Museum Sejarah Jakarta bekerja sama dengan Rujak Center for Urban Studies menghadirkan pameran karya seni kontemporer yang menghanyutkan beragam indera. Namun, apa yang dinikmati dari instalasi seni itu sebenarnya merupakan kegetiran karena para kreatornya mencuatkan persoalan ancaman tenggelamnya Ibu Kota.
Di ruang bawah tanah bekas penjara wanita, empat pengeras suara di empat penjuru sama-sama memutar lagu keroncong berjudul ”Bandar Jakarta”. Namun, lama-kelamaan, treble (frekuensi suara di atas 2 kilohertz) pada lagu terus menurun, dengan kecepatan penurunan yang berbeda antara satu pengeras suara dan lainnya.
Setelah itu, satu per satu pengeras suara tidak lagi mengeluarkan suara sama sekali. Pengeras terakhir yang masih berbunyi hanya menyisakan bas (frekuensi suara di bawah 250 Hz) yang sulit didengar manusia. Bayangkan seperti mendengