Sembilan anak Indonesia mendapatkan penghargaan The 47th International Children’s Exhibition of Fine Arts Lidice 2019 yang digelar Pemerintah Ceko. Karya-karya mereka terpilih dari 15.336 karya yang dikirimkan 1.333 peserta dari 70 negara.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sembilan anak Indonesia mendapatkan penghargaan The 47th International Children’s Exhibition of Fine Arts Lidice 2019 yang digelar Pemerintah Ceko. Karya-karya mereka terpilih dari 15.336 karya yang dikirimkan 1.333 peserta dari 70 negara.
Dari sembilan anak itu, satu anak, yaitu Rsarosa Anne (12) dari Gresik, Jawa Timur, menerima medali. Delapan anak lainnya mendapatkan penghargaan Honourable Mention. Mereka adalah Ang Victoria Alexa (6) dari Bandung, Clifford Maxmilliano (5) dari Bandung, Amel Amalia Fairuz Agustine (11) dari Gresik, Vanda Ishika Marsha Devanda (16) dari Gresik, Rama Muhammad Wahyu Ramadhan (16) dari Gresik, Zulika Putri Aisya Nur (15) dari Gresik, Hadinata Kennard Alvaro (10) dari Surabaya, dan Kidung Sahdu Aura Kinasih (13) dari Yogyakarta.
Pengumuman para pemenang ini disampaikan Tim Juri The 47th International Children’s Exhibition of Fine Arts Lidice 2019 dalam situs https://www.mdvv-lidice.czawal bulan ini. Ketua Tim Juri Josef Zednik bersama 29 juri memilih 1.179 karya dari total 15.336 karya yang masuk.
Dari 1.179 karya pilihan tersebut, sembilan karya di antaranya dibuat oleh anak-anak Indonesia. Dari seluruh karya pilihan tersebut, 1.000 di antaranya akan dipamerkan di Galeri Lidice dan sisanya di National Technical Museum, Ceko.
Tahun ini, The 47th International Children’s Exhibition of Fine Arts Lidice 2019 mengambil tema khusus ”Kimia”. Tema ini dipilih Pemerintah Ceko bersama Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) sebagai salah satu bentuk penghargaan terhadap penemuan teknologi kimia di dunia modern yang kini manfaatnya telah mewarnai hidup manusia, mulai dari penemuan sol sepatu, aspal, hingga keindahan kembang api.
Berangkat dari tema tersebut, anak-anak mencoba berekspresi membuat aneka karya seni rupa dua dimensi, tiga dimensi, fotografi, hingga film.
Karya Rsarosa yang berhasil mendapatkan medali merupakan sebuah film pendek berjudul Senyawa. Video tersebut menggambarkan seorang anak yang tengah menggambar di tengah persawahan yang dikepung pabrik dan perkotaan. Anak tersebut berangan-angan, apakah bisa industri dan pertanian menyatu. Untuk menjawab pertanyaan itu, si anak akhirnya menemukan satu jawaban, ia harus menjalankan tugas utamanya, yaitu belajar.
Karya Rsarosa yang berhasil mendapatkan medali merupakan sebuah film pendek berjudul “Senyawa”.
Tahun lalu, Kennard juga berhasil lolos dalam The 46th International Children’s Exhibition of Fine Arts Lidice 2018 dan berhasil menggondol medali serta sertifikat. Penghargaan tersebut diberikan langsung oleh Duta Besar Ceko untuk Indonesia Ivan Hotek di rumah dinasnya, Kamis (14/2/2019).
Pesan perdamaian
International Children’s Exhibition of Fine Arts Lidice bukan sekadar pameran seni rupa ataupun adu kebolehan anak-anak dari seluruh penjuru dunia dalam bidang seni rupa. Anak-anak juga diajak untuk memahami dan belajar bahwa peperangan hanya menimbulkan kekelaman dalam kehidupan manusia.
Perhelatan internasional tersebut merupakan pesan damai dan cara Pemerintah Ceko untuk memperingati sejarah gelapnya, untuk mengingatkan siapa pun agar menolak perang.
Pada 10 Juni 1942, masa Perang Dunia II, 82 anak Desa Lidice, Distrik Kladno, sekitar 30 kilometer dari Praha, Ceko, dibunuh tentara Nazi. Bersama sejumlah perempuan, mereka dipaksa masuk ke dalam mobil van yang berisi gas beracun. Tentara Nazi juga menembaki 173 laki-laki dan 52 perempuan dewasa di Lidice.
Tragedi pembunuhan massal di Lidice itu menegaskan bahwa korban pertama dari peperangan adalah anak-anak yang masih bersih hatinya, yang bahkan tidak tahu tentang makna dan tujuan perang itu sendiri. Dalam situasi konflik bersenjata, anak-anak itu dipaksa menjadi tumbal aksi balas dendam Nazi setelah salah satu perwiranya, Reinhard Heydrich, tewas akibat mobilnya dilempar granat oleh dua militan Ceko, 27 Mei 1942.
Pada 1980, pematung Marie Uchytilova merancang semacam patung monumen peringatan pembunuhan massal anak-anak Lidice. Namun, sebelum karyanya terwujud, Uchytilova meninggal pada 1990. Suaminya, Jiri Hampel, melanjutkan karya Uchytilova.
Tahun 2000, Jiri Hampel mendirikan patung dalam rupa anak-anak kecil yang berdiri memandang ke depan dengan tatapan kosong penuh keluguan di padang rumput Desa Lidice, tempat pembantaian berlangsung. Patung-patung itu juga menjadi simbol dari 13 juta anak yang menjadi korban kekejaman Perang Dunia II.
Tepat 25 tahun setelah peristiwa itu, Pemerintah Ceko (waktu itu masih Cekoslowakia) menggelar pameran seni rupa untuk mengenang tewasnya 82 anak di Lidice. Sejak 1967, pameran itu digelar rutin di Lidice dan memasuki 1973, pameran ini berkembang lebih luas menjadi pameran berskala internasional bertajuk ”International Children’s Exhibition of Fine Arts Lidice”.
”Pameran ini adalah bagian dari cara kami mengingat sisi gelap Eropa, khususnya di Lidice. Kami harus selalu mengingatkan kepada semua orang bahwa pihak yang paling sengsara pada masa konflik dan peperangan adalah anak-anak,” kata Ivan.
Kami harus selalu mengingatkan kepada semua orang bahwa pihak yang paling sengsara pada masa konflik dan peperangan adalah anak-anak.
Penyelenggaraan International Children’s Exhibition of Fine Arts Lidice secara konsisten setiap tahun menunjukkan bagaimana Ceko menganggap sejarah mereka sebagai bagian dari pendidikan. Indonesia yang dalam beberapa hal justru mencoba menutup rapat-rapat sejarah kelamnya dapat belajar dari Ceko yang mencoba menerima dan belajar dari sejarah kelamnya melalui cara-cara unik.