JAKARTA, KOMPAS — Meski sektor pertanian masih menjadi lapangan kerja utama, penyerapan tenaga kerja di sektor ini kian menurun. Untuk itu perlu adanya transformasi sektor pertanian yang tradisional ke arah industrialisasi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2019, yang dikutip Kompas pada Selasa (7/5/2019), struktur lapangan kerja utama masih didominasi tiga sektor, yaitu pertanian (29,46 persen), perdagangan (18,92 persen), dan industri pengolahan (14,09 persen). Persentase itu dari total jumlah penduduk bekerja pada Februari 2019.
Jumlah penduduk bekerja pada Februari 2018 sebanyak 129,36 juta orang dan yang menganggur 6,82 juta orang. Dibandingkan pada periode sama tahun lalu, jumlah penduduk bekerja bertambah 2,29 juta orang, sedangkan pengangguran berkurang 50.000 orang.
Meski dari ketiga struktur lapangan kerja tersebut masih didominasi sektor pertanian, lapangan pekerjaan sektor ini pada Februari 2019 turun 1 persen dibandingkan pada Februari 2018. Sementara untuk penyediaan akomodasi dan makan minum, perdagangan, dan konstruksi, masing-masing meningkat 0,43 persen, 0,39 persen, dan 0,34 persen.
Keadaan lapangan kerja sektor pertanian itu memengaruhi pertumbuhan ekonomi. BPS mencatat, laju pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan I-2019 turun. Laju pertumbuhan lapangan usaha tersebut pada triwulan I-2019 sebesar 1,81 persen atau lebih rendah daripada periode sama tahun lalu yang sebesar 3,34 persen.
Laju pertumbuhan khusus sektor tanaman pangan pun semakin turun. Pada triwulan I-2019, laju lapangan usaha sektor tanaman pangan tumbuh negatif 5,94 persen atau semakin turun dari periode sama tahun lalu yang juga tumbuh negatif 3,42 persen.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, tenaga kerja di sektor pertanian memang masih besar, tetapi terus menurun. Sebab, anak muda yang mau masuk ke sektor pertanian semakin jarang.
Survei Usaha Tanaman Pangan Badan Pusat Statistik pada 2014 menunjukkan, penurunan jumlah petani usia muda sangat drastis. Petani usia 35 tahun ke bawah turun drastis dari 25,93 persen menjadi tinggal 8,14 persen. Petani yang tertinggal hanya usia 50 tahun ke atas, meningkat dari 20,19 persen menjadi 52,07 persen (Kompas, 11 September 2017).
Tenaga kerja di sektor pertanian memang masih besar, tetapi terus menurun. Sebab, anak muda yang mau masuk ke sektor pertanian semakin jarang.
”Keadaan seperti ini tentu akan membuat tingkat produktivitas sektor pertanian semakin rendah. Untuk tetap mempertahankan sektor ini sebagai tumpuan penyerapan tenaga kerja, harus ada perubahan model dengan memberdayakan dan menumbuhkan petani yang berdaya saing,” tutur Eko saat dihubungi dari Jakarta.
Selama ini, Eko menilai, para petani bercocok tanam berdasarkan tradisi dan pengalaman keseharian tanpa mempertimbangkan permintaan pasar. Inilah yang kemudian membuat produktivitas sektor pertanian lokal belum mampu mencukupi kebutuhan pasar.
Dengan demikian, permasalahan utama yang dihadapi para petani adalah kurangnya pengetahuan serta jaringan distribusi untuk memasok hasil panen ke pasar. ”Peluang inilah yang dapat dimanfaatkan anak muda, yaitu menjadi pengusaha di sektor pertanian,” ujarnya.
Pemanfaatan teknologi
Eko mengatakan, anak muda dapat berperan dengan mengedukasi petani terkait musim tanam yang disesuaikan permintaan pasar. Dalam hal ini, anak muda menjadi intermediasi antara hasil panen dan permintaan pasar.
Sejalan dengan itu, Ahli sistem komputer dan teknologi informasi dari Universitas Indonesia (UI) Bob Hardian menyampaikan hal senada. Menurut dia, pemerintah harus mengusahakan pemanfaatan lahan pertanian ke arah industrialisasi.
”Pengelolaannya itu bukan lagi secara tradisional, melainkan lahan dibuka secara massal dan diolah dengan memanfaatkan teknologi. Jadi, sektor pertanian ini bukan lagi hanya pekerjaan fisik, melainkan pemanfaatan teknologi,” kata Bob.
Pemanfaatan teknologi di sektor pertanian ini misalnya menggunakan traktor untuk membajak sawah serta drone untuk memantau luas area pertanian. Dapat pula memanfaatkan internet of things (IoT) dengan memasang sensor di tanah untuk melihat keadaan tanah.
”Pengumpulan data pertanian ke suatu sistem yang kemudian dapat dimonitor secara otomatis juga dapat dilakukan. Maka, produktivitas sektor pertanian akan lebih tinggi dan efektif. Selain itu, turut menciptakan peluang lapangan kerja baru yang menarik bagi anak muda,” tutur Bob.