Gelandang Ajax Amsterdam, Frenkie de Jong, terduduk memegangi kepalanya di lapangan seusai leg kedua semifinal Liga Champions. Sempat tertawa saat jeda turun minum, De Jong dan rekan-rekan justru harus menyaksikan pesta Tottenham Hotspur pada akhir laga.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
AMSTERDAM, RABU — Gelandang Ajax Amsterdam, Frenkie de Jong, terduduk memegangi kepalanya di lapangan seusai leg kedua semifinal Liga Champions. Sempat tertawa saat jeda turun minum, De Jong dan rekan-rekan justru harus menyaksikan pesta Tottenham Hotspur pada akhir laga, di kandang sendiri, Stadion Johan Cruijff Arena.
Kekecewaan besar itu tidak hanya dirasakan De Jong. Matthijs de Ligt, sang kapten, telungkup menghadap rumput. Pemain berusia 19 tahun ini tidak mau memperlihatkan wajahnya. Begitu juga Pelatih Erik ten Hag yang berdiri diam menatap lapangan hingga lima menit setelah wasit meniup peluit panjang.
Ten Hag menyebut momen ini adalah sisi kejam dari sepak bola. ”Kami sudah sangat dekat dan layak menang. Untuk hari ini dan besok, kami tidak bisa menemukan kata yang tepat untuk mewakili perasaan ini,” ucapnya dalam konferensi pers selepas laga, Kamis (9/5/2019) dini hari WIB.
Ekspresi campur aduk antara rasa kecewa dan sedih itu menjadi bagian skuad muda berbakat Ajax. Mereka, yang pada babak sebelumnya menumbangkan Real Madrid dan Juventus, gagal melaju ke final setelah kalah agresivitas gol tandang dalam agregat 3-3.
Masalahnya, mimpi De Jong dan rekan-rekan sempat membuncah. Saat turun minum, mereka unggul dua gol lewat De Ligt dan Hakim Ziyech, yang membuat agregat menjadi 0-3. Namun, kisah dongeng Ajax terhenti pada 45 menit selanjutnya akibat hattrick penyerang Spurs, Lucas Moura.
Gol pamungkas sekaligus penentu kelolosan Spurs oleh Moura bahkan dicetak pada injury time, 95 menit lebih 10 detik, saat wasit ofisial menunjukkan papan tambahan waktu hanya lima menit.
”Andai saja kami mampu menahannya beberapa detik lagi,” kata De Jong yang punya kesempatan melebarkan keunggulan sebelum gol Spurs.
Untuk bersaing di level ini, di kompetisi magis ini, semua bisa terjadi. Saya sangat beruntung bisa hidup dan merasakan momen ini. Terima kasih sepak bola.
Drama seperti tidak berujung di Liga Champions. Sejarah kelolosan Spurs terjadi selang 24 jam dari kisah ajaib Liverpool, Rabu dini hari. ”The Reds” dengan kekuatan mentalnya menaklukkan Barcelona empat gol tanpa balas, membalikkan kekalahan 0-3 di leg pertama.
Kisah-kisah ini menunjukkan Liga Champions adalah piala tak bertuan. Tidak satu tim pun berhak mengangkatnya tanpa perjuangan hingga detik akhir pertandingan. Liverpool dan Spurs membuktikan keunggulan di atas kertas tidak berlaku saat permainan berada di rumput hijau.
”Untuk bersaing di level ini, di kompetisi magis ini, semua bisa terjadi. Saya sangat beruntung bisa hidup dan merasakan momen ini. Terima kasih sepak bola dan pemain saya,” kata Pelatih Spurs Mauricio Pochettino.
Saking dekatnya dengan kemustahilan, Pochettino sampai menangis dan meluapkan emosinya di lapangan. Padahal, sang pelatih dikenal ”dingin” alias tidak banyak berekspresi.
Liga Champions sebagai turnamen paling bergengsi di Eropa memang selalu berhasil mengundang drama. Mantan Pelatih Manchester United Sir Alex Ferguson menyebut kompetisi ini sebagai neraka berdarah. Fergie, sapaannya, mengucapkan itu setelah MU membalikkan keadaan dalam tiga menit seusai tertinggal 0-1 pada final Liga Champions 1999.
Dua tim dengan kisah perjuangan epik itu akan bertemu di final. Liverpool dan Spurs akan memperebutkan ”piala tak bertuan” pada 2 Juni 2019, di Stadion Wanda Metropolitano, Madrid, Spanyol. Duel ini merupakan final sesama Inggris pertama dalam 11 tahun, setelah terakhir laga epik MU dan Chelsea pada 2008.
Produksi keberuntungan
Awal kebangkitan ”Si Lili Putih”, julukan Spurs, bermula di babak kedua. Tertinggal agregat tiga gol, mereka mengambil inisiatif menyerang pada awal babak kedua.
Kepungan Christian Eriksen dan rekan-rekan berbuah manis saat Lucas Moura mencetak dua gol cepat hanya dalam rentang lima menit. Sepasang gol ini menghidupkan semangat Spurs yang mengingat dua gol cepat Wijnaldum ke gawang Barca pada awal babak kedua.
”Kami menyaksikan Liverpool semalam. Dan, pelatih juga menyinggung tentang kebangkitan Liverpool. Dia berkata penting tidak berpikir kalah sebelum laga usai,” ucap bek kiri Spurs, Danny Rose.
Ajax bisa saja menjauhkan keunggulan. Spurs yang fokus mengejar gol menyisakan lubang besar di pertahanan. Namun, dua peluang emas Ziyech gagal menjadi gol seusai melebar tipis di kanan gawang dan terbentur tiang gawang.
Sepuluh menit sebelum laga berakhir, Pochettino mencoba ”memproduksi keberuntungan”. Pelatih asal Argentina ini berjudi dengan memasukkan penyerang sayap Erik Lamela menggantikan gelandang bertahan Victor Wanyama.
Meskipun lini tengah sedikit berlubang, perjudian itu membawa hasil. Menumpuknya pemain Spurs membuat lini pertahanan Ajax kewalahan. Lewat serangan cepat, Moura tidak terjaga dan berhasil menceploskan bola saat berhadapan satu lawan satu dengan kiper Ajax, Andre Onana.
”Beginilah sepak bola, selalu memberikan momen yang tidak terbayang. Ini adalah momen terbaik dalam karier saya,” pungkas Moura yang menjadi pemain Brasil pertama yang mencetak hattrick di semifinal Liga Champions. (UEFA.COM/AP/REUTERS)