Ulang Tahun Ke-80 Oei Hong Djien, Panjang Umurnya Panjang Seninya
Ulang tahun ke-80 kolektor seni rupa Oei Hong Djien menjadi perayaan seni di Yogyakarta dan Magelang. Pertama mengoleksi pada 1965, kini ribuan karya maestro dari Affandi, Soedjojono, Hendra Gunawan, sampai karya seniman hari ini ada dalam koleksinya. Gus Mus menyebut Oei Hong Djien sebagai dokter yang merawat keindahan dari mana-mana, yang membagi keindahan ke mana-mana.
Meski Kau dokter sungguhan
Kau akrab dengan petani dan seniman
Seperti laiknya dokter merawat pasiennya
Seperti petani merawat tembakaunya
Kau merawat keindahan dari mana-nama
Untuk kau bagi ke mana-mana
Itu salah satu bait puisi karya Mustofa Bisri atau Gus Mus sebagai kado ulang tahun ke-80 sahabatnya, dokter Oei Hiong Djien, yang lazim disapa OHD. Puisi berjudul ”Meski Kau (Kado buat dr OHD)” dipajang di OHD Museum dan di Gedung Tribakti, Magelang, tempat perhelatan ulang tahun itu dirayakan pada 27 April lalu.
Di gedung tempat pesta ulang tahun dirayakan, tidak hanya tersaji aneka santapan termasuk tahu kupat khas Magelang, tapi juga puluhan karya seni rupa dari sejumlah seniman terkemuka, antara lain karya Nasirun yang memajang 15 panel menjadi satu lukisan besar berjudul ”Membaptis OHD”. Di samping karya Nasirun, tertera tulisan ”OHD layak di usia 80an ditahbiskan sebagai kolektor besar dan juga sebagai patron seniman yang sama-sama mengarungi ruang dan waktu”.
Yang empunya gawe ramah menyambut tamu dengan tawa khas yang tak pernah lepas dari wajahnya. ”Hari ini saya adalah orang yang paling berbahagia merayakan hari ulang tahun yang ke-80,” kata OHD di panggung besar, lengkap dengan arena untuk musik dan dansa.
Merayakan ulang tahun sudah berkali-kali digelar Oei Hong Djien, tapi perayaan yang ke-80 tahun baginya istimewa. ”Karena 80 tahun menurut standar WHO itu orang memasuki usia lanjut. Jadi, mulai hari ini saya menjadi orang tua,” kata OHD.
Jangan berhenti bersosialisasi, menari, menyanyi, mencintai dan beraktivitas seni, dan bermimpi. Karena dengan bermimpi, selama masih bisa bermimpi, berarti kita belum mati.
”Tetapi, saya tidak mau menyerah sebagai orang tua. Kita tetap harus pelihara semangat orang muda. Jangan berhenti bersosialisasi, menari, menyanyi, mencintai dan beraktivitas seni, dan bermimpi. Karena dengan bermimpi, selama masih bisa bermimpi, berarti kita belum mati,” kata OHD yang disambut tawa hadirin.
Kado: ”The Gift”
Puisi Gus Mus di atas adalah salah satu kado untuk OHD. Sebelumnya, tepat pada hari ulang tahun OHD pada 5 April lalu, Bentara Budaya Yogyakarta dan seniman muda yang tergabung dalam Museum dan Tanah Liat (MDTL) serta Sicincin Indonesia Contemporary Art merayakan ulang tahun OHD dengan pameran seni rupa bertajuk ”80 Tahun nan Ampuh”. Pameran senada juga digelar di sejumlah galeri lain di Yogyakarta, antara lain Balai Banjar Sangkring dan Survive Garage.
Kado lain tersimpan di OHD Museum di Jalan Jenggala, Magelang. Di bekas gudang tembakau yang oleh Oei Hong Djien disulap menjadi museum seni sejak 5 April 2012 itu digelar pameran bertajuk ”The Gift”. Di antara ribuan karya yang dikoleksi dokter Oei, ada ratusan karya yang didapat OHD dari pemberian langsung dari seniman. Sebagian dari ”Gift” itu dipajang dalam pameran ini. Wahyudin, kurator pameran ini, memilih karya terlama pemberian Widayat tahun 1967 dan karya terbaru dari pematung Hari Susanto 2019.
