Ekspor China sepanjang April turun pada saat data impor negara itu naik untuk pertama kali sejak November 2018. Ketidakstabilan ekonomi China itu diperkirakan masih berlanjut.
BEIJING, Rabu— Variatifnya data ekonomi China terbaru menambah tekanan bagi para pemangku kepentingan di negeri itu, terutama di tengah ancaman kenaikan tarif atas produk ekspor China ke Amerika Serikat. Kenaikan itu sebelumnya dinyatakan Presiden AS Donald Trump.
Tidak mengherankan jika hasil negosiasi tim Pemerintah China di Washington, Kamis (9/5/2019), bakal menentukan jalannya perang dagang antara AS dan China, sekaligus proyeksi atas ekonomi China selanjutnya.
Sebelumnya, investor berharap data perdagangan China pada April bakal positif. Hal itu akan menambah tanda-tanda ekonomi China menuju kestabilan sebagai hal yang ditunggu untuk mengurangi kekhawatiran terhadap tekanan bagi pertumbuhan ekonomi global.
Namun nyatanya data bea dan cukai China menunjukkan ekspor dari negeri itu sepanjang April justru turun 2,7 persen secara tahunan. Padahal, data ekspor pada Maret secara tahunan menunjukkan kenaikan 14,7 persen.
Impor China naik 4 persen, berbalik arah dari penurunan 7,6 persen yang terjadi pada bulan sebelumnya secara tahunan. Impor dari AS turun 26 persen secara tahunan menjadi 10,3 miliar dollar AS. Adapun ekspor China ke AS yang merupakan pasar asing terbesar China turun 13 persen menjadi 31,4 miliar dollar AS.
Lembaga ANZ memperkirakan lebih dari 80 persen faktor penurunan ekspor adalah pengiriman ke pasar AS. Pada saat yang sama, ekspor teknologi tinggi terus terbebani permintaan global yang lambat untuk produk telepon pintar dan produk elektronika lainnya.
”Prospek untuk ekspor China cukup menantang. Jika Trump mengikuti ancaman tarif terbarunya, kami pikir ini akan menurunkan pertumbuhan ekspor dua hingga tiga poin persentase,” demikian catatan tim ekonomi lembaga Capital Economics.
Lembaga itu juga pesimistis dengan proses negosiasi AS- China. Peliknya masalah, khususnya permintaan dari AS, dapat memperlama proses negosiasi hingga dapat menghasilkan kesepakatan.
”Bahkan jika kesepakatan dibuat di menit terakhir pada pekan ini untuk menghindari tarif lebih lanjut, prospek suram bagi pertumbuhan global mungkin akan membayangi, tecermin dari ekspor yang tetap lemah,” demikian kata Capital Economics.
Persaingan teknologi
Dominasi dalam industri teknologi tinggi di masa depan menjadi pusat dari perselisihan AS-China sebagai dua kekuatan tertinggi ekonomi dunia. Presiden Trump menuntut agar China membuka lebih besar pasarnya untuk produk-produk AS sehingga defisit perdagangannya berkurang.
Beijing berkomitmen membeli lebih banyak kedelai AS. China juga bersedia menyerap produk-produk dari sektor energi. Namun, di sektor-sektor itu akan membutuhkan peningkatan impor yang besar agar defisit AS berkurang.
Pihak AS bertahun-tahun menuduh Beijing mencuri pengetahuan yang dikembangkan AS, termasuk melalui pemaksaan transfer teknologi. Tim Trump menjadikan teknologi dan perlindungan hak cipta sebagai elemen utama negosiasi.
Beijing sendiri telah mewajibkan perusahaan asing membentuk usaha patungan untuk berbisnis di China dan berjanji menindak aneka praktik pencurian.
(AP/AFP/REUTERS/BEN)