Ada sembilan pihak dalam ekosistem penerbangan dan berpengaruh secara simultan pada pembentukan harga tiket pesawat di tingkat konsumen. Evaluasi harga tiket mesti melibatkan seluruh pelaku di dalam ekosistem itu.
Oleh
Maria Clara Wresti / M Paschalia Judith
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menekan harga tiket pesawat semestinya tidak semata-mata menyasar maskapai. Sebab, struktur biaya penerbangan turut dipengaruhi oleh tarif dari pelaku usaha lain dalam ekosistem bisnis jasa transportasi udara.
”Ada sembilan pihak dalam ekosistem penerbangan dan berpengaruh secara simultan pada pembentukan harga tiket pesawat di tingkat konsumen. Tidak adil kalau pemerintah hanya mengintervensi struktur biaya dari maskapai saja,” kata pengamat penerbangan dari Ikatan Alumni Jerman, Henry Tedjadharma, saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (7/5/2019).
Ekosistem penerbangan, antara lain, terdiri dari maskapai, penumpang, pengelola bandar udara, perusahaan navigasi, perusahaan penyewaan pesawat (lessor), penyedia bahan bakar, perusahaan jasa ground handling dan supporting, serta asuransi. Pemerintah mesti meminta pelaku usaha sektor lain yang ada di ekosistem penerbangan untuk mengevaluasi dan menurunkan struktur biaya.
Sebelumnya, pada rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Perekonomian, Senin (6/5/2019), Kementerian Perhubungan diberi waktu sepekan untuk mengevaluasi dan menurunkan tarif batas atas kelas ekonomi. Penurunan itu dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Selasa, menyatakan, pihaknya mempertimbangkan untuk menyesuaikan tarif batas atas. Sebab, harga tiket pesawat dinilai terlalu mahal. Kondisi itu dianggap turut menurunkan jumlah penumpang dan berdampak pada pelaku pariwisata, operator bandara, dan pengatur lalu lintas udara.
Budi Karya menambahkan, di satu sisi, industri penerbangan selama ini merugi karena harga tiket dianggap murah. Namun, di sisi lain, masyarakat dan industri terkait sudah terbiasa dengan tarif murah. Ketika tarif dinaikkan, mereka terdampak.
Undang-undang mengamanatkan maskapai untuk memberlakukan harga yang wajar, tidak kemahalan, tidak mengelabui, dan tidak menyesatkan konsumen.
Sebelumnya, Kemenhub mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor PM 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 72 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Pengamat penerbangan yang juga anggota Ombudsman RI, Alvin Lie, menyatakan, jika ingin mengubah tarif batas atas, Kementerian Perhubungan mesti mengajak bicara Asosiasi Perusahaan Penerbangan Sipil Nasional Indonesia (INACA). Kementerian Perhubungan juga wajib mengkaji struktur biaya dan komponen biaya yang masih memungkinkan dipangkas tarifnya.
Dalam menentukan tarif, kata Alvin, undang-undang mengamanatkan maskapai untuk memberlakukan harga yang wajar, tidak kemahalan, tidak mengelabui, dan tidak menyesatkan konsumen.
”Harga wajar di sini adalah maskapai tetap memperoleh laba sewajarnya taraf laba industri agar dapat menjamin kelangsungan usahanya,” kata Alvin.
Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini M Soemarno, seusai rapat di Kementerian Koordinator Perekonomian, Selasa, menyatakan, pihaknya akan mengevaluasi pos-pos biaya PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk ikut aturan yang nanti berlaku.
Secara terpisah, Direktur Utama AirAsia Indonesia Dendy Kurniawan mengatakan, pihaknya akan mengikuti aturan tarif yang berlaku di Indonesia. ”Tarif batas atas tidak jadi isu sorotan kami,” ujarnya.