OHD mengajak tamu berkeliling sambil menceritakan kisah di balik lukisan pemberian seniman itu. Ia bercerita tentang lukisan potret dirinya yang dibuat Kwee Ing Tjiong berjudul ”The Sharp Eyes of the Collector”, lukisan cat minyak di atas kanvas ukuran 90 cm x 70 cm. Tampak di lukisan itu sosok OHD dengan mata menatap tajam, tanpa kacamata.
”Ketika saya dilukis begini, banyak saudara saya bilang, ’Waduh... iki kok medeni (ini menakutkan)’, ha-ha...!” ujar Hong Djien.
”Tapi, dia (Kwee Ing Tjiong) bilang, ’Saya melukis kamu sebagai kolektor. Sebagai kolektor, mata kamu itu sangat tajam’. Jadi, ini simbolis,” kata OHD, menirukan ucapan Kwee Ing Tjiong.
Kemudian beralih ke lukisan karya Nasirun, OHD bercerita pernah mengajak Nasirun ke New York untuk menghadiri wisuda anaknya. Pada karya itu, tampak sosok Nasirun mengenakan jas. ”Itu dia (Nasirun) pertama kali pakai jas. Dia merasa enggak enak. Kata dia, ’Nganggo jas kok rasane kayak kebo (Memakai jas kok rasanya seperti kerbau),” tutur Hong Djien yang disambut tawa orang di sekitarnya, termasuk seniman Edi Sunaryo dan Bambang Heras.
Pada lukisan lain, Hong Djien bercerita bagaimana dirinya kaget karena diminta masuk ke kamar oleh lima seniman perempuan dari kelompok Akar Ilalang. ”Mereka bilang, ’Pak Dokter masuk kamar, buka baju’, ha-ha…. Lalu saya dipotret. Eh, waktu pameran saya dapat lukisan ini.”
Lukisan yang diceritakan OHD itu berjudul ”Figur OHD” tahun 2011 karya Kelompok Akar Ilalang yang terdiri dari Dian Anggarini, Juni Wulandari, Laksmi Shitaresmi, Lucia Hartini, dan Wara Anindyah. Tampak sosok OHD mengenakan blue jeans, tanpa baju, menghadap ke belakang, sehingga tampak punggung, dengan kepala tampak dari samping. Pada lengan tampak gelang di mana terselip enam batang rokok. Kemudian ada noktah dan lingkaran kecil di bawah pundak. Di situ tertera tulisan, ”Ini andeng2” dan ”Iki kancane andeng2 ...”. Andeng-andeng dalam bahasa Jawa artinya tahi lalat.
Ada pula dua lukisan yang dipajang berdampingan. Masing-masing karya Bambang Toko Witjaksono berjudul ”Tua-tua Keladi” yang berupa potret wajah OHD serta karya Putu Sutawijaya, ”Sama-sama Nikmat,” berupa OHD sedang berdansa dengan perempuan. Kedua lukisan berukuran 69 cm x 69 cm itu dibuat tahun 2008 untuk merayakan ulang tahun OHD yang ke-69. Waktu itu digelar pameran di Jogja Galeri oleh 69 seniman.
”Kawan-kawan mendatangkan 69 penari perempuan, saya diminta berdansa. Ya sudah, kita ramai-ramai dangdutan saja, ha-ha....”
Begitulah hari jadi penghayat seni rupa menjadi peristiwa budaya. Oei Hong Djien hidup dengan seni rupa. Sebagai kolektor, ia juga ikut menghidupi seniman dan ikut menghidupkan seni. Sindhunata dalam orasi budaya pada pesta ulang tahun OHD mengutip filsuf Yunani, Hipokrates, Ars longa, vita brevis; seni itu panjang, hidup itu pendek. ”Pada dokter Oei, tidak hanya seni yang panjang, tapi hidupnya juga panjang.”
Oei Hong Djien
Lahir: Magelang, 5 April 1939
Pendidikan:
- 1964, Lulus dokter Universitas Indonesia
- 1966-1968, Spesialisasi Patologi Anatomi di The Catholic University, Nijmegen, Belanda
Pekerjaan:
- 1968, Mewarisi bisnis tembakau dan menjadi pencium tembakau (grader)
- 1994-2009, Kurator Museum H Widayat, Magelang
- 2001-2005, Penasihat Singapore Art Museum
- 2005-2009, Anggota Dewan Singapore Art Museum
- 2010-sekarang, Penasihat The National Art Gallery Singapore
- 2011-sekarang, Pembina Yayasan Biennale Yogyakarta