Kegagalan Barcelona untuk melangkah ke final Liga Champions musim ini memberikan warna baru. Untuk pertama kalinya selama lima tahun terakhir, dominasi tim wakil Spanyol mulai goyah.
Oleh
Herpin Dewanto Putro
·3 menit baca
Kegagalan Barcelona untuk melangkah ke final Liga Champions musim ini memberikan warna baru. Untuk pertama kalinya selama lima tahun terakhir, dominasi tim wakil Spanyol mulai goyah.
LIVERPOOL, RABU — Tim-tim Spanyol, terutama Barcelona dan Real Madrid, selalu menjadi langganan final Liga Champions lima tahun terakhir. Dominasi mereka mulai runtuh pada musim ini. Setidaknya itu untuk sementara waktu.
Pada musim 2013-2014, selalu ada Barcelona atau Real Madrid pada final Liga Champions. Real menjadi juara empat kali, sedangkan Barcelona satu kali pada 2015.
Musim ini, Barcelona menjadi wakil Spanyol terakhir yang berpeluang mempertahankan dominasi itu. Bahkan, mereka hampir mencatat sejarah yang sulit ditandingi klub Eropa lainnya, yaitu treble—meraih tiga gelar dalam semusim—untuk ketiga kalinya. Barca sudah menjuarai Liga Spanyol dan tinggal merebut trofi Copa del Rey dan Liga Champions.
Oleh karena itu, Barca mulai tersenyum lebar setelah mengalahkan Liverpool, 3-0, pada laga pertama semifinal Liga Champions, pekan lalu. Secara teori, tugas Barca untuk mempertahankan keunggulan itu dan melaju ke final sangat mudah. Bisa bertahan tanpa kebobolan saja sudah cukup.
Barca tidak menyangka tugas itu menjadi begitu sulit saat menjalani laga kedua semifinal di Stadion Anfield, Rabu (8/5/2019) dini hari WIB. Mereka kehilangan karakter dan gawang mereka mudah sekali dibobol. Barca mengalami mimpi paling buruk di Anfield dan akhirnya kalah 0-4.
Liverpool pun sukses mencapai jumlah target minimal gol yang dibutuhkan untuk melaju ke babak final Liga Champions untuk ke-9 kali.
”Kami harus lebih sering melihat ke diri sendiri karena ini pernah terjadi. Kami melakukan kesalahan yang sama dua tahun berturut-turut,” ujar striker Barcelona, Luis Suarez. Tahun lalu, Barca disingkirkan AS Roma pada perempat final dengan cara serupa. Barca menang 4-1 pada laga pertama, lalu kalah 0-3 pada laga kedua.
Kekalahan ini menyakitkan bagi Suarez, yang mencetak gol perdana di Liga Champions musim ini pada laga pertama semifinal ke gawang Liverpool. Selebrasi yang dilakukannya setelah gol itu membuatnya dibenci para pendukung Liverpool. Suarez, yang pernah tiga musim memperkuat Liverpool, dinilai tidak menghormati bekas klubnya tersebut.
Sebagai akibatnya, Suarez selalu diteriaki pendukung Liverpool ketika mendapat bola di Anfield. Ia tidak lagi bertaji. Celakanya, Lionel Messi, bintang Barca, juga tidak bisa berbuat banyak. Para pemain Barca, terutama Messi, larut dalam kekecewaan sehingga malam itu ia tidak mau diwawancarai.
Kekecewaan itu semakin besar karena juara pada tiga musim terakhir, Real Madrid, lebih dulu tersingkir pada babak 16 besar. Real yang tidak lagi diperkuat Cristiano Ronaldo itu takluk di tangan para pemain muda Ajax.
Barca gagal mengambil alih takhta yang ditinggalkan Real, justru ikut tersingkir dengan cara yang sama-sama memalukan. Masa depan Pelatih Barca Ernesto Valverde pun menjadi tidak jelas. ”Saya tidak tahu bagaimana kegagalan ini memengaruhi saya. Pelatih harus bertanggung jawab,” katanya.
Giliran Inggris
Pertengahan April lalu, Pelatih Real Madrid Zinedine Zidane sudah menduga dominasi Spanyol akan meredup.
Sepertinya musim ini giliran tim wakil Inggris yang berjaya.
Liverpool sudah melangkah ke final. Pada semifinal lain, wakil Inggris, Tottenham Hotspur, bertemu Ajax. Menurut Zidane, dominasi Inggris yang menggeser Spanyol adalah hal yang wajar karena sepak bola selalu berevolusi.
Namun, Spanyol suatu saat bisa kembali mendominasi. Apalagi, Barcelona dan Real sudah mengincar atau membeli pemain terbaik untuk memperkuat skuad musim depan. Sebagian besar pemain terbaik pun selalu bermimpi bergabung ke salah satu dari dua tim tersebut. (AFP/REUTERS)