Separuh dari total luas kebun cengkeh di Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh tidak produktif karena usia tanaman sudah renta. Peremajaan terlambat dilakukan, padahal dalam beberapa tahun terakhir harga cengkeh terus membaik.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
SINABANG, KOMPAS — Separuh dari total luas kebun cengkeh di Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh, tidak produktif karena usia tanaman sudah renta. Peremajaan terlambat dilakukan, padahal dalam beberapa tahun terakhir harga cengkeh terus membaik.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Simeulue Hasrat dihubungi pada Kamis (8/5/2019) mengatakan, luas kebun cengkeh di kabupaten itu 14.800 hektar. Dalam setahun total produksi sebanyak 2.800 ton. ”Banyak tanaman tua sehingga tidak produktif lagi,” kata Hasrat.
Saat ini tanaman cengkeh di Simeulue umumnya berusia di atas 30 tahun sampai 40 tahun. Dalam sekali panen, per batang hanya menghasilkan 10 kg sampai 20 kg cengkeh basah. Padahal, tanaman cengkeh dapat menghasilkan maksimal sampai 100 kg per batang.
Hasrat mengatakan, peremajaan mendesak untuk dilakukan. Batang yang tua akan ditebang, ditanami bibit baru. Saat ini pihaknya sedang mencari tanaman induk ke kebun-kebun warga untuk dipersiapkan sebagai bibit.
Produksi cengkeh di kabupaten yang terletak 105 mil dari lepas pantai daratan Aceh pasang surut. Pada 1998 produksinya 3.000 ton per tahun, tetapi pada 2011 turun menjadi 740 ton. Menurunnya produksi saat itu karena petani tidak merawat lantaran harga murah.
Harga cengkeh memang pernah anjlok ke posisi terendah, yakni Rp 2.700-Rp 7.000 per kg. Pada era 1980-an, harga cengkeh sepenuhnya dimonopoli pemerintah. Bahkan, pemerintah pernah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1980 tentang Tata Niaga Cengkeh Dalam Negeri.
Kini, pelan-pelan harga cengkeh membaik. Pada 2010, harga cengkeh Rp 26.000 per kg, naik menjadi Rp 80.000 pada 2015. Pada 2016 kembali naik menjadi Rp 105.000 dan kini harganya Rp 120.000 per kg.
Kenaikan harga membuat petani kian semangat merawat tanaman. Kebun yang pernah ditelantarkan mulai digarap kembali. Namun, sayangnya, usia tanaman sudah tua sehingga kurang produktif. Kata Hasrat, pihaknya kurang merespons kondisi pasar sehingga gerakan peremajaan terlambat dilakukan.
Cengkeh Simeulue dijual ke Pulau Jawa sebagai bahan baku pembuatan rokok kretek. Untuk menjaga kestabilan harga, Pemkab Simeulue bekerja sama dengan perusahaan rokok. Perusahaan tersebut komitmen membeli cengkeh warga dengan harga minimal, yakni Rp 61.250 per kg. Namun, saat harga di pasar di atas Rp 61.250 per kg, perusahaan rokok itu membeli sesuai dengan harga pasar. Adapun harga di pasar saat ini Rp 120.000 per kg.
Yudi (25), petani cengkeh di Simeulue, mengatakan, kebun milik keluarganya mengalami penurunan produksi. Pada 2014, dalam satu batang dapat 70 kg cengkeh basah, tetapi pada 2018 turun menjadi 40 kg. ”Usia tanaman di atas 30 tahun, ditanam sebelum orangtua saya menikah,” kata Yudi.
Keluarga Yudi memiliki 1 hektar lahan cengkeh dengan jumlah 70 batang. Saat ini sebagian tanaman yang sudah tua ditebang untuk diganti dengan bibit baru.