logo Kompas.id
UtamaAlokasikan Anggaran Khusus...
Iklan

Alokasikan Anggaran Khusus untuk Peningkatan Kompetensi Guru

Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
· 3 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/KDNcn5H2Z_FzPX1-c_9Wu9V07gs=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F05%2F20190508-dne-wardiman-djojonegoro_1557322225.jpg
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 1993-1998 Wardiman Djojonegoro ketika berkunjung ke redaksi harian Kompas, Rabu (8/5/2019). Ia menjelaskan pentingnya kewajiban alokasi khusus pelatihan guru di anggaran pendidikan nasional dan daerah.

Upaya peningkatan kompetensi  guru tidak bisa lagi sporadis seperti selama ini. Guru membutuhkan  pelatihan yang berkesinambungan dengan dukungan pendanaan yang konsisten dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah

JAKARTA, KOMPAS — Pelatihan untuk peningkatan kompetensi guru dan perbaikan mutu pendidikan hendaknya kini mengikuti hasil Ujian Nasional sebagai peta permasalahan. Dengan demikian, masalah bisa diintervensi sesuai spesifikasi isu, tempat, dan variabel. Selain itu, sudah waktunya pemerintah serius mengalokasikan anggaran untuk pelatihan guru secara berkesinambungan.

Setiap tahun, pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengalokasikan 20 persen APBN untuk pendidikan. Dari pagu ini, 60 persen ditransfer ke pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU). Akan tetapi, tidak ada aturan khusus mengenai penggunaan dana ini. Ada pemerintah daerah yang menggunakannya untuk merenovasi sarana sekolah dan ada pula yang fokus menggunakan dana untuk membayar gaji guru beserta tunjangannya. Adapun sisa 40 persen APBN disebar ke 20 kementerian/lembaga yang membawahkan berbagai sekolah dan perguruan tinggi.

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 mengamanatkan agar negara dan pemerintah daerah menyisihkan minimal 20 persen anggarannya untuk pendidikan. Namun, berdasarkan Neraca Pendidikan Daerah 2017, rata-rata kabupaten/kota hanya mengalokasikan kurang dari 15 persen dari APBD. Bahkan, ada kabupaten/kota yang memberi kurang dari 5 persen.

“Sebaiknya, DAU yang diambil dari 20 persen APBN diberi kategori khusus untuk peningkatan kapasitas guru,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 1993-1998 Wardiman Djojonegoro ketika berkunjung ke redaksi Harian Kompas, Rabu (8/5/2019).

Sebaiknya, DAU yang diambil dari 20 persen APBN diberi kategori khusus untuk peningkatan kapasitas guru.

Wardiman menjelaskan, tanpa adanya aturan penggunaan DAU, pelatihan guru tidak menjadi prioritas. Walhasil, pelatihan yang terjadi bersifat formalitas, yaitu sekadar mengumpulkan ratusan hingga ribuan guru dalam satu kesempatan dan memberi paparan teori. Padahal, yang dibutuhkan oleh guru adalah pelatihan yang menyusur permasalahan nyata di ruang kelas maupun di lingkungan sekolah.

Iklan

“Pelatihan juga tidak sebatas kepada guru. Kepala sekolah dan pengawas juga wajib diberi penambahan kompetensi yang relevan dengan perkembangan situasi pendidikan agar terbentuk lingkungan pendidikan yang kohesif,” paparnya.

Kendala di lapangan adalah guru yang menerapkan metode pengajaran terbaru kerap tidak disetujui oleh kepala sekolah dan pengawas karena mereka belum paham metode tersebut sehingga terjadi kesalahpahaman.

Dalam mewujudkan hal ini, pendanaan yang konsisten dari pemerintah daerah diperlukan karena pelatihan hendaknya bergulir secara teratur. Jika hanya menunggu pendanaan dan narasumber dari pusat, pelatihan berkesinambungan sukar terjadi.

Melalui MGMP

Pada jumpa pers pengumuman hasil Ujian Nasional untuk SMA sederajat, Selasa (7/5), Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Menengah Kemdikbud Sri Renani Pantjastuti mengatakan, rapor nilai UN akan dijadikan landasan pelatihan guru melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Rekapitulasi UN menunjukkan bahwa nilai semua mata pelajaran di SMA dan SMK naik, kecuali pada mata pelajaran Kimia untuk SMA jurusan IPA yang menurun 0,22 poin. Penyebab penurunan ini masih ditelusuri.

Rapor nilai UN akan dijadikan landasan pelatihan guru melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).

Sementara itu dari hasil angket UN 2019 dengan responden 512.500 siswa SMA peserta Ujian Nasional Berbasis Komputer, antara lain menunjukkan pendapat siswa soal cara guru ketika mengajar. Lebih dari 65 persen siswa menyatakan bahwa guru kurang memberikan umpan balik kepada siswa.

Organisasi guru skeptis terhadap pelatihan berbasis MGMP karena selama ini dinilai belum efektif. Contoh pihak yang mengkritisi MGMP adalah Ikatan Guru Indonesia (IGI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).

Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo beberapa waktu lalu mengungkapkan, MGMP yang semestinya mendiskusikan jalan keluar berbagai permasalahan yang dialami guru di sekolah, terutama dalam pembelajaran belum terjadi karena tidak semua MGMP memiliki anggota yang berpandangan sesuai dengan kebutuhan perkembangan pendidikan.

“Harus ada jaminan MGMP memang menyasar kebutuhan guru di lapangan. Untuk itu, hasil evaluasi terhadap guru dan siswa hendaknya bersifat transparan dan bisa diakses guru agar kami mengetahui poin-poin yang bermasalah,” ujarnya.

Editor:
yovitaarika
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000