SEOUL, KAMIS – Korea Utara menembakkan dua proyektil yang tak terindentifikasi pada Kamis (9/5/2019). Ini merupakan uji coba yang kedua dalam sepekan terakhir setelah sebelumnya melakukan uji coba sejumlah roket dan rudal yang ditinjau langsung oleh Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.
Menurut Center for Strategic International Studies yang berbasis di Washington, tempat peluncuran proyektil pada Kamis merupakan lokasi yang jadi basis rudal jarak menengah Rodong di Barat Laut Korea Utara.
Akan tetapi, belakangan disebutkan bahwa proyektil itu diluncurkan dari Provinsi Kusong, sekitar 40 kilometer dari Sino-ri yang merupakan lokasi uji coba Hwasong-12, rudal jarak menengah, pada Mei 2017.
Peluncuran itu dilakukan ketika utusan khusus AS untuk Korea Utara Stephen Biegun sedang mengadakan pertemuan dengan pejabat Korea Selatan di Seoul. Biegun dijadwalkan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kang Kyung-wha dan utusan khusus Korea Selatan untuk program nuklir Lee Do-hoon.
Dalam pernyataan tertulis Kepala Staf Angkatan Bersenjata Korea Selatan mengatakan, proyektil itu ditembakkan sekitar pukul 4.30 sore waktu setempat (18.30 WIB) dari sebelah Barat Laut Kota Sino-ri ke arah Timur.
Seorang pejabat Korea Selatan yang tidak ingin disebutkan namanya, menuturkan, proyektil itu diperkirakan memiliki daya jangkau sekitar 420 kilometer.
“Kami tidak tahu rudal apa itu hanya dengan mengetahui daya jangkaunya,” ujar Yang Uk, peneliti senior di Forum Pertahanan dan Keamanan Korea.
Daya jangkau rudal itu lebih jauh dari sebagian besar roket yang diluncurkan pada Sabtu (4/5/2019) lalu dari pesisir Timur mengarah ke laut.
Peluncuran rudal dan roket ini meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea di saat pembicaraan damai antara Korea Utara dengan Amerika Serikat menghadapi kebuntuan.
Uji rudal
Pada Sabtu (4/5/2019), Korea Utara juga meluncurkan setidaknya satu rudal balistik jarak pendek yang daya jangkaunya menurut para analis bisa mencapai 500 kilometer.
Menurut para ahli yang menganalisis dari foto yang dimuat media milik pemerintah Korea Utara, sudah jelas bahwa Korea Utara menguji coba rudal berbahan bakar padat yang sepertinya dirancang seperti sistem rudal balistik jarak pendek Iskander milik Rusia.
Uji coba misil jarak pendek Sabtu lalu merupakan uji coba mereka pertama kali sejak November 2017 ketika meluncurkan rudal balistik lintas benua. Di akhir 2017 Kim Jong Un menyatakan program senjata nuklirnya telah selesai. Kim kemudian mengadakan pertemuan puncak dengan Presiden AS Donald Trump dua kali dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in tiga kali.
Akan tetapi, pertemuan terakhir Kim dengan Trump di Vietnam Februari 2019 lalu tidak menghasilkan apapun. AS berkeras agar Korea Utara menghentikan program nuklirnya sementara Korea Utara meghendaki agar sanksi AS kepadanya dicabut.
Rabu kemarin, Korea Utara menyatakan bahwa uji coba itu sebagai kegiatan “rutin dan pertahanan diri” serta menolak jika disebut sebagai langkah yang provokatif.
Korea Selatan menanggapi uji coba Sabtu lalu dengan menyerukan agar Korea Utara mengakhirinya karena bisa meningkatkan eskalasi militer di kawasan.
Jurubicara Kepresidenan Korea Selatan mengatakan, penasihat keamanan nasional Presiden Moon Jae-in, Chung Eui-yong memantau dengan intens situasi melalui panggilan video bersama militer.
Kementerian Pertahanan Jepang menyatakan, pihaknya tidak mendeteksi adanya rudal balistik di wilayah perairan Jepang atau zona ekonomi eksklusifnya, serta tidak ada dampak yang ditimbulkan bagi keamanan Jepang.
“Korea Utara kembali lagi pada taktik eskalasi klasiknya,”kata Yang. “Saya percaya mereka akan terus meningkatkan eskalasi dengan rudal jarak pendek yang tidak akan membuat AS bereaksi langsung”.
Menurut Du Hyeogn Cha, peneliti di Asan Institute for Policy Studies Seoul, dengan dua kali uji coba senjata dalam seminggu menunjukkan bahwa Korea Utara sedang menekan Korea Selatan untuk berpaling dari AS dan mendukung lebih kuat posisi Korea Utara.
Setelah dua kali pertemuan Kim-Trump yang gagal, Korea Utara meminta Korea Selatan untuk meneruskan proyek ekonomi antar-Korea yang dihambat oleh sanksi AS.
Dengan menembakkan senjata yang secara langsung mengancam Korea Selatan tapi bukan AS, Korea Utara juga sepertinya menguji seberapa jauh Washington akan menoleransi tindakan itu tanpa mengganggu proses negosiasi.
“Bagi AS, Korea Utara mengatakan ‘jangan pojokkan saya’. Bagi Korea Selatan, Korea Utara mengatakan perjanjian damai antar-Korea akan sia-sia jika Seoul gagal membujuk AS untuk melonggarkan sanksinya terhadap Korea Utara,” kata Cha.
Korea selatan dan pejabat AS menggambarkan apa yang ditembakkan Korea Utara sebagai “proyektil”, istilah yang lebih luas yang mencakup rudal dan artileri. Bisa jadi ini upaya untuk menjaga jalan diplomasi tetap terbuka.(REUTERS/AP)