Meninggalnya balita KQS (3 bulan) di tangan ayah kandungnya, MS (23), menyadarkan kita bahwa melindungi anak dari kekerasan adalah tugas semua pihak. Apalagi, kekerasan terhadap KQS sudah dilakukan berulang kali dan diketahui oleh keluarga maupun tetangga.
KQS meninggal dengan kondisi memprihatinkan akibat dianiaya ayahnya, Sabtu (27/4/2019). Wajah bayi mungil itu tampak membiru bekas pukulan. Di pipi sebelah kiri terdapat bekas luka gigitan. Tangannya juga patah.
Wajah bayi mungil itu tampak membiru bekas pukulan. Di pipi sebelah kiri terdapat bekas luka gigitan. Tangannya juga patah.
MS membawa jenazah anaknya ke Puskesmas Kebon Jeruk untuk meminta surat kematian. Tujuannya agar kematian KQS dianggap kematian normal. Permintaan MS ditolak karena pihak Puskesmas sempat curiga. Beberapa hari kemudian setelah KQS dimakamkan, ibu KQS datang ke puskesmas untuk meminta surat kematian. Kali ini pihak puskesmas melapor ke polisi yang kemudian menangkap MS pada Rabu (1/5/2019).
MS ternyata mengonsumsi narkoba jenis sabu sehingga perilakunya menjadi lebih agresif. Motif pelaku yang tega menghabisi darah dagingnya sendiri karena tidak menginginkan kehadiran bayi. Selain itu, pelaku malu karena bayinya hasil kehamilan di luar nikah.
Menurut pengakuan MS, bayi itu dianggap membawa kesialan. Itu sebabnya pria yang berprofesi sopir tempat binatu itu begitu membenci anak kandungnya.
Sebelum KQS lahir, MS meminta istrinya untuk menggugurkan kandungan, tetapi ditolak. Ketika KQS baru berumur 1,5 bulan, MS menganiaya KQS hingga kaki kirinya patah. Sayangnya, saat kasus penganiayaan yang pertama itu tidak ada yang melapor ke polisi.
Kepala Polsek Kebon Jeruk Ajun Komisaris Erick Sitepu, Selasa (7/5/2019), mengatakan, polisi telah memeriksa saksi dokter puskesmas. Adapun perawat puskesmas telah dimintai keterangan lebih dulu. Makam KQS di Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, menurut rencana akan dibongkar untuk diotopsi oleh tim dokter forensik Rabu ini.
”Kami masih menyelidiki kenapa saat itu tidak langsung dilaporkan ke polisi. Prosedurnya kalau ada kematian yang tidak wajar harus dilaporkan polisi,” kata Erick.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto, Selasa (7/5/2019), menegaskan, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 68 Tahun 2013, jika tenaga kesehatan mendapati anak diduga kuat sebagai korban kekerasan wajib memberikan informasi kepada pihak kepolisian.
”Ini mandat negara melalui peraturan menteri kesehatan,” kata Susanto.
Ini mandat negara melalui peraturan menteri kesehatan.
Menurut Susanto, tetangga maupun keluarga tidak boleh membiarkan kekerasan yang terjadi pada anak. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak telah mengatur secara jelas. Siapa pun orangnya dilarang melakukan kekerasan terhadap anak maupun membiarkan karena telah diatur dalam undang-undang tersebut.
Susanto mengakui belum semua eksponen masyarakat memiliki kesadaran tinggi untuk melaporkan kasus kekerasan pada anak.
”Terkadang pertimbangannya karena tetangga, karena (merasa) tidak enak, bahkan pertimbangan agar tak mempermalukan lingkungan, itu sering terjadi,” ujarnya.
Terkadang pertimbangannya karena tetangga, karena (merasa) tidak enak, bahkan pertimbangan agar tak mempermalukan lingkungan, itu sering terjadi.
Susanto meminta agar pelaku dihukum seberat-beratnya. ”Perbuatan pelaku di luar akal sehat,” ujarnya.
Perbuatan pelaku di luar akal sehat.
Pendapat MS bahwa bayinya akan membawa sial atau membawa kemalangan ternyata salah. MS malah mendapat sial karena perbuatannya sendiri, yaitu membunuh anak kandungnya yang tak berdosa.