Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengingatkan potensi anarkisme massa menyusul sikap sejumlah pihak yang keberatan dengan Pemilu 2019. TNI bersama Polri telah menyiapkan langkah-langkah antisipasi untuk mencegah hal itu terjadi.
Oleh
Agnes Theodora Wolkh Wagunu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengingatkan potensi anarkisme massa menyusul sikap sejumlah pihak yang keberatan dengan proses Pemilu 2019. Pihak-pihak ini disebut sengaja memanfaatkan sifat sebagian masyarakat yang mudah terprovokasi, dan polarisasi yang terbentuk selama masa kampanye Pemilu 2019.
Dalam rapat dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (7/5/2019), Hadi mengatakan, setelah penyelenggaraan Pemilu 2019, muncul ketidakpuasan dari sejumlah pihak atas proses Pemilu 2019.
Mereka kemudian gencar mengembuskan bahwa Pemilu 2019 sarat dengan kecurangan. ”Provokasi serta upaya membangun stigma, opini, khususnya di media sosial, masih gencar, termasuk soal pemilu yang sarat dengan kecurangan,” katanya.
Akibat dari hal itu, dia memprediksi dapat terjadi unjuk rasa atau bahkan penyerangan terhadap kantor penyelenggara pemilu. Untuk itu, pihaknya bersama Polri telah mengantisipasi dengan memperketat pengamanan di kantor penyelenggara pemilu. ”Sudah kami prediksi dan siagakan dengan Kapolri,” ujarnya.
Tak hanya itu, pihaknya memprediksi ada peningkatan penyebaran kabar bohong, khususnya di media sosial.
Kabar bohong ini muncul karena ada aktor-aktor yang tak dapat menahan diri, dan sengaja ingin memanfaatkan situasi yang berkembang selama masa kampanye Pemilu 2019.
”Polarisasi yang terbentuk selama masa kampanye menyebabkan identitas primordial, kesukuan, agama, dan kesenjangan sosial, dapat dimanfaatkan menimbulkan anarkisme massa,” ujarnya.
Anarkisme massa juga bisa terjadi karena aktor-aktor itu memanfaatkan sifat sebagian masyarakat yang mudah terprovokasi.
”Massa dalam jumlah besar dan tertib dapat seketika berubah jika dalam cuaca panas, lelah, dan lapar, muncul provokasi di tengah-tengah massa,” ujarnya.
Dia mencontohkan saat peringatan hari buruh internasional, 1 Mei lalu. Aksi unjuk rasa yang semula damai dan tertib kemudian dikoyak oleh kelompok tertentu yang memancing keributan sehingga membuat aksi unjuk rasa berubah menjadi keributan.
Strategi TNI
Selain bersama Polri memperketat pengamanan kantor-kantor penyelenggara pemilu, Hadi mengatakan, sejumlah strategi dan langkah lain juga ditempuh oleh TNI untuk menjaga keamanan.
Salah satunya, TNI telah mengumpulkan data dan memetakan daerah-daerah potensi konflik. Selain itu, TNI juga telah memetakan indikasi pengerahan massa yang kecewa dengan proses dan hasil Pemilu 2019 di setiap wilayah.
”Melalui pembinaan teritorial, saya juga telah memerintahkan tiap satuan kewilayahan untuk membangun kedewasaan politik masyarakat. Bintara pembina desa mengajak masyarakat untuk menyadari bahwa berbeda pilihan dalam pemilu adalah hal yang lumrah, tetapi hal itu bukan berarti saling memusuhi. Demikian pula terhadap proses yang berlangsung merupakan bagian dari kedewasaan politik berbangsa dan bernegara,” tuturnya.
Hal lain, dia mengatakan telah memerintahkan semua satuan TNI untuk melakukan deteksi dini, cegah dini, temu cepat, dan lapor cepat atas setiap perkembangan situasi, khususnya yang berpotensi mengganggu keamanan di satu wilayah.
TNI juga akan melanjutkan patroli bersama dengan Polri dalam rangka menjaga keamanan tetap kondusif. TNI pun akan tetap menyiagakan pasukan cadangan dan alat utama sistem persenjataan yang siap memberikan bantuan jika memang terjadi konflik.
Selain Panglima TNI, hadir pula dalam rapat yang membahas evaluasi pelaksanaan Pemilu 2019 itu Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan perwakilan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kejaksaan Agung, dan Badan Intelijen Negara (BIN).