Proses Pemindahan Ibu Kota Butuh Pertimbangan Matang
Pemindahan ibu kota Indonesia memerlukan perencanaan dan pertimbangan yang matang. Biaya besar yang dikeluarkan untuk memindahkan ibu kota jangan sampai sia-sia jika program ini tidak berjalan efektif.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemindahan ibu kota Indonesia memerlukan perencanaan dan pertimbangan yang matang. Biaya besar yang dikeluarkan untuk memindahkan ibu kota jangan sampai sia-sia jika program ini tidak berjalan efektif. Selain itu, jangan sampai masalah yang ada di Jakarta malah ikut berpindah ke daerah baru yang akan menjadi ibu kota.
Ahli perencanaan wilayah dan kota Hendro Sangkoyo, di Jakarta, Rabu (8/5/2019), mengatakan, pemindahan ibu kota membutuhkan perencanaan matang dengan melihat kajian di sejumlah wilayah. Menurut ia, jangan sampai pemindahan ibu kota ini malah jadi memindahkan masalah di Jakarta ke daerah yang akan dijadikan ibu kota.
”Perlu dilihat perencanaan yang matang, dari sisi potensi bencana yang ada di wilayah baru ini, seperti bencana alam ataupun bencana sosial,” ucapnya dalam acara diskusi ”Maju Mundur Ibu Kota” di Jakarta, Rabu.
Hendro mengatakan, rencana ini memang sudah dicanangkan Presiden Joko Widodo sejak beberapa tahun lalu, tetapi baru menuju tahap yang lebih serius pada tahun ini. Menurut ia, semua pihak tidak boleh memandang rencana ini hanya sebagai pengalihan isu dan motif politik semata. Namun, rencana ini harus dikawal agar bisa berjalan efektif.
Menurut rencana, pemerintah pusat telah menyiapkan dana Rp 323 triliun-Rp 466 triliun untuk proses pemindahan ibu kota. Pendiri Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja, mengatakan, biaya besar tersebut harus dikawal penggunaannya.
”Biaya itu cukup besar dan kita tidak tahu apakah nantinya menggunakan APBN atau tidak. Oleh sebab itu, jangan sampai biaya yang dikeluarkan ini sia-sia dan tidak menyelesaikan masalah di Jakarta,” ujarnya.
Peneliti lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Dwi Sawung, menuturkan, masalah lingkungan di Jakarta tidak serta-merta selesai jika ibu kota dipindahkan. Menurut ia, masalah ketersediaan air bersih dan banjir harus menjadi perhatian khusus meski ibu kota sudah pindah ke luar Pulau Jawa.
”Masalah banjir di Jakarta ini merupakan dampak dari daerah sekitar. Oleh sebab itu, perlu sinergi antara Jakarta dan daerah metropolitan di sekitarnya untuk menyelesaikan masalah ini,” ucapnya.
Masalah polusi akibat banyaknya kendaraan di Jakarta juga belum tentu terselesaikan jika ibu kota pindah ke Jakarta. Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, jumlah kendaraan pribadi di DKI Jakarta ada 17 juta unit.
”Jika ibu kota dipindahkan, belum tentu masalah kemacetan dan polusi bisa teratasi karena banyaknya kendaraan pribadi di kota ini,” ujarnya.
Transisi
Sejarawan JJ Rizal mengatakan, wacana pemindahan ibu kota ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah, sudah ada sejak era Presiden Soekarno pada tahun 1957. Menurut ia, jika pemerintah ingin memindahkan ibu kota, harus dilihat seberapa besar urgensinya.
”Sebaiknya kantor-kantor kementerian serta kantor pemerintahnya saja yang dipindahkan agar tidak terpusat di Jakarta saja,” katanya.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng mengatakan, permasalahan kompleks di DKI Jakarta tidak bisa selesai hanya karena perencanaan pemindahan ibu kota. Menurut dia, perlu waktu transisi yang cukup panjang agar konsep pemindahan ibu kota ini berjalan efektif.
”Mungkin butuh waktu sekitar belasan tahun untuk memindahkan ibu kota. Tidak bisa hanya dilakukan dalam jangka waktu lima tahun,” ujarnya.