Tukad Bindu, Energi Bersih Denpasar
Gambaran tentang sungai di Bali pada masa lampau identik dengan bersih dan asri. Seiring berjalannya waktu, sungai banyak yang kotor dan tercemar. Namun, kesadaran untuk mengembalikan keasrian sungai mulai tumbuh.
Kerinduan akan aura masa lalu yang menyenangkan saat bermain air dan mandi sepuasnya di Sungai Bindu, Kota Denpasar, Bali, mendorong warga Kelurahan Kesiman untuk mengembalikan keasrian sungai.
Masyarakat di empat banjar atau wilayah setingkat rukun warga, yakni Banjar Ujung, Banjar Abinangka Kaja, Banjar Abinangka Kelod, dan Banjar Dukuh, bergerak membersihkan sungai demi masa depan alam yang lebih baik.
Sungai atau yang biasa disebut tukad dalam bahasa setempat merupakan urat nadi kehidupan masyarakat Bali. Tukad Bindu, misalnya, merupakan sungai yang melintas di tengah kota sepanjang 1,5 kilometer. Airnya mengaliri sejumlah subak atau saluran irigasi persawahan di pinggiran Kota Denpasar.
Seiring perkembangan pembangunan dan pertumbuhan jumlah penduduk kota, sungai pun keruh dan dipenuhi sampah. Bantaran sungai bagai bak tempat sampah massal.
Sejak 2010, warga di sana mulai peduli terhadap Sungai Bindu. Sejumlah 30 warga dari empat banjar pun membentuk Relawan Tukad Bindu. Setiap hari, mereka berjaga bergantian dan membersihkan sampah. Para relawan ini juga mengedukasi warga lainnya melalui sekolah sungai.
Hasilnya, aliran sungai bersih tanpa ada lagi sampah. Sungai itu pun lantas menjadi salah satu tempat rekreasi, lengkap dengan sejumlah wahana rekreasi keluarga, di antaranya area permainan anak, tempat makan, dan bale-bale bambu untuk mengobrol. Di area itu tersedia akses internet gratis.
”Silakan saja Anda memancing, mandi, bermain ban karet. Aman dan nyaman,” kata Kaling (Kepala Lingkungan) Banjar Ujung I Gusti Ari Temaja (46) atau biasa disapa Gung Nik.
Prokasih
Kesadaran empat banjar itu muncul ketika Pemerintah Kota Denpasar menawarkan Program Kali Bersih (Prokasih) pada 2010. Gung Nik berpikir tawaran ini sebagai tantangan. Sebab, selama ini ia dan warga seperti melupakan kebersihan Tukad Bindu.
Gung Nik lantas mengajak warganya untuk bergerak. Ternyata, sungai itu tidak hanya melintasi wilayah Banjar Ujung, tetapi juga tiga banjar lainnya. Warga di tiga banjar lain itu juga memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk memelihara alam Bindu.
”Kami semua ngayah (bergotong royong tanpa dibayar) membersihkan Bindu ini. Tak terasa bertahan sekitar delapan tahun ini. Kami semua tak menyangka hasilnya seperti sedang bermain sulap,” ujar Gung Nik dengan penuh haru.
Dari hasil pemetaan, ternyata tanah-tanah di bantaran Sungai Bindu itu sebagian atas nama perorangan. Namun, para pemilik tanah itu tidak keberatan bila tanahnya dijadikan taman edukasi bersama.
Sungai Bindu pun menjadi percontohan Pemkot Denpasar dalam mengelola sungai-sungai lainnya. Bahkan, beberapa pemerintah daerah di luar Bali pun datang untuk studi banding ke Tukad Bindu.
Karena menjadi percontohan, Gung Nik menggagas untuk bersama-sama membangun Yayasan Tukad Bindu. Yayasan pilihan tepat bagi mereka karena sama sekali tidak berorientasi untuk komersial. ”Kami menjalankan ngayah untuk investasi kebaikan bersama sepanjang masa,” kata Gung Nik.
Ida Bagus Anom Parwata (50), salah satu Relawan Tukad Bindu, bangga menjadi bagian dari kembalinya keindahan Bindu. ”Dulu tukad ini menjadi bagian dari kehidupan. Sekarang warga memiliki kamar mandi sendiri dan lupa dengan tukad. Ya, senang bisa menjadi bagian dari perjuangan membersihkan tukad ini agar menjadi seperti zaman kecil dulu. Lega rasanya sekarang anak-anak kembali bisa mandi di tukad ini,” katanya.
Setelah asri, sejumlah kampus juga tertarik menjadikan bantaran Sungai Bindu sebagai laboratorium alam, di antaranya Universitas Mahasaraswati Denpasar dan Politeknik Negeri Bali yang menjadikannya sebagai laboratorium pertanian.
Derasnya air Sungai Bindu juga menarik Politeknik Negeri Bali untuk mengembangkan potensi pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH). Kawasan ini pun dilengkapi dengan wahana energi baru terbarukan bernama Harmoni Energi Nusantara Indonesia (HENI) Mikro.
Di wahana itu terpasang satu kincir air. Berdasarkan penelitian awal, energi listrik yang dihasilkan bisa mencapai 7.500 watt atau setara dengan 7,5 KVA. Estimasi itu melebihi kebutuhan energi listrik di kawasan Sungai Bindu.
Banjir apresiasi
Perjuangan warga di empat banjar itu pun menuai ”banjir” apresiasi. Selain apresiasi dan dukungan dari Pemkot Denpasar, pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga menjadikan Tukad Bindu sebagai percontohan dalam mengelola sungai di tengah perkotaan padat penduduk. Apresiasi juga datang dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Wali Kota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra berharap keberadaan Tukad Bindu yang semakin maju ini terus memberikan manfaat, terutama manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. Potensi destinasi wisata Tukad Bindu juga terus ditingkatkan.
”Tukad Bindu diharapkan juga memberikan aura semangat bagi warga lainnya untuk bisa menjadikan sungai-sungai sebagai tempat yang layak menjadi pekarangan dan tempat munculnya ekonomi kreatif,” katanya.
Dalam dua tahun terakhir, pemerintah setempat belum memberikan alokasi anggaran apa pun dalam membangun kawasan Tukad Bindu. Pemkot Denpasar membantu dalam pembuatan acara di kawasan itu agar ramai dan semakin dikenal, serta mengarahkan sejumlah tamu untuk mengunjunginya, salah satunya CEO World Bank Kristalina Georgieva.
Rai Mantra pun tidak ingin Tukad Bindu menjadi lahan pendapatan daerah. Meski menjadi unggulan destinasi wisata, pemda tidak akan menerapkan retribusi. Alasannya, kawasan itu merupakan hasil dari pengembangan kemandirian masyarakat sekitar Tukad Bindu.
Saat berkunjung ke Tukad Bindu, Kamis (25/4/2019), sejumlah anak dan remaja tampak bersukacita mandi di sana. Byuuur!!! Mereka bergantian menceburkan diri ke sungai. ”Ayo, asyik mandi dan bermain air di sini,” teriak mereka kepada pengunjung yang melintas. Coba, yuk!!! (Ayu Sulistyowati)