JAKARTA, KOMPAS – Pemilu yang mempolitisasi agama sedemikian keras mengakibatkan keterbelahan di masyarakat. Untuk itu, perlu rekonsiliasi. Para pemimpin bangsa harus memberi contoh sebagai patriot dan mengutamakan keutuhan bangsa.
Keprihatinan akan kondisi Bangsa yang terbelah akibat Pemilu ini disampaikan Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang dipimpin Megawati Soekarnoputri saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (9/5/2019).
Dalam pertemuan yang berlangsung hampir satu setengah jam tersebut, Dewan Pengarah BPIP yang hadir antara lain Try Sutrisno, Syafii Maarif, Said Aqil Siroj, Mahfud MD, Sudhamek AWS, dan Benny Susetyo Pr. Adapun Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
“Pemilu kemarin, bangsa ini terbelah, jadi ada warna merah, ada putih, itu harus diantisipasi. Jangan sampai terbelah oleh politik,” tutur Syafii Maarif seusai pertemuan.
Politisasi agama disebut Said Aqil sebagai penyebab. “Mudah-mudahan jangan sampai terulang. Ke depan, Pemilu adalah adu program, bukan adu agama. Bukan Islam (lawan) non Islam, bukan pendukung Islam dan anti Islam,” tambahnya.
Politisasi agama sudah memecah-belah masyarakat di Timur Tengah seperti di Irak, Mesir, dan Suriah. Said pun menertawakan isu yang diedarkan dalam kampanye hitam seperti pasangan Jokowi-KH Ma\'ruf amin sebagai sosok anti Islam.
“Luculah, masak Kyai Ma\'ruf Amin dan Pak Jokowi anti Islam,” ujarnya sembari berharap tak ada lagi yang memolitisasi isu agama.
Syafii Maarif menambahkan, setelah Pemilu berakhir, Presiden terpilih perlu berlaku sebagai Presiden dari semua warga Indonesia, bukan hanya pemimpin dari warga yang memilihnya. Di sisi lain, para menteri yang dipilih Presiden juga harus betul-betul memahami Pancasila dan memiliki patriotisme. Dengan demikian, para pemimpin bangsa ini akan menjadi teladan bagi masyarakat sekaligus menjaga keutuhan dan kedaulatan bangsa.
Belajar dari Rakyat
Benny mengatakan, dalam pertemuan juga dibicarakan mengenai elite politik semestinya belajar dari teladan rakyat yang bersikap dewasa. Kenyataannya, kata Benny, 99 persen rakyat menerima hasil Pemilu secara sportif. Masalahnya, bagaimana semua elite politik belajar menerima demokrasi secara ksatria.
“Para elite politik seharusnya dewasa dan matang dalam berdemokrasi dengan menghormati keputusan KPU,” tuturnya.
Mahfud menambahkan, gerakan people power sesungguhnya adalah Pemilu itu sendiri. Sebab, masyarakat bergerak secara massif bersama-sama untuk melakukan perubahan. Pemilu itu sendiri bisa dimaknai perubahan untuk memilih pemerintahan baru atau untuk memperbarui mandat pemerintah yang ada. “Anda bayangkan, pemilu di era reformasi ini tingkat partisipasinya paling tinggi saat ini, artinya people power yang tidak bisa dibantah,” tuturnya.
Tak hanya itu, Mahfud menilai masyarakat sesungguhnya tenang. Hanya elite dan media sosial yang hiruk-pikuk. Justru semestinya semua mengikuti proses yang ada yakni penentuan hasil Pemilu oleh KPU pada 22 Mei mendatang. Saat itu, semua bisa menyandingkan fakta dan bila masih ada perselisihan, Mahkamah Konstitusi yang menangani. Proses hukum di MK ini, dalam perhitungan Mahfud, akan berakhir di minggu pertama Juli. Sebab, proses di MK dimulai dengan masa pendaftaran selama sepekan, masa penelitian administrasi untuk penelitian administrasi, dan 30 hari berturut-turut untuk sidang.
“Kalau sudah selesai (sidang MK), nggak ada cerita lagi,” ujar Mahfud.Dalam sambutannya di awal pertemuan, Megawati juga menyampaikan selamat atas suksesnya penyelenggaraan Pemilu serta selamat kepada Jokowi-Ma\'ruf Amin karena hasil sementara pemilu.
“Kita masih menunggu sampai 22 Mei, tapi Bapak beserta Pak Ma\'ruf Amin telah mendapatkan hasil untuk nanti dilantik menjadi Presiden kembali dengan Wapresnya nanti Bapak Ma\'ruf Amin,” tuturnya.
Di sisi lain, Syafii Maarif juga meminta supaya Presiden Jokowi untuk segera membentuk zaken kabinet, kabinet yang terdiri atas orang-orang yang ahli kendati dari partai atau bukan. “Partai jangan mengusulkan seorang, tapi beberapa orang. Presiden yang menentukan. Jadi Presiden lebih berdaulat. Kalau tidak, kabinet yang lalu ini menurut saya banyak bolongnya,” tuturnya.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.