Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, akan mengakomodasi siswa berprestasi yang ingin mendaftar di sekolah-sekolah unggulan di luar zona atau jauh dari domisilinya. Namun, kebijakan ini hanya berlaku untuk pendaftaran di 11 sekolah menengah pertama yang masuk dalam sekolah kawasan.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, akan mengakomodasi siswa berprestasi yang ingin mendaftar di sekolah-sekolah unggulan di luar zona atau jauh dari domisilinya. Namun, kebijakan ini hanya berlaku untuk pendaftaran di 11 sekolah menengah pertama yang masuk dalam sekolah kawasan.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya M Ikhsan, Rabu (8/5/2019), di Surabaya, mengatakan, kebijakan ini sepenuhnya mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 dan Surat Edaran Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Menteri Dalam Negeri Nomor 420/2973/SJ tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Pada awalnya, PPDB di Surabaya menggunakan aturan zonasi berbasis jarak tempat tinggal dengan sekolah. Namun, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berkonsultasi dengan Kemdikbud untuk mengakomodasi permintaan sejumlah wali murid yang menginginkan pendaftaran berbasis prestasi.
”Ada 11 SMP di Surabaya yang PPDB-nya menggunakan nilai dan ujian. Sekolah-sekolah ini merupakan sekolah khusus yang menjadi acuan bagi sekolah lain di sekitarnya,” kata Ikhsan.
Ada 11 SMP di Surabaya yang PPDB-nya menggunakan nilai dan ujian. Sekolah-sekolah ini merupakan sekolah khusus yang menjadi acuan bagi sekolah lain di sekitarnya.
Sekolah khusus yang menerima pendaftaran berbasis prestasi tersebar di lima kawasan Surabaya. Di setiap kawasan terdapat dua sekolah. Sekolah yang dimaksud adalah SMPN 1, SMPN 2, SMPN 3, SMPN 6, SMPN 12, dan SMPN 15 Surabaya. Kemudian, SMPN 19, SMPN 22, SMPN 25, SMPN 26, dan SMPN 35 Surabaya.
Dengan demikian, dari 63 SMPN di Surabaya, 52 SMPN menggunakan sistem zonasi. Terdapat 31 zona yang terbagi di tiap kecamatan. Pada setiap zona setidaknya ada empat pilihan sekolah. Adapun untuk SD, semua tetap mengacu pada zonasi.
Ikhsan menuturkan, pendaftaran melalui jalur prestasi tersebut sesuai dengan Pasal 23 Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018. Dalam aturan tersebut ditulis bahwa ketentuan mengenai jalur pendaftaran PPDB prestasi dikecualikan untuk sekolah yang menyelenggarakan pendidikan khusus. Dalam hal ini, 11 sekolah di Surabaya merupakan sekolah kawasan yang digunakan untuk meningkatkan mutu sekolah-sekolah lain di sekitarnya.
Siswa yang ingin mendaftar di sekolah kawasan itu akan bersaing menggunakan nilai ujian nasional dan tes potensi akademik. Jika tidak lolos ujian, mereka tetap bisa memanfaatkan PPDB berbasis zonasi. Artinya, setiap siswa bisa mendaftar di dua sekolah, yakni sekolah kawasan dan sekolah zonasi. Namun, jika tidak ingin mendaftar di sekolah kawasan, siswa bisa memilih dua pilihan di sekolah zonasi.
Jika tidak lolos ujian, mereka tetap bisa memanfaatkan PPDB berbasis zonasi.
Ikhsan mengatakan, pemerataan kualitas pendidikan seperti tujuan dari sistem zonasi sudah diterapkan di Surabaya sejak 2012. Saat itu, Pemkot Surabaya mengembangkan sekolah-sekolah unggulan di lima kawasan di Surabaya sehingga sekolah-sekolah unggulan hanya berada di pusat perkotaan.
Salah satu orangtua murid, Sri Ermiyati, mengatakan, pemerintah sangat mengakomodasi keinginan siswa dan orangtua yang ingin bersekolah di sekolah favorit, tetapi jauh dari rumah. Jika nantinya siswa tidak lolos ujian di sekolah khusus, dia tetap akan menerima untuk memilih sekolah terdekat sesuai zona.
”Yang penting sudah berusaha mendapatkan sekolah terbaik yang diinginkan anak,” ucapnya.
Berbeda dengan PPDB SD dan SMP di Surabaya, Pemprov Jatim justru menggunakan basis prestasi di semua SMA di Jatim. Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, siswa dapat mendaftar di luar zona atau tidak harus dekat dengan rumah. Acuan yang digunakan adalah nilai ujian nasional sehingga siswa akan diranking untuk memenuhi kuota sekolah yang diinginkan.
”Seleksi menggunakan nilai ujian nasional untuk kuota sekolah 70 persen, sedangkan sisanya 20 persen untuk warga miskin dan masing-masing 5 persen untuk siswa berprestasi dan mutasi,” ujarnya.
Kepala daerah untuk tetap patuh pada aturan. Jika ada pengecualian, sebaiknya harus sesuai persetujuan dari Kemdikbud agar tidak melanggar aturan yang sudah dibuat.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jatim Agus Widiyarta mengingatkan kepala daerah untuk tetap patuh pada aturan. Jika ada pengecualian, sebaiknya harus sesuai persetujuan dari Kemdikbud agar tidak melanggar aturan yang sudah dibuat.
”Meskipun ada desakan dari masyarakat, setiap kebijakan harus tetap mengacu pada aturan yang berlaku dan tidak boleh membuat aturan sendiri yang bertentangan dengan aturan di atasnya,” kata Agus.