Kurangi Dominasi Batubara, Indika Energy Pacu Bisnis Teknologi
Komoditas yang masih berupa sumber daya alam mentah, termasuk batu bara, pastilah rentan terhadap gejolak harga. Ketidakstabilan harga komoditas batu bara tentu berpengaruh terhadap kinerja dari perusahaan yang bergerak di sektor energi.
Tekanan terhadap laba ini dialami juga oleh PT Indika Energy Tbk. Pada 2017, Indika Energy mampu mencatatkan laba bersih konsolidasi mencapai 335,4 juta dollar AS. Namun, pada 2018, laba bersih hanya 80,1 juta dollar AS.
Saat berkunjung ke redaksi harian Kompas, Jumat (10/5/2019), Managing Director and Chief Executive Officer (CEO) Indika Energy, Azis Armand, mengakui penyebab utama dari penurunan laba bersih adalah melemahnya harga batubara dunia.
Telah lebih dari dua dekade terakhir, Indika Energy menasbihkan diri sebagai perusahaan energi terintegrasi dengan usaha utama di batubara. Diversifikasi usaha sedang dilakukan PT Indika Energy Tbk. Sebagai perusahaan energi terintegrasi, Indika berencana mengurangi peran batubara dalam pendapatan perusahaan.
Baca juga: Diversifikasi Usaha Jadi Pilihan
“Pada awal 2018 kami berkomitmen, peran pendapatan dari sektor di luar batubara terhadap total pendapatan perusahaan menjadi 25 persen pada 2023. Tercapai atau tidak tercapai begitu aspirasinya,” ujarnya.
Laporan keuangan perusahaan pada 2018 mencatat, sekitar 80-85 persen pendapatan Indika Energy masih ditopang oleh sektor pertambangan batubara. Adapun sisanya sekitar 15-20 persen dari sektor lain.
Inisiatif untuk diversifikasi, salah satunya dilakukan lewat pembentukan subholding Indika Digital Teknologi pada September 2018, yang ke depannya akan memanfaatkan perkembangan Industri 4.0, untuk meningkatkan keunggulan operasional industri di Indonesia secara umum.
Pendirian subholding ini merupakan upaya strukturisasi perusahaan agar inisiatif-inisiatif terkait penerapan teknologi menjadi lebih efektif dan efisien. Sebagai Subholding, Indika Digital Teknologi memayungi dua perusahaan yakni PT Xapiens Teknologi Indonesia (Xapiens) dan PT Zebra Cross Teknologi (ZebraX).
Inisiatif untuk diversifikasi, salah satunya dilakukan lewat pembentukan subholding Indika Digital Teknologi pada September 2018, yang ke depannya akan memanfaatkan perkembangan Industri 4.0
Azis menuturkan, tahun lalu Xapiens merupakan divisi teknologi dan informasi dari Indika Energy Group, yang mendukung kinerja teknologi internal perusahaan. Prospek ke depannya, Xapiens akan menjadi penyedia jasa konsultasi fasilitas komputer dan menjalankan bisnis teknologi informasi.
Adapun ZebraX akan diproyeksikan untuk menjajaki bisnis pada sektor layanan konsultasi manajemen teknologi informasi. Perusahaan tersebut dibangun untuk menangkap peluang industri 4.0. Salah satu contoh layanan yang diberikan yakni analisis untuk efisensi biaya operasional.
“Filosofi nama Xapiens adalah perusahaan ini ingin bekerja untuk memasukkan unsur teknologi pada manusia (Homo sapiens). Sementara makna dari pemberian nama ZebraX atau Zebra Cross, kami ingin sukses sebagai entitas yang bertransformasi menyebrangi era industri 4.0,” ujarnya.
Seiring dengan dibangunnya strategi diversifikasi, Azis mengatakan, perusahaan telah berkomitmen agar ke depannya tidak akan banyak melakukan aksi korporasi dalam bisnis batu bara. Namun perusahaan tetap akan tetap akan berada pada jalur bisnis energi yang memang menjadi DNA mereka.
Azis mengatakan, diversifikasi akan dilakukan secara perlahan dengan tetap memanfaatkan kompetensi dasar dan kualifikasi sumber daya yang ada di perusahaan. Menurut dia, pola kerja dan spesialisasi yang sudah tertanam selama puluhan tahun dalam perusahaan tidak mungkin diubah begitu saja.
“Tidak mungkin kan tiba-tiba kami menjual mie atau air mineral. Jadi kami akan tetap masuk ke sektor yang mengkapitalisasi kompetensi yang sudah ada,” ujarnya.
Indika saat ini tengah menggarap proyek fuel storage atau penyimpanan bahan bakar berkapasitas 100 juta liter di Balikpapan, Kalimantan Timur. Menurut rencana, proyek dengan investasi senilai 108 juta dollar AS itu siap dioperasikan pada triwulan II-2020.
Indika saat ini tengah menggarap proyek fuel storage atau penyimpanan bahan bakar berkapasitas 100 juta liter di Balikpapan, Kalimantan Timur
Proyek ini dikerjakan bersama dua anak usahanya, yakni Petrosea dan Tripatra. Indika bekerja sama dengan ExxonMobil yang akan menggunakan fasilitas penyimpanan bahan bakar tersebut.
Diversifikasi usaha lain, lanjut Azis, adalah investasi di tambang emas di daerah Sulawesi Selatan. Hingga saat ini, proyek sudah sampai tahap studi kelayakan. Azis menyampaikan, biaya proyek diperkirakan 200 juta dollar AS dengan target produksi pada 2021.
“Jadi diversivikasi dilakukan secara berkala dan berjenjang, karena dikhawatirkan kalau perubahan dilakukan terlalu cepat dan signifikan, tekanan dan exposure yang didapat akan besar juga dan mengganggu jalannya roda bisnis,” ujarnya.