Bachtiar Nasir Mangkir dari Pemeriksaan sebagai Tersangka
Mantan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia Bachtiar Nasir tidak memenuhi panggilan Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri. Padahal, penyidik akan memeriksanya sebagai tersangka kasus dugaan pencucian uang.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mantan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia Bachtiar Nasir tidak memenuhi panggilan Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri. Padahal, penyidik akan memeriksanya sebagai tersangka kasus dugaan pencucian uang.
Penasihat Hukum Bachtiar Nasir, Aziz Yanuar, Rabu (8/5/2019), di Jakarta, mengatakan, Bachtiar meminta maaf karena tidak dapat memenuhi panggilan penyidik pada hari ini. Bachtiar berhalangan karena mengisi pengajian dan ada acara pribadi di sekitar Jakarta. Akan tetapi, Aziz tidak tahu persis kegiatan tersebut.
”Bulan Ramadhan, beliau ada kegiatan dan janji yang harus dipenuhi. Makanya, kami minta dijadwal ulang. Kami sudah komunikasi dengan penyidik untuk dijadwal ulang. Untuk jadwal pemeriksaan selanjutnya menunggu dari pihak kepolisian. Nanti ada panggilan ulang. Kami minta kebijakan untuk tolong pahami bahwa sedang Ramadhan,” ucap Aziz di kantor Bareskrim Polri.
Melalui penasihat hukumnya, Bachtiar meminta agar pemeriksaan dapat dilakukan setelah Ramadhan karena kesibukannya. Ia memastikan akan memenuhi panggilan pemeriksaan. Akan tetapi, ia belum bisa hadir kalau jadwal pemeriksaannya minggu depan.
Terkait status tersangka, Aziz mengetakan, Bachtiar menanggapi dengan santai karena sadar sudah konsekuensi dari aktivitasnya selama ini. Ia pun telah meminta dan menerima masukan-masukan dari orang dekat terkait dengan status hukum ini.
Sementara Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo secara terpisah mengatakan, panggilan kedua akan dilakukan pekan depan.
”Sudah dipersiapkan surat panggilan kedua terhadap yang bersangkutan, Minggu depan,” kata Dedi.
Adapun kasus ini bermula dari temuan indikasi penyimpangan dana Yayasan Keadilan untuk Semua oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim. Rekening tersebut merupakan penampung dana untuk aksi bela Islam yang dilakukan pada 4 November 2016 dan 2 Desember 2016.
Bachtiar mengelola dana sumbangan masyarakat sekitar Rp 3 miliar di rekening itu. Ia mengklaim dana tersebut digunakan untuk mendanai aksi bela Islam dan membantu korban bencana gempa di Pidie Jaya, Aceh, serta bencana banjir di Bima dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Ketua Yayasan Keadilan untuk Semua Adnin Armas memberikan kuasa kepada Bachtiar yang saat itu menjadi Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Kemudian, Bachtiar menguasakan kepada pegawai Bank BNI Syariah, Islahudin Akbar, untuk menarik uang.
Islahudin menarik uang dan diserahkan kepada Bachtiar. Selanjutnya, uang ini digunakan untuk kegiatan dan sebagian dikirim ke Turki.
Penyidik mendalami temuan tersebut lantaran ada klaim dari media asing di Suriah bahwa uang ini terkait dengan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS. Polisi juga menetapkan Adnin dan Islahudin sebagai tersangka dalam kasus yang sama.