Perkecil Defisit Transaksi Berjalan, Ekonomi Bisa Tumbuh hingga 6 Persen
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 menitikberatkan persoalan defisit transaksi berjalan. Defisit berupaya diperkecil agar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi ke level 6 persen.
”Defisit transaksi berjalan harus dikurangi kalau ingin perekonomian tumbuh tinggi,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro dalam pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2019 di Jakarta, Kamis (9/5/2019).
Bambang menjelaskan, selama ini ada tiga penyebab defisit transaksi berjalan, yaitu neraca perdagangan lebih sering defisit—terutama sektor jasa pengangkutan kapal—arus modal masuk ke dalam negeri masih kurang, serta ketergantungan komoditas alam.
Mengutip data Bank Indonesia, defisit transaksi berjalan pada Januari-Desember 2018 sebesar 31,1 miliar dollar AS atau 2,98 persen produk domestik bruto (PDB). Defisit itu lebih tinggi dibandingkan dengan periode Januari-Desember 2017 yang sebesar 16,2 miliar dollar AS atau 1,6 persen PDB.
Sebagai perbandingan, pada 2018, neraca transaksi berjalan Malaysia surplus 2,3 persen, Vietnam surplus 3 persen, Thailand surplus 7,5 persen, bahkan Singapura surplus 19 persen. Defisit neraca transaksi berjalan dialami Filipina sebesar 2,4 persen.
Tiga penyebab defisit transaksi berjalan, yaitu neraca perdagangan lebih sering defisit—terutama sektor jasa pengangkutan kapal—arus modal masuk ke dalam negeri masih kurang, serta ketergantungan komoditas alam.
Bambang mengatakan, transformasi ekonomi yang konsisten dan berkelanjutan menjadi kunci memperkecil defisit transaksi berjalan. Upaya tersebut ditempuh melalui peningkatan produktivitas pada sektor pertanian, industri, dan jasa.
Pertumbuhan ekonomi dalam RPJMN 2020-2024 ditargetkan berkisar 5,4 persen-6 persen per tahun. Target itu bisa tercapai apabila defisit transaksi berjalan konsisten mengecil, investasi tumbuh di atas 7 persen, serta tercipta net ekspor.
”Pemerintah tidak akan agresif meningkatkan ekspor karena impor bisa terdorong naik, yang penting net ekspor tumbuh,” kata Bambang.
RPJMN 2020-2024 juga disusun untuk mencapai visi Indonesia tahun 2045. PDB per kapita Indonesia diproyeksikan mencapai 23.199 dollar AS dan menempati peringkat kelima di dunia. Indonesia juga akan keluar dari jebakan kelas menengah pada 2036.
Bambang menuturkan, ada tujuh agenda pembangunan dalam RPJMN 2020-2024, yaitu sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, pembangunan karakter bangsa, ketahanan ekonomi lewat pertumbuhan berkualitas, dan pengembangan wilayah untuk pemerataan.
Selanjutnya adalah pembangunan infrastruktur untuk pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar, stabilitas dalam negeri dan transformasi pelayanan publik, serta lingkungan hidup dan ketahanan bencana.
ICOR diturunkan
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah juga berupaya menurunkan incremental capital output ratio (ICOR) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. ICOR akan diturunkan dari saat ini sebesar 6,3 menjadi 4.
ICOR merupakan rasio investasi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan PDB. Semakin tinggi ICOR, biaya investasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi semakin mahal.
Saat ini ICOR Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang rata-rata di bawah 5 persen, yakni Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, dan India.
Saat ini ICOR Indonesia 6,3, lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang rata-rata di bawah 5 persen, yakni Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, dan India.
”Pertumbuhan ekonomi Indonesia sulit beranjak dari 5 persen karena ICOR mencapai 6. Kalau ICOR bisa diturunkan sampai 4, ekonomi bisa tumbuh sampai 6 persen,” kata Darmin.
Menurut Darmin, ICOR tinggi wajar dialami negara-negara yang banyak membangun infrastruktur. Namun, tetap harus dikurangi dengan mengalihkan sebagian pembangunan infrastruktur ke pembangunan sumber daya manusia.
Di sisi lain, perekonomian bukan sekadar mendorong pertumbuhan semakin tinggi, tetapi juga mesti dibarengi pemerataan. Pusat-pusat ekonomi baru di kawasan timur Indonesia terus ditumbuhkan agar pertumbuhan tidak terkonsentrasi di Jawa.