Tembokrejo Kurangi Sampah Pesisir Pantai
Keberadaan tempat pengolahan sampah terpadu tidak hanya mengurangi volume sampah, tetapi juga mengubah gaya hidup masyarakat pesisir. Di Pantai Muncar, Banyuwangi, desa nelayan berangsur berubah.
BANYUWANGI, KOMPAS Sampah rumah tangga masih menjadi masalah, termasuk di kawasan pesisir. Namun, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Tembokrejo di Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur, menawarkan solusi.
Setiap hari, 12 ton sampah rumah tangga dipilah, termasuk sampah ratusan rumah di Pantai Satelit, bagian dari 10.000 rumah yang diakses Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Tembokrejo. Aktivitas TPST itu mengurangi volume sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Patoman hingga 60 persen.
”Saat ini, per hari sedikitnya 12 ton sampah masuk ke TPST Tembokrejo dan kami sortir berdasar jenis. Tidak hanya organik, tetapi juga disortir berdasarkan tipe sampah anorganik,” kata Technical Facility Officer Systemiq Putra Perdana Kusuma di Banyuwangi, Rabu (8/5/2019).
TPST bagian dari Project Stop Ocean Plastic yang diinisiasi Systemiq, perusahaan asing yang menginisiasi pengolahan sampah dan inkubasi kehutanan nonkayu. Perusahaan beroperasi sekitar 1,5 tahun lalu. Program ini tidak hanya mengurangi sampah, tetapi juga menekan jumlah sampah di laut. Kegiatan Systemiq bukan hanya pengolahan sampah, melainkan juga pendampingan mengubah gaya hidup.
”Saat ini masyarakat Tembokrejo di pesisir pantai tidak lagi membuang sampah di sungai atau pantai. Namun, masih banyak sampah di sekitar pesisir Muncar karena masyarakat di hulu belum punya keprihatinan sama,” ujar Putra.
Rianto (48), salah satu warga Desa Tembokrejo yang tinggal di pesisir Pantai Satelit, merasakan ada perubahan di lingkungannya. Perubahan terjadi setelah warga desa sadar tak buang sampah sembarangan.
”Sekarang di sekitar rumah lebih bersih dan nyaman sehingga lebih enak tinggal di rumah. Dulu, saat masih banyak sampah, kami nelayan harus menanggung biaya perbaikan baling-baling yang rusak karena tersangkut sampah,” ujarnya.
Ia pernah mengganti baling-baling dua kali sehari karena patah tersangkut sampah. Harga satuannya Rp 250.000. Apa yang terjadi di pesisir Pantai Satelit dulu kini masih terjadi di Tegal, Jawa Tengah. Sekitar 300 keluarga Kelurahan Suradadi di pesisir pantai membuang sampah ke laut.
Rabu siang, hamparan sampah berserakan di bibir pantai di RT 002 RW 007 Suradadi. Sebagian sampah dibungkus kantong plastik berisi bungkus makanan kemasan, sisa makanan, popok bayi, dan lain-lain.
Selain mengganggu pemandangan, aroma busuk menguar. ”Kami tidak punya TPS (tempat pembuangan sementara). Buang sampah di mana kalau bukan ke laut? Beberapa kali kami mengajukan bantuan pembuatan TPS, tetapi tak ditanggapi pemerintah,” ucap Ali Yasin (29), warga Suradadi.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tegal Agus Subagyo mengatakan, pembuatan TPS bukan solusi sampah di pesisir pantura Tegal. Jika mau, warga bisa membangun TPS menggunakan dana desa.
Dipilah dan diolah
TPST Tembokrejo mengumpulkan sampah dari rumah warga, depo pengumpulan sampah, sungai, dan pesisir pantai di sekitar Kecamatan Muncar yang masuk wilayah Desa Tembokrejo. Dari 12 ton sampah, 30 persen berupa sampah plastik kemasan (saset) dan tas keresek. Sampah didominasi sisa perkebunan.
Khusus sampah organik rumah tangga, TPST mengolah menjadi pupuk kompos dengan menggunakan jasa lalat tentara hitam atau black soldier fly (Hermetia illucens). ”Dari sampah organik, kami dapat memproduksi bahan kompos hingga 18 ton per bulan. Tidak hanya kompos, lalat tentara hitam juga bisa menjadi bahan pakan ternak. Proteinnya tinggi,” ujar Putra.
Sejauh ini, belum semua sampah bisa dipilah dan diolah. Sejumlah sampah bisa dipilah, diolah, atau dijual ke pengepul. Sekitar 40 persen sampah yang tidak bisa diolah masuk TPA.
Sampah residu itu antara lain popok, pembalut, kertas terkena minyak, atau plastik yang terlalu kotor. ”Sampah residu sangat sulit dibersihkan dan tidak laku dijual. Kalaupun dibersihkan, biayanya lebih besar dari harga jual,” katanya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi Husnul Chotimah menyebut, produksi sampah di Banyuwangi 1.100 ton per hari. Dari jumlah itu, baru 295 ton yang tertangani dan terangkut ke TPA.
Saat ini, Banyuwangi sedang merancang pembangunan TPA di lahan pemda seluas 10 hektar di Desa Sidowangi, Kecamatan Wongsorejo. TPA itu masih menggunakan model tumpuk dan timbun. (GER/XTI)