren, mengatakan bahwa sejumlah tempat perkumpulan itu terbentuk begitu saja. Sebagian tempat yang menjadi pangkalan pengemudi ojek daring, dulunya adalah pangkalan ojek konvensional.
"Sebagian dari mereka ada yang berhenti di pinggir jalan karena sudah berjalan jauh, sampai ada yang ketiduran di kursi taman. Kalau begitu, saya yang sesama pengemudi, kadang enggak tega untuk membangunkan mereka," kata Iwan.
Terkait hal tersebut, Husen mengatakan bahwa pihaknya hanya dapat membereskan ojek daring lewat operasi Kawasan Cipta Lalu Lintas. Ojek daring yang menimbulkan kemacetan atau mengganggu fasilitas umum akan diminta untuk pindah dari kawasan tersebut.
Ia memetakan sejumlah titik lokasi yang biasanya dipadati ojek daring. Kawasan tersebut meliputi sejumlah stasiun, seperti Stasiun Pesing, Stasiun Grogol, dan Stasiun Kota. Sementara itu, titik kepadatan lainnya yaitu apartemen dan pusat perbelanjaan, seperti di Seasons City Mal, atau di bawah jembatan layang dekat Mal Slipi Jaya.
"Sejauh ini, hanya itu yang bisa dilakukan dari tingkat suku dinas. Kami berharap bisa memberikan sosialisasi Permenhub tersebut untuk pengemudi ojek daring di tingkat kota, namun anggaran untuk sosialisai seperti ini sebenarnya tidak ada," kata Husen.