Konsumsi rumah tangga masih menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Peran konsumsi rumah tangga perlu dijaga, bahkan ditingkatkan. Untuk itu, pemerintah dinilai perlu menerbitkan kebijakan ekstra.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konsumsi rumah tangga masih menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Konsumsi masyarakat menyumbang 2,75 persen terhadap pertumbuhan ekonomi triwulan I-2019 yang sebesar 5,07 persen.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, peran konsumsi rumah tangga terhadap produk domestik bruto (PDB) triwulan I-2019 sebesar 56,82 persen. PDB Indonesia pada triwulan I-2019 berdasarkan harga berlaku Rp 3.782,4 triliun.
Peran konsumsi rumah tangga perlu dijaga, bahkan ditingkatkan. Untuk itu, pemerintah dinilai perlu menerbitkan kebijakan ekstra. Dengan dukungan kebijakan itu, target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,3 persen bisa dicapai.
Paparan tim ekonom PT Bank Central Asia Tbk yang dipimpin David E Sumual menyebutkan, pertumbuhan ekonomi 5,07 persen itu di bawah konsensus analis yang sebesar 5,2 persen. Dalam paparan yang dikutip Selasa (7/5/2019), pertumbuhan PDB tahun ini diproyeksikan 5 persen.
”Yang paling mengecewakan dari komponen PDB adalah konsumsi, yang tumbuh melambat dari 5,08 persen pada triwulan IV-2018 menjadi 5,01 persen pada triwulan I-2019,” jelas David dalam paparan.
Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih, di Jakarta, Selasa, mengatakan, kondisi perekonomian global memengaruhi perekonomian nasional. Dengan struktur ekonomi RI seperti saat ini, harapan meningkatkan PDB bergantung pada sektor konsumsi.
”Pada triwulan-triwulan selanjutnya, pertumbuhan ekonomi atau PDB harus berkisar 5,3 persen supaya pertumbuhan PDB Indonesia bisa mencapai 5,2 persen,” ujarnya.
Ramadhan dan hari raya Idul Fitri bisa menjadi momentum untuk menumbuhkan konsumsi sehingga kontribusinya terhadap PDB bisa lebih baik. Pada triwulan II-2019, pemerintah harus merangsang konsumsi rumah tangga agar tumbuh 5,5 persen.
Efektif
Ekonom PT Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro, berharap pemerintah dan bank sentral mengeluarkan kebijakan yang lebih efektif untuk menopang pertumbuhan ekonomi pada triwulan-triwulan berikutnya.
”Pertumbuhan ekonomi 5 persen mungkin terlihat sehat. Namun, pencapaian ini relatif rendah mengingat stimulus kegiatan Pemilu,” ujarnya.
Secara historis, menurut Satria, pemilu berkontribusi hingga 0,2 persen terhadap pertumbuhan ekonomi pada akhir tahun. Namun, pada triwulan I-2019, pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya 5,01 persen, atau yang paling rendah dalam empat triwulan terakhir.
Sementara itu, Bank Indonesia mencatat penjualan eceran tumbuh pada Maret 2019, yang ditopang penjualan sandang dan suku cadang kendaraan. Kendati pertumbuhannya pada April diprediksi melambat, data ini tetap menjadi sentimen positif bagi pergerakan pasar dalam negeri.
Indeks Penjualan Riil (IPR) berdasarkan Survei Penjualan Eceran BI pada Maret 2019 tumbuh 10,1 persen secara tahunan. Angka ini meningkat dari Februari yang 9,1 persen.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengungkapkan, BI optimistis penjualan eceran tumbuh positif pada April 2019.
Sentimen positif terkait data penjualan eceran Maret 2019 menopang perdagangan pasar saham Indonesia. Dalam jangka pendek, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi akan berbalik menguat.
Pada perdagangan Selasa, IHSG ditutup pada posisi 6.297,318. (DIM)