Indonesia Dorong Peningkatan Kapasitas Pasukan Penjaga Perdamaian Dunia
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
NEW YORK, RABU — Indonesia, sebagai Presiden Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa selama Mei 2019, menyerukan perlunya peningkatkan kapasitas pasukan penjaga perdamaian dalam memelihara perdamaian di dunia. Hal itu penting karena peran mereka tidak hanya memantau gencatan senjata, tetapi juga membantu masyarakat melalui masa transisi dari kehidupan konflik ke damai, dan mempromosikan hak asasi manusia.
Beberapa langkah dapat dilakukan, misalnya melalui pelatihan, pengembangan kapasitas, dan penciptaan lingkungan atau kondisi kerja yang lebih cocok untuk perempuan-pasukan penjaga perdamaian.
Hal tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam sidang DK PBB di New York, Amerika Serikat, Selasa (7/5/2019) waktu setempat.
Ia mengatakan, peran pasukan penjaga perdamaian (PKO) kini lebih kompleks daripada sebelumnya. Mandat PKO tidak hanya memantau gencatan senjata, tetapi juga membantu masyarakat melalui masa transisi dari kehidupan konflik ke damai.
Peran pasukan penjaga perdamaian (PKO) kini lebih kompleks daripada sebelumnya. Mandat PKO tidak hanya memantau gencatan senjata, tetapi juga membantu masyarakat melalui masa transisi dari kehidupan konflik ke damai.
Mereka juga memfasilitasi proses politik, melindungi masyarakat, melaksanakan bantuan kemanusiaan, dan membantu mereformasi aturan hukum. Mereka juga melatih otoritas penegak hukum lokal dan mempromosikan hak asasi manusia.
”Banyak degelasi menyampaikan pentingnya agar PKO dibekali soft skills. Tidak hanya terkait keahlian prajurit, tetapi juga pemahaman lain, seperti cara berkomunikasi dan membangun kepercayaan sehingga mereka dapat menjalankan mandat sesuai kebutuhan di lapangan,” tutur Retno, dikutip dari rekaman video yang disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir, Rabu (8/5/2019) pagi WIB.
Pentingnya kemampuan berkomunikasi terbukti membantu misi PKO. Misalnya, seorang PKO bernama Major Gembong, yang saat ini bertugas di Kongo, Afrika Tengah, yang menyatukan kembali para kombatan dengan keluarga mereka. Bersama timnya, Major Gembong berbicara dengan tokoh masyarakat, kepala desa, dan keluarga untuk memungkinkan reintegrasi mantan kombatan ke dalam masyarakat.
Retno menambahkan, peran PKO menjaga perdamaian dan keamanan internasional sangat penting. Mereka lebih efisien dan delapan kali lebih murah daripada kita mengerahkan misi unilateral.
”Untuk meningkatkan kinerja mereka, harus ada sinergi antara mandat, kebutuhan di lapangan, dan pelatihan,” katanya.
Untuk itu, Indonesia menawarkan program pelatihan PKO bertajuk ”Kemitraan Segitiga” (triangular partnership). Pada 2020-2021, Indonesia berencana menjadi tuan rumah untuk program pelatihan PKO se-Asia Tenggara dan wilayah-wilayah sekitarnya.
Indonesia menawarkan program pelatihan pasukan penjaga perdamaian (PKO) bertajuk ”Kemitraan Segitiga”. Pada 2020-2021, Indonesia berencana menjadi tuan rumah untuk program pelatihan PKO se-Asia Tenggara dan wilayah-wilayah sekitarnya.
Retno juga mengusulkan agar Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) TNI di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dijadikan sebagai pusat pelatihan internasional PKO.
Selain itu, Indonesia juga menekankan pentingnya mendorong peran perempuan sebagai agen perdamaian. Bagi Retno, perempuan PKO lebih efektif dalam memenangkan hati dan pikiran masyarakat. Mengutip data dari PBB, partisipasi perempuan dalam proses perdamaian meningkatkan 20 persen perwujudan perdamaian yang lebih berkelanjutan.
”Perempuan PKO dapat lebih memberikan rasa nyaman, terutama kepada korban yang kena trauma karena konflik atau perang. Maka, harus diciptakan lingkungan kerja yang lebih kondusif bagi perempuan PKO,” kata Retno.
Saat ini, PKO hanya diperbolehkan mengambil cuti satu kali dalam setahun. Bagi perempuan PKO yang sudah berkeluarga dan punya anak, waktu itu cukup lama.
Oleh karena itu, PBB sedang mempertimbangkan agar perempuan PKO dapat mengambil cuti dua kali dalam setahun. ”Sehingga, di lapangan, perempuan PKO lebih nyaman dan dapat berkontribusi lebih besar,” kata Retno.
Isu di atas yang diangkat turut mendukung inisiatif Sekretaris Jenderal PBB bertajuk ”Aksi untuk Pemeliharaan Perdamaian” atau ”Action for Peacekeeping” (A44). Ada delapan prioritas yang ditetapkan dalam komitmen mewujudkan perdamaian internasional itu. Salah satu di antaranya adalah perempuan, perdamaian, dan keamanan, serta operasi PKO.
Menurut Retno, Indonesia merupakan salah satu negara penyumbang terbesar PKO dan berada di urutan delapan dari 124 negara. Ada total 3.080 pasukan yang disumbang Indonesia dan lebih dari 100 di antaranya adalah perempuan.
Di antara 15 negara anggota DK PBB, Indonesia berada di urutan pertama. Saat ini, PKO disebar di 14 misi di seluruh dunia, dan PKO dari Indonesia hadir di delapan di antaranya.