Optimistis di Triwulan II
JAKARTA, KOMPAS
Perekonomian Indonesia tumbuh 5,07 persen secara tahunan pada triwulan I-2019. Konsumsi rumah tangga masih jadi penopang utama, yang menyumbang 2,75 persen dari angka pertumbuhan itu.
Sementara, menurut lapangan usaha, industri manufaktur menjadi sumber pertumbuhan tertinggi, yakni 0,83 persen.
Data yang dirilis Badan Pusat Statistik, Senin (6/5/2019), di Jakarta, menunjukkan, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) triwulan I-2019 lebih baik dari triwulan I-2018 yang sebesar 5,06 persen. Bahkan, lebih baik dari triwulan I-2017 (5,01 persen), triwulan I-2016 (4,94 persen), dan triwulan I-2015 (4,73 persen).
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ari Kuncoro berpendapat, pertumbuhan ekonomi akan lebih optimistis pada triwulan II dan III-2019. Konsumsi rumah tangga akan tumbuh pesat, dipengaruhi momen Pemilu 2019 serta Ramadhan dan Idul Fitri.
Kinerja ekspor juga bisa tumbuh tinggi jika Amerika Serikat-China mencapai kesepakatan. Perbaikan ekonomi kedua negara ekonomi terbesar di dunia itu akan mendorong pertumbuhan ekspor Indonesia. Dampak kinerja ekspor baru terasa pada perekonomian triwulan IV-2019.
“Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi 2019 bisa 5,2 persen,” kata Ari.
Sementara, pengajar Unika Atma Jaya Jakarta, A Prasetyantoko, mengatakan, konsumsi rumah tangga cenderung stagnan. “Konsumsi dan belanja pengusaha serta pemerintah diharapkan bisa maksimal pada triwulan II-2019,” ujarnya.
Selain pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang belum sesuai ekspektasi, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2019 juga tertahan kinerja investasi. Investor bersikap menunggu dan melihat situasi pasca Pemilu 2019.
Dalam konferensi pers, Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, daya dorong konsumsi rumah tangga masih tertahan kendati pertumbuhannya positif. Beberapa komponen konsumsi rumah tangga tumbuh melambat, yaitu transportasi dan komunikasi, restoran dan hotel, serta pakaian, alas kaki, dan jasa perawatan.
”Kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi kurang tinggi karena berbagai fenomena. Akibatnya, ada beberapa komponen yang tumbuh tinggi, tetapi ada juga yang tertahan,” katanya.
Sementara, sumber pertumbuhan ekonomi dari pembentukan modal tetap bruto —atau disebut investasi—juga tertahan. Investasi tumbuh 5,03 persen atau lebih rendah dari triwulan I-2018 yang 7,94 persen.
”Pertumbuhan investasi yang melambat adalah risiko kebijakan pengendalian impor,” ujar Suhariyanto.
Pertumbuhan investasi yang melambat adalah risiko kebijakan pengendalian impor.
Menantang
Sementara, PDB sektor informasi dan komunikasi pada triwulan I-2019 tumbuh 9,03 persen secara tahunan.
Group Head Corporate Communication PT XL Axiata Tbk Tri Wahyuningsih, Senin, mengatakan, pada triwulan I-2019, kondisi industri telekomunikasi seluler masih menantang dan kompetitif. Layanan data menjadi pendukung pertumbuhan kinerja keuangan operator, kendati secara keseluruhan layanan ini belum sepenuhnya bisa jadi tumpuan utama.
Sementara, Vice President Corporate Communication PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk Arif Prabowo, yang dihubungi terpisah, mengemukakan, pada triwulan I-2019, industri telekomunikasi seluler Indonesia kembali bangkit. Setahun sebelumnya, kinerja industri terdampak implementasi kebijakan wajib registrasi nomor prabayar dengan data tunggal kependudukan yang diikuti penurunan pendapatan bisnis.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, pemerintah berusaha mendorong industri telekomunikasi tumbuh sehat agar kontribusinya terhadap PDB meningkat.
Pemerintah berusaha mendorong industri telekomunikasi tumbuh sehat.
Secara terpisah, Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G Ismy mengakui, industri tekstil dan produk tekstil tumbuh pada triwulan I-2019 karena pesanan dari pasar ekspor yang cukup besar. Di sisi lain, industri tekstil dan produk tekstil di dalam negeri dapat memenuhi permintaan ekspor yang berubah.
“Pembeli memesan produk dengan desain mereka sendiri,” katanya. (KRN/MED/FER)