TANGERANG, KOMPAS — Manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menyatakan, pencatatan pemasukan yang belum diperoleh dalam Laporan Keuangan 2018 tidak menyalahi aturan pembukuan. Pemasukan yang belum diperoleh itu tidak dicatatkan dalam pembukuan rugi laba, tetapi dalam piutang.
”Sebelum pencatatan, manajemen juga sudah melaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan mengenai hal ini dan tidak menjadi masalah,” kata Direktur Teknik dan Layanan Garuda Indonesia Iwan Joeniarto dalam jumpa pers seusai paparan publik insidental di Hanggar Garuda Maintenance Facility, Tangerang, Banten, Rabu (8/5/2019).
Iwan menambahkan, manajemen Garuda optimistis piutang itu akan dibayar PT Mahata Aero Teknologi. Sebab, perusahaan itu dinilai berkomitmen besar dan didukung perusahaan-perusahaan besar.
”Walaupun merupakan usaha rintisan, Mahata mempunyai model bisnis yang bagus dan diakui perusahaan dunia. Nilai bisnis Grup Mahata cukup besar, mencapai 650 juta dollar AS,” kata Iwan.
Mahata menawarkan kerja sama dengan Garuda Group untuk menyediakan layanan Wi-Fi gratis kepada penumpang. Selama ini, Garuda juga sudah mempunyai layanan Wi-Fi, tetapi hanya untuk penerbangan jarak jauh dan berbayar.
Sementara itu, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Fuad Rizal membantah Garuda melakukan window dressing atau mempercantik pembukuan untuk menaikkan harga saham.
”Sejak September 2018 hingga pertengahan Maret 2019, harga saham Garuda naik, dengan harga tertinggi Rp 630 per lembar. Kami menyerahkan buku laporan keuangan pada 28 Maret. Pada 30 Maret harga saham mulai turun sampai sekarang hingga level Rp 400 per lembar. Tidak benar kalau kami melakukan window dressing,” kata Fuad.
Fuad mengakui hingga kini belum ada pembayaran dari Mahata karena Mahata masih menyelesaikan pembicaraan dengan investornya. ”Tetapi, kami yakin mereka segera menuntaskan. Nilai perjanjian kerja sama ini 247 juta dollar AS selama 15 tahun,” kata Fuad.
Dijelaskan Iwan, Garuda tertarik bekerja sama dengan Mahata karena tidak ada investasi sama sekali yang dikeluarkan Garuda. Garuda hanya menyediakan pesawat dan menjaga agar peralatan Wi-Fi tidak rusak. Sementara Mahata bertugas menyediakan dan memasang Wi-Fi, mengisi konten, memastikan layanan Wi-Fi berjalan baik, dan mencari iklan.
Presiden Direktur Mahata Aero Teknologi Muhamad Fitriansyah memaparkan, pada 8 April 2019, Mahata mendapat suntikan modal 21 juta dollar AS dari Well Vintage Enterprise FZE Dubai. Well Vintage Enterprise FZE adalah perusahaan konsultan manajemen dan keuangan yang berdiri pada 2007 di Singapura.
Perusahaan ini sudah memfasilitasi dan mengerjakan proyek di Singapura, Uni Emirat Arab, Indonesia, Filipina, China, Kamboja, dan Thailand.
Mahata menggunakan teknologi GX system yang didukung Inmarsat, Lufthansa System, dan Lufthansa Technik. ”GX system yang digunakan Mahata menggunakan frekuensi KA (Kerzt Above) Band yang merupakan satu-satunya frekuensi satelit luar negeri yang disetujui Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dan, Mahata memiliki lisensi untuk penggunaan teknologi tersebut di Indonesia,” kata Fitriansyah. (ARN)