Untung-Rugi Perang Dagang AS - China
Awal pekan ini, secara mendadak Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan akan menaikkan tarif atas barang-barang China. Trump mengatakan, tarif barang senilai 200 miliar dollar AS akan meningkat menjadi 25 persen pada hari Jumat pada akhir pekan ini, dari sebelumnya 10 persen.
Sontak hal ini membuat tensi perang dagang antara AS dan China semakin meningkat. Ancaman ini menandakan adanya eskalasi baru dalam sengketa perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia, serta kemunduran pada proses negosiasi.
Perang tarif antara Washington dan Beijing berlangsung sejak Juli tahun lalu saat pemberlakuan tarif perdana terhadap impor China. Seiring berjalannya waktu, tambahan tarif atas impor dilakukan, dimulai dari senilai 16 miliar dollar AS pada Agustus 2018, dan 200 miliar dollar AS pada September 2019.
China telah membalas rentetan pungutan yang dikenakan pemerintahan Trump dengan sepaket tarif impor yang mereka tentukan. Namun dalam perkembangan terakhir, Trump memancing ketegangan perdagangan dengan menegaskan pihaknya akan menambah daftar produk tambahan yang akan menjadi target tarif impor senilai 325 miliar dollar AS.
Reuters melaporkan, jika kenaikan tarif 25 persen serta penambahan target tarif diberlakukan maka seluruh pengiriman barang dari China ke AS akan dikenakan biaya cukai. Hal ini patut disayangkan karena perang tarif antara China dan AS selama setahun belakangan telah memberikan dampak siginifikan pada aktivitas perdagangan kedua negara.
Jika kenaikan tarif 25 persen serta penambahan target tarif diberlakukan maka seluruh pengiriman barang dari China ke AS akan dikenakan biaya cukai.
Data Bea Cukai China menunjukkan ekspor ke Amerika Serikat pada Maret turun 47 persen dibandingkan dengan Juni 2018, yang merupakan bulan terakhir sebelum putaran pertama pemberlakuan tarif dimulai.
Sementara itu impor dari Amerika Serikat pada Maret tercatat 17 persen lebih rendah. Secara kumulatif, pada triwulan pertama tahun ini impor China turun hampir sepertiga secara tahunan, sedangkan ekspor turun hampir sepersepuluh.
Lemahnya pengiriman ke China diperluas dengan penurunan permintaan domestik di Beijing menyusul arahan pemerintah untuk menekan risiko keuangan. Sebagian besar penurunan pada ekspor AS ke China tercatat pada komoditas bahan mentah dan makanan.
Menurut Oxford Economics, kedua produk tersebut mewakili sekitar sepertiga dari total ekspor AS. Perusahaan AS dari sektor lain, termasuk Caterpillar dan Apple, juga melaporkan penurunan permintaan dari China yang berdampak pada laporan penjualan perusahaan. Sementara, dari semua komoditas ekspor China ke AS, produk mesin dan kelistrikan mengalami dampak negatif terbesar.
Perlambatan ekonomi
Sebuah penelitian yang dilakukan Center for Economic Policy Research menunjukkan sekitar 165 miliar dollar AS dalam perdagangan global telah hilang atau dialihkan untuk menghindari tarif. Perang dagang ini juga berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi bagi masing-masing negara.
Sebagian besar analisis memproyeksikan bahwa dampak langsung perang dagang merugikan produk domestik bruto (PDB) AS sebesar 0,1 persen-0,2 persen, sedangkan China diperkirakan mengalami kerugian 0,3 persen-0,6 persen dari total PDB.
Bersamaan dengan kenaikan tarif, kerugian juga akan terus bertambah. Sebagai bentuk tanggapan atas faktor eksternal yang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi, Bank Sentral AS The Fed telah menahan pengetatan kebijakan moneter untuk sementara waktu.
Baca juga: Perang Dagang Bisa Goyahkan Ekonomi Negara Lain
Di sisi lain, Bank Sentral China juga telah merespons potensi risiko dengan memangkas giro wajib minimum, yang telah berhasil mendongkrak kredit domestik mencapai rekor 5,81 triliun yuan atau senilai 862,8 miliar dollar AS pada triwulan I-2019.
Kebijakan pemerintah China untuk memangkas pajak juga diharapkan dapat menambah pasokan uang tunai sebesar 2 triliun yuan ke pasar, sedangkan pemerintah daerah diberikan keleluasaan untuk menerbitkan obligasi senilai 2,15 triliun yuan untuk kebutuhan proyek infrastruktur.
Sepanjang triwulan I-2019, ekonomi China tercatat tumbuh stabil 6,4 persen, sedangkan pada periode yang sama ekonomi AS dilaporkan meningkat 3,2 persen atau lebih tinggi dari pencapaian pada periode terakhir sebelum ada pemberlakuan tarif.
Hingga saat ini, Trump telah mengenakan pajak 25 persen untuk produk impor senilai 50 miliar dollar AS dan pajak 10 persen untuk produk impor senilai lebih dari 200 miliar dollar AS. Secara teori, pemerintah AS akan menerima total 32,5 miliar dollar AS per tahun dari penarikan bea cukai.
Pendapatan cukai AS pada 2018 adalah sebesar 49,7 miliar dollar AS atau 41,2 persen lebih tinggi dari 35,2 miliar dollar AS pada 2017 sebelum perang perdagangan dimulai.
Adapun, China telah mengenakan tarif balasan 25 persen atas impor AS sebesar 50 miliar dollar AS, dan juga memberlakukan tarif 5 persen-10 persen terhadap tambahan produk impor senilai lebih dari 60 miliar dollar AS.
Bagaimana pun juga, para pelaku pasar global berharap kesepakatan antara kedua negara tetap tercapai. Hal itu tidak hanya demi kepentingan China dan AS, tetapi juga demi perekonomian dunia. Pasalnya, kesepakatan dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu akan menghilangkan kekhawatiran tertekannya pertumbuhan ekonomi global jika perang dagang berlanjut. (REUTERS/AFP)