Tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana menelan biaya paling besar, di luar korban jiwa. Di daerah, masalah mitigasi bencana yang belum kuat memperbesar risiko fatal.
JAKARTA, KOMPAS— Banjir dan longsor di sejumlah daerah menunjukkan tren meningkat, baik intensitas maupun dampak merusaknya, termasuk jumlah korban meninggal. Di luar kasus kematian yang tak tergantikan, dampak bencana menggerus keuangan negara triliunan rupiah setiap tahun.
Tahun ini saja, berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kebutuhan dana yang diajukan untuk pemulihan pascabanjir di Sulawesi Selatan, Januari 2019, sebesar Rp 1,7 triliun; banjir bandang di Sentani, Jayapura (Papua) Rp 1,7 triliun; dan banjir Bengkulu Rp 600 miliar.
”Di luar bencana besar ini, rata-rata setiap tahun dana yang diajukan daerah melalui BNPB untuk pemulihan pascabanjir, longsor, atau puting beliung Rp 2 triliun. Namun, yang bisa dipenuhi kurang dari Rp 600 miliar karena terbatasnya anggaran,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, Senin (6/5/2019), di Jakarta.
Di Sentani, selain sejumlah infrastruktur publik dan rumah rusak, saat ini ribuan orang juga masih mengungsi akibat luapan Danau Sentani. Di Pulau
Jawa, sejumlah daerah, seperti Sidoarjo dan Gresik (Jawa Timur), Bandung (Jawa Barat), dan Jakarta masih dihantui banjir dan longsor seiring transisi musim yang diwarnai hujan ekstrem.
Hujan ekstrem di wilayah dengan drainase buruk, tata ruang bermasalah, dan daerah aliran sungai kritis adalah perpaduan mematikan. Itulah yang terjadi hampir di semua daerah.
Banjir meninggalkan nestapa di Bengkulu. Sebanyak 554 sapi dan kambing mati, sementara 760 hektar sawah gagal panen. ”Ribuan ton ikan petambak juga terbawa arus. Padahal, siap dijual saat Ramadhan,” kata Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah di hadapan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno di lokasi banjir.
Dana cadangan
Tahun 2019, Kementerian Keuangan meningkatkan alokasi dana cadangan bencana alam dua kali lipat menjadi Rp 15 triliun. Itu di luar anggaran BNPB dan asuransi bencana.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, dana cadangan bencana diutamakan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah. Dana itu bersifat siap pakai (on call).
Realisasi anggaran 2018 sebesar Rp 7,3 triliun. Kenaikan anggaran tahun ini mempertimbangkan realisasi dana cadangan bencana 2018 yang defisit Rp 650 miliar dari pagu APBN 2018 sebesar Rp 6,5 triliun.
Askolani menambahkan, alokasi dana bencana ada di APBN dan APBD. Namun, pemerintah pusat tak menetapkan aturan spesifik terkait persentase alokasi APBD. Wewenang diserahkan kepada pemerintah daerah, bergantung pada kebutuhan dan kemampuan. Di APBN, alokasi anggaran untuk BNPB Rp 610 miliar.
Terkait risiko, meningkatnya kerentanan bencana hidrometeorologi saat ini belum diiringi penguatan kapasitas dan dukungan dana mitigasi memadai. Bahkan, arah pembangunan di daerah cenderung menambah risiko. Ini juga menyebabkan jumlah korban jiwa dan kerugian ekonomi bertambah.
”Kalau untuk tanggap darurat, banyak kemajuan. Namun, upaya mitigasi di daerah masih sangat terbatas,” kata Sutopo.
Di Banjarnegara, Jateng, pelatihan mitigasi dilakukan meski belum tersosialisasi di masyarakat. Konsistensi masih jadi masalah, seperti mandeknya siskamling di wilayah Jemblung yang longsor dan menewaskan 108 orang, Desember 2014.
”Saya tidak tahu. Tahunya kalau ada sirene longsor bunyi langsung lari ke balai desa,” kata Marliah (34), warga Jemblung.
Di Provinsi Papua, rata-rata Badan Penanggulangan Bencana Daerah mendapat anggaran sekitar Rp 2 miliar per tahun. Jumlah personel 30 orang per wilayah tak cukup untuk kondisi geografis ekstrem.
”Seluruh Papua berpotensi bencana. Baru ada 27 BPBD. Kabupaten Asmat dan Merauke belum punya,” kata Kepala BPBD Papua Weliam Manderi.
Terkait dampak, kerugian akibat banjir dan longsor di Enrekang, Sulsel, akhir April- awal Mei ini sekitar Rp 30 miliar. Padahal, anggaran kedaruratannya Rp 1 miliar. ”Kami akan minta bantuan provinsi dan pusat,” kata Kepala BPBD Enrekang Benny Mansjur.
(KRN/RAM/AIK/PDS/DKA/FLO/REN)