LIVERPOOL, SELASA — Sekitar 14 tahun silam, di Istanbul, tidak seorang pun percaya Liverpool mampu menjuarai Liga Champions saat tertinggal 0-3 dari AC Milan di final. Namun, Steven Gerrard dan rekan-rekan membalikkan keadaan, lalu juara lewat adu penalti. Sejarah mencatatnya dengan sebutan ”Miracle of Istanbul”.
Misi hampir mustahil itu kembali lagi ke hadapan pasukan ”The Reds”, julukan Liverpool, saat menghadapi Barcelona pada leg kedua semifinal, Rabu (8/5/2019) dini hari WIB, di Stadion Anfield, Liverpool. Mereka tertinggal agregat 0-3 setelah ”diremukkan” di leg pertama.
Namun, sekali lagi, bukan The Reds jika tanpa keajaiban. Malam magis di Istanbul berpindah ke Anfield. Gerrard, aktor utama kejayaan di final 2005, kembali hadir. Akan tetapi, kali ini hanya menjadi saksi keajaiban di bangku penonton.
Bermodalkan hasrat dan determinasi tinggi, Liverpool membalikkan keadaan dan lolos ke final lewat kemenangan 4-0. Dua gol masing-masing dari Divock Origi dan Georginio Wijnaldum menghentikan laju Lionel Messi dan rekan-rekan dengan agregat 4-3.
”Seluruh hasil ini sebenarnya terlalu banyak. Ini luar biasa. Saya bahkan mengatakan kepada anak-anak sebelum laga bahwa ini mustahil. Akan tetapi, mereka mengubahnya,” sebut Klopp yang melompat-lompat di lapangan setelah peluit panjang dibunyikan.
Wajar saja Klopp terkejut. Dua pemain bintangnya, pencetak total 42 gol musim ini, Salah dan Firmino, tidak dapat memperkuat tim. Mereka digantikan pemain pelapis Origi dan Xherdan Shaqiri. Belum lagi, mereka dikutuk sejarah, belum ada satu pun tim yang membalikkan keadaan setelah tertinggal 0-3 di semifinal.
Selain harus mencetak empat gol, pemain Liverpool juga harus menahan sengatan trio Barca, yaitu Messi, Luis Suarez, dan Philippe Coutinho. Misi ini bisa dikatakan lebih sulit daripada keajaiban di Istanbul.
”Menang saja sudah sulit, apalagi bisa tanpa kebobolan. Saya tidak tahu bagaimana. Ini sangat berarti bagi kami. James Milner sampai menangis di lapangan. Ini adalah fase terbaik dalam sepak bola,” kata pelatih asal Jerman yang sempat terdiam karena kaget saat melihat timnya mencetak gol keempat.
Gol penentu kemenangan The Reds bagaikan jatuh dari langit. Berawal dari tendangan sudut, bek sayap Trent Alexander Arnold memanfaatkan kelengahan pertahanan Barca. Arnold, eksekutor tendangan sudut, yang melihat Origi tanpa pengawalan langsung mengoper cepat bola ke sang striker.
Origi dengan sempurna mengeksekusi bola ke sudut kiri gawang Barca saat laga menyisakan 11 menit. Tendangan keras itu menyudahi perlawanan Barca yang sempat mencoba mencari gol tandang pada akhir-akhir laga.
Gelandang sekaligus kapten Liverpool, Jordan Henderson, mengungkapkan, kepercayaan diri para pemain di ruang ganti merupakan modal awal kemenangan. ”Kami tahu bisa menghasilkan sesuatu. Ini adalah malam yang spesial di Anfield. Semuanya seperti tidak nyata,” kata penggawa tim nasional Inggris itu.
Meski tidak bermain, Mohamed Salah dan Roberto Firmino tetap datang ke lapangan untuk memberikan dukungan moral. Salah menarik perhatian di bangku penonton. Pemain asal Mesir ini mengenakan baju bertuliskan ”Never Give Up” atau jangan pernah menyerah.
Sebelumnya, mantan pelatih sekaligus legenda Arsenal, Arsene Wenger, sudah memperingatkan Barca menjelang leg kedua. Selama 22 tahun melatih Arsenal, Anfield merupakan salah satu stadion paling angker yang paling ditakutinya.
”Liverpool sudah 29 tahun tidak juara Liga Primer. Akan tetapi, mengapa mereka bisa begitu hebat di Liga Champions? Alasannya adalah mereka bermain di Anfied. Atmosfer di stadion itu bisa mengubah segalanya,” ujar Wenger.
Atmosfer di Stadion Anfield begitu fantastis, dini hari tadi. Sekitar 55.000 penonton yang mayoritas pendukung Liverpool tidak berhenti bersorak selama 90 menit. Mereka juga menyanyikan lagu khasnya, ”You’ll Never Walk Alone”.
Hasil semifinal itu membuat Liverpool lolos dua kali beruntun ke final. Musim lalu, mereka gagal juara setelah kalah dari Real Madrid di final.
Mimpi buruk
Barca sebenarnya mengawali laga dengan cukup aman. Turun dengan skuad utamanya, tim asuhan Ernesto Valverde itu hanya tertinggal 0-1 saat jeda tengah laga. Namun, mimpi buruk tim asal Catalan ini hadir pada awal babak kedua.
Saat itu, Klopp memasukkan Wijnaldum menggantikan Andrew Robertson. Kehadiran Wijnaldum membuat serangan tuan rumah lebih tajam. Tusukannya masuk ke kotak penalti berbuah dua gol cepat dalam tiga menit.
Sejak gol itu, Barca kehilangan jiwanya. Kampiun La Liga itu tampak grogi dan tidak mampu menembus barisan tengah Liverpool. Sang ”alien”, Messi, tidak berkutik karena dijaga ketat oleh Fabinho.
”Kami tidak bisa mengatasinya setelah kebobolan dua gol cepat. Ini adalah hasil buruk untuk kami dan pendukung. Sungguh tidak beruntung, tetapi selamat untuk Liverpool,” ucap Valverde.
Hasil ini membuat Barca kembali menelan pil pahit. Musim lalu, hasil serupa terjadi saat perempat final melawan AS Roma. Setelah unggul 4-1 di leg pertama, mereka tumbang 0-3 di markas Roma. (UEFA.COM/REUTERS)