Sopir truk material di Kota Tangerang, Banten, memprotes pembatasan jam operasional. Mereka menilai, aturan itu tidak memperhatikan nasib sopir.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Sopir truk material di Kota Tangerang, Banten, memprotes pembatasan jam operasional. Mereka menilai, aturan itu tidak memperhatikan nasib sopir.
”Lebih baik tutup saja semua akses jalan di Kota Tangerang ini. Biar sekalian kami mencari pekerjaan baru,” kata Lutfi (36), Rabu (8/5/2019), melampiaskan kejengkelannya, di Stadion Benteng, Tangerang.
Di halaman Stadion Benteng, terdapat sekitar 30 truk bermuatan material yang tertahan. Mereka melanggar Peraturan Wali Kota (Perwal) Tangerang Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pengaturan Pembatasan Jam Operasional Angkutan Tanah dan Pasir. Dalam aturan itu disebutkan, truk bermuatan tanah dan pasir hanya diizinkan melintas pukul 22.00-05.00 di jalan protokol Kota Tangerang.
Lutfi mengangkut tanah dari Rangkas Bitung, Banten, menuju Dadap, Kabupaten Tangerang. Truknya berangkat dari Rangkasbitung pukul 02.00. Lalu ia, masuk Kota Tangerang pukul 07.00. Walhasil, polisi dan Dinas Perhubungan menghentikan truknya karena melewati jam operasional.
Berdasarkan aturan, truk bermuatan tanah dan pasir hanya diizinkan melintas pukul 22.00-05.00 di jalan protokol Kota Tangerang.
Di Stadion Benteng, Lutfi dan puluhan sopir truk lain sedang menunggu nasib. Perusahaan truk miliknya sedang berkomunikasi dengan Dinas Perhubungan.
”Kalau sampai sore tidak ada kejelasan dan inisiatif dari perusahaan juga tidak, saya akan tinggal truk ini,” kata pria yang rumahnya di Rangkasbitung ini.
Lutfi menerangkan, sejak aturan ini berlaku, dalam dua hari dua malam dia hanya mendapat satu rit. Adapun pendapatan bersih satu rit itu berkisar Rp 150.000.
Sebelumnya, untuk satu rit perjalanan, Lutfi hanya butuh waktu sehari semalam. ”Belum lagi hujan, kami tidak boleh keluar karena bikin jalan kumuh,” katanya.
Di sisi lain, lanjut Lutfi, angsuran utang menanti setiap bulan. Sedikitnya ayah dua anak ini harus merogoh kocek Rp 1,5 juta per bulan. Rinciannya untuk kredit motor dan biaya cicilan bank.
Wahyudin (34) mengaku belum mengetahui aturan pembatasan jam operasional ini. Sebelum Ramadhan, katanya, ia masih aman melintas di Kota Tangerang. Oleh sebab itu, pria yang membawa serta istri dan anaknya ini tanpa rasa bersalah melintas di Kota Tangerang pukul 08.00. Ia membawa material dari Balaraja menuju Dadap.
”Kalau bisa, dicabut lah aturannya. Kami ini, kan, cuma sopir. Untuk kebutuhan sehari-hari saja sering ngutang,” katanya.
Seorang sopir yang tak menyebutkan namanya mengatakan, sebenarnya ada alternatif lain bagi sopir yang membawa material dari Balaraja menuju Dadap. Alternatif lain itu melalui Jalan Tol Balaraja Timur. Akan tetapi, ini membuat biaya perjalanan jadi membengkak.
”Uang jalan Rp 700.000. Sebesar Rp 400.000 habis buat bahan bakar. Belum lagi bayar tol, biaya pecah ban, sama makan, tinggal berapa coba?” kata pria berbaju hitam ini.
Saat dikonfirmasi terkait keluhan sopir truk, Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Tangerang Wahyudi Iskandar belum bisa memberikan komentar.
Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Metro Tangerang Kota Ajun Komisaris Besar Polisi Juang Andi Priyanto berjanji akan mengirimkan data jumlah truk yang ditahan pada pukul 13.00. Namun, hingga berita ini diturunkan, yang bersangkutan belum bisa dihubungi.
Editor:
M Fajar Marta
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.