JAKARTA, KOMPAS — Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Jumat (10/5/2019), memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi atas kasus dugaan suap pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk elektronik tahun 2011-2013. Ganjar kembali membantah dirinya menerima suap untuk penganggaran proyek senilai Rp 5,9 triliun itu.
Ganjar menyampaikan bantahannya saat ditemui di lobi Gedung Merah Putih KPK Jakarta. Ia baru saja selesai diperiksa selama kurang dari empat jam sejak pukul 10.00 sebagai saksi dalam kapasitas mantan Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2013 untuk tersangka mantan anggota Komisi II DPR, Markus Nari.
Sejak perkara itu dibuka pada 2017, namanya pernah disebut menerima uang 500.000 dollar AS dalam kasus KTP-el. ”Tidak pernah. Saya yakinkan itu,” ujarnya hari ini. Menurut Ganjar, bantahan penerimaan suap itu sudah disebutkan beberapa kali dalam pemeriksaan saksi baik untuk tersangka maupun terdakwa kasus yang sama.
Selain itu, Ganjar juga kembali membantah penyebutan namanya dalam surat dakwaan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto. Keduanya kini sudah menjalani pidana 15 tahun penjara.
Surat dakwaan itu menyebutkan, uang korupsi KTP-el mengalir ke banyak kalangan, mulai dari anggota DPR, pejabat Kemendagri, korporasi, hingga partai politik, termasuk Ganjar.
Selain itu, Ganjar juga disebut pernah bertemu dengan pengusaha Andi Narogong. Andi, yang kini telah dipenjara untuk kasus yang sama, pernah dipercaya mengurus proyek KTP-el setelah adanya rapat antara Kemendagri dan Komisi II DPR pada 2010.
”Berkas dakwaan itu sudah diklarifikasi pada saat persidangan,” katanya menyanggah.
Proses penganggaran
Ganjar mengatakan, materi pemeriksaan oleh penyidik KPK tidak berbeda dengan yang sebelumnya. Menurut dia, penyidik hanya menanyakan terkait dengan proses pengadaan proyek di Badan Anggaran (Banggar) DPR.
”Saya menjelaskan lebih pada proses-proses dan tahapan-tahapan penganggaran. Itu saja. Proses penganggarannya biasa saja karena bahasnya di Badan Anggaran (DPR),” ungkapnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, saat ini KPK tengah mendalami proses penambahan anggaran proyek KTP-el dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2012. Permintaan penambahan anggaran senilai Rp 1 triliun itu diajukan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
”Cerita penambahan itu bukan satu isu, tapi banyak isu. Kalau mau ada perubahan atau optimalisasi anggaran di Banggar, komisi DPR dengan mitranya mesti menyampaikan itu. Menurut Kemendagri, terkait KTP itu sekian ratus kabupaten yang mesti mencetak (KTP) ulang sehingga butuh tambahan anggaran. Kementerian itu pun diminta untuk memberikan detailnya,” tutur Ganjar.
Terkait dengan kasus dugaan suap pengadaan KTP-el, sejauh ini KPK masih memproses Markus Nari. Ia ditetapkan sebagai tersangka pada 2017 setelah diduga berperan dalam pembahasan dan penambahan anggaran proyek pengadaan KTP-el. Ia juga diduga memperkaya sejumlah pengusaha terkait dengan pelaksanaan proyek KTP-el dengan uang yang diduga diterima dari Irman.
Markus menjadi orang kedelapan yang diproses KPK. Selain Irman dan Sugiharto, ada eks Ketua DPR Setya Novanto yang kini dihukum 15 tahun penjara. Diikuti kemudian pengusaha Andi Narogong, Anang Sugiana Sudihardjo, Irvanto Hendra Pambudi, serta Made Oka Masagung.