Pemerintah berkewajiban proaktif menegakkan kebijakan tata ruang berbasis mitigasi bencana. Penyintas yang melanggar perlu diberi pemahaman karena mitigasi tata ruang mencegah terjadinya korban dan kehancuran harta benda saat bencana terjadi.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·2 menit baca
PALU, KOMPAS - Pemerintah berkewajiban proaktif menegakkan kebijakan tata ruang berbasis mitigasi bencana. Penyintas yang melanggar perlu diberi pemahaman karena mitigasi tata ruang mencegah terjadinya korban dan kehancuran harta benda saat bencana terjadi.
Sejumlah penyintas di Kota Palu, Sulawesi Tengah, kembali membangun dan menempati rumah di zona merah atau terlarang pascagempa, tsunami, dan likuefaksi, 28 September 2019. Zona merah meliputi jalur sesar, bekas sapuan tsunami dan areal bekas likuefasi.
Di Kelurahan Pengawu, Kecamatan Tatanga, satu rumah beton dibangun lagi. Di utara masih bagian dari jalur sesar di Jalan Asam, Kelurahan Kabonena, Kecamatan Ulujadi, penyintas juga sudah membangun rumah dan menempatinya.
Di pesisir Teluk Palu, sekitar 20 rumah telah dibangun dan ditempati di dekat bibir pantai Kelurahan Mamboro Barat, Kecamatan Palu Utara. Di bekas areal likuefaksi Kelurahan Balaroa, empat rumah juga sudah didirikan dan ditempati.
Zona merah ditetapkan pemerintah pascagempa di Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan Kota Palu. Semua penyintas yang rumahnya berada di zona merah direlokasi ke tempat yang lebih aman. Pemerintah membangunkan mereka rumah dalam tempo dua tahun ke depan.
“Pemerintah wajib proaktif mengawal penataan ruang pascabencana. Aturan pencegahan kehancuran itu, kan, dibuat pemerintah," kata pengamat kebencanaan yang juga pengajar di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tadulako Palu, Abdullah di Palu, Sulteng, Kamis (9/5/2019).
Pemerintah wajib proaktif mengawal penataan ruang pascabencana. Aturan pencegahan kehancuran itu, kan, dibuat pemerintah
Menurutnya, pemerintah harus memastikan kebijakan itu berjalan di lapangan. Jangan menunggu ada laporan atau aduan. Hal itu terkait dengan kebijakan mengatur bencana yang menewaskan banyak orang dan menelan kerugian begitu besar.
Abdullah sepakat penertiban bisa dilakukan terhadap rumah-rumah yang telah dibangun di zona merah agar tak menjadi preseden buruk untuk penyintas lainnya. Namun, langkah itu harus dilakukan dengan dialog yang jujur.
Pemerintah harus meyakinkan hak-hak penyintas, antara lain rumah di tempat yang aman, diakomodasi. “Informasi penting seperti ini harus sampai ke masyarakat yang menjadi tujuan kebijakan,” ujarnya.
Ia menyayangkan pemerintah melewatkan momentum untuk penataan ruang sehingga di lapangan zona terlarang ditempati lagi. Padahal, jatuhnya banyak korban jiwa dan kehancuran akibat bencana lalu menjadi modal besar bagi pemerintah untuk mitigasi berbasis bencana, termasuk dengan penetapan zona merah.
Nunung (43), penyintas yang kembali membangun rumah di jalur sesar Kelurahan Pengawu, Palu, menyatakan dirinya bingung jika kemudian rumah yang telah dibangunnya ditertibkan. “Kalau pemerintah dari awal menjelaskan dengan terang-benderang terkait zona merah ini dan solusinya, ceritanya pasti lain. Ini rumahnya sudah mau selesai,” katanya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulteng Bartolomues Tandigala memastikan penertiban terhadap rumah-rumah di zona merah akan dilakukan. Zona merah harus kosong dari hunian.