Menelisik Peliknya Negosiasi Dagang AS-China
WASHINGTON, SELASA — Amerika Serikat dan China akan memulai kembali perundingan pada hari Kamis (9/5/2019) di Washington DC, AS, untuk mencoba mengakhiri perang dagang di antara mereka. Salah satu pusat dari perselisihan antara dua kekuatan terbesar ekonomi dunia itu adalah masalah dominasi dalam industri teknologi tinggi di masa depan.
Apa poin-poin utama dalam pembicaraan kedua negara?
Presiden AS Donald Trump menuntut China agar lebih lanjut membuka pasarnya untuk produk-produk Amerika dengan menghilangkan hambatan untuk mengurangi defisit perdagangan yang besar yang harus ditanggung AS dengan Beijing. Nilainya mencapai 378,7 miliar dollar AS pada 2018, dan 419,3 miliar dollar AS untuk barang-barang manufaktur saja.
Beijing sudah berkomitmen membeli lebih banyak kedelai AS. Di China, kedelai digunakan untuk memberi makan babi. China juga bersedia menyerap produk-produk AS dari sektor energi. Namun, penjualan di sektor-sektor itu akan membutuhkan peningkatan impor yang besar agar defisit AS berkurang.
Pihak AS selama bertahun-tahun menuduh Beijing merajalela dalam mencuri pengetahuan yang dikembangkan AS. Tindakan yang dituduhkan itu termasuk dilakukan melalui transfer paksa teknologi. Tim juru runding Trump telah menjadikan teknologi dan perlindungan hak cipta sebagai isu utama dalam negosiasi.
Beijing telah mewajibkan perusahaan asing membentuk usaha patungan untuk melakukan bisnis di China, yang memungkinkan teknologi dan kekayaan intelektual perusahaan-perusahaan asing itu diperoleh oleh mitra lokal mereka. China juga telah beberapa kali selama bertahun-tahun berjanji menindak praktik pencurian, termasuk mengambil langkah-langkah untuk menata kembali kementerian dan lembaga yang bertanggung jawab melindungi hak kekayaan intelektual.
Namun, Washington mengatakan, upaya itu gagal membuat perubahan mendasar yang diperlukan, sebagaimana termuat baru-baru ini dalam laporan milik Perwakilan Dagang AS. Washington menyerukan diakhirinya pencurian di dunia siber. Desember tahun lalu, misalnya, otoritas AS menuduh China meretas basis data raksasa Hotel Marriott berisi informasi tentang 500 juta pelanggan.
Perlindungan kekayaan intelektual juga terkait dengan investasi China di AS. Pihak berwenang AS berang setelah ada warga negara China yang dituduh mencuri ilmu dari kantor mereka yang berpusat di AS. Komite Investasi Asing di AS telah mencegah pengambilalihan perusahaan-perusahaan utama AS oleh usahawan China dengan alasan berisiko bagi keamanan nasional.
Komite Investasi Asing di AS telah mencegah pengambilalihan perusahaan-perusahaan utama AS oleh usahawan China dengan alasan berisiko bagi keamanan nasional.
Namun, Beijing enggan untuk menyetujui kata-kata dalam kesepakatan perdagangan yang mengakui tanggung jawab atas pencurian teknologi atau peretasan data di dunia siber.
Ambisi China
Washington menyerukan kepada Beijing untuk mengurangi subsidi besar-besaran yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan milik negara. Namun, lagi, hal itu membuat semacam bentrokan dengan ambisi Cina. Beijing sangat berambisi dengan misi rencana pengembangan ”Made in China 2025” untuk menjadikan negara itu pemimpin dunia dalam industri teknologi tinggi, seperti aeronautika, robot, kecerdasan buatan, dan kendaraan energi bersih. Para pakar perdagangan mengatakan, Beijing tidak mungkin menyetujui perubahan struktur besar dalam rencana pengembangan ”Made in China 2025” tersebut.
Amerika Serikat pun telah lama menegaskan bahwa China tidak boleh menggunakan mata uang yang lebih lemah untuk membuat ekspornya lebih kompetitif. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan, ketentuan nilai tukar untuk yuan (renminbi) akan dimasukkan dalam perjanjian kedua belah pihak. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pada Juli 2018 bahwa mata uang China ”sejalan dengan fundamental” dan tidak diremehkan.
Departemen Keuangan AS juga berulang kali menahan diri daripada mengeluarkan pernyataan bahwa Beijing memanipulasi mata uangnya. Namun, laporan semi-tahunan terbaru kepada Kongres AS tentang manipulasi mata uang dinilai sudah terlambat. Terbakar oleh janji-janji yang dilanggar, AS ingin menerapkan mekanisme untuk memastikan China akan mematuhi ketentuan perjanjian apa pun. Perwakilan Dagang AS, Robert Lighthizer, telah mengusulkan pertemuan bulanan, triwulanan, dan semi-tahunan untuk meninjau kepatuhan.
Jika perusahaan-perusahaan AS melaporkan pelanggaran kesepakatan, Washington dapat mengadakan konsultasi dengan para pejabat China. Jika dalam proses itu tidak ada resolusi yang ditemukan, secara sepihak AS bakal mengenakan tarif hukuman. Namun, apa pun sistemnya, hal itu akan bekerja dua arah. Artinya, Beijing juga akan memiliki opsi untuk mengenakan tarif, juga atas prospek yang menyangkut bisnis AS.
Beijing ingin memastikan Washington akan menghapus tarif yang dikenakan Trump atas barang-barang China senilai 250 miliar dollar AS. Namun, Wakil Presiden AS Mike Pence mengatakan, nasib tarif akan tergantung pada apakah China mematuhi ketentuan perjanjian. Ahli perdagangan mengatakan, tarif kemungkinan akan dihapus secara bertahap. Walhasil, lanjutan proses negosiasi AS-China tampaknya masih relatif pelik. (AFP)