Manajer Barcelona Ernesto Valverde berada di kursi panas setelah timnya tersingkir dari Liga Champions musim ini. Meski masih terikat kontrak hingga akhir musim 2019/2020, Valverde terancam terdepak di akhir musim ini karena kejatuhan terbesar sepanjang sejarah di semifinal, takluk dari Liverpool setelah unggul jauh terlebih dulu.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
BARCELONA, RABU — Manajer Barcelona Ernesto Valverde berada di kursi panas setelah timnya tersingkir dari Liga Champions musim ini. Meski masih terikat kontrak hingga akhir musim 2019/2020, Valverde terancam terdepak di akhir musim ini karena kejatuhan terbesar sepanjang sejarah di semifinal, takluk dari Liverpool setelah unggul jauh terlebih dulu.
Bencana besar menimpa Barcelona saat takluk 0-4 dari Liverpool pada laga kedua semifinal Liga Champions, Rabu (8/5/2019) dini hari WIB, di Stadion Anfield. Sebelumnya, Lionel Messi dan rekan-rekan membuat peluang besar untuk lolos ke final setelah unggul 3-0 pada laga pertama.
Kejatuhan Barca dalam 90 menit kedua semifinal itu begitu mengecewakan. Momen ini merupakan pertama kalinya terjadi dalam sejarah semifinal, tim yang sudah unggul tiga gol tanpa balas tidak lolos ke babak final.
Pria yang paling bertanggung jawab dalam kekalahan ini tentunya sang pelatih, Valverde. Hasil ini seperti menunjukkan, kapasitas Valverde tidak memadai untuk membawa tim sebesar ”La Blaugrana”, julukan Barca, menjadi juara di tingkat Eropa.
Valverde seperti mengulang nasib buruk tahun lalu. Saat itu, Barca juga kalah dalam dua laga. Barca unggul 4-1 pada laga pertama perempat final melawan AS Roma dan kalah 0-3 pada laga kedua.
”Seberapa ini berpengaruh pada masa depan saya? Saya tidak tahu. Jujur saya belum memikirkan banyak hal, tetapi pelatih sudah pasti yang akan mengambil tanggung jawab ini,” kata pelatih 55 tahun asal Spanyol ini.
Keputusan Valverde bermain lebih bertahan menghadapi Liverpool justru menjadi bumerang. Padahal, dengan pemain berkemampuan menyerang terbaik, seperti Lionel Messi, Luis Suarez, dan Philippe Coutinho, Barca bisa mengontrol permainan. Mereka mampu kapan saja menghukum tuan rumah tanpa harus memberikan gol mudah.
Salah satu kesalahan terbesar dilakukan Valverde saat agregat 3-3. Bukannya menyerang, dia justru mengganti gelandang serang Coutinho dengan pemain bertahan Nelson Semedo. Kondisi itu membuat lini pertahanan Liverpool semakin nyaman.
Permainan pragmatis ini seperti mengkhianati ciri khas Barca yang memiliki filosofi menyerang dan penguasaan bola. Adapun pelatih-pelatih sebelumnya, seperti Josep Guardiola dan Jose Enrique, selalu menerapkan filosofi modern yang dibawa sang legenda, Johan Cryuff.
Valverde memang berhasil membawa pulang trofi La Liga dua musim beruntun. Namun, Valverde gagal memenuhi target utamanya, yaitu membawa Barca menjadi juara Liga Champions, yang terakhir kali mereka raih pada musim 2014/2015.
Presiden Barca Josep Maria Bartomeu meyakini, timnya akan berkaca pada akhir musim. Namun, dia meminta skuad asal Catalan ini untuk fokus menjalani sisa musim. Adapun Barca masih harus menjalani final Copa del Rey menghadapi Valencia, 25 Mei mendatang.
”Ada saatnya nanti kami akan refleksi. Sangat sulit untuk menjelaskan kekalahan ini. Saya belum berbicara dengan pemain dan pelatih setelah laga,” ucap Bartomeu.
Meski kesal karena kegagalan timnya, Suarez mencoba mendinginkan suasana. Menurut pemain asal Uruguay ini, dia dan rekan-rekannya yang bermain di lapangan, bukan sang pelatih.
”Bos (Valverde) menggunakan taktik yang sama seperti laga pertama. Dia mencoba menerapkan hal sama seperti saat kami menang. Kami harus minta maaf karena sikap yang kami tunjukkan di lapangan,” kata mantan penyerang Liverpool tersebut.
Fox Sports mengabarkan, beberapa kandidat sudah masuk dalam radar calon pelatih Barca selanjutnya. Mereka adalah Pelatih Ajax Amsterdam Erik ten Hag, Pelatih Real Betis Quique Setien, dan mantan pemain Barca, Laurent Blanc. (UEFA.COM/AP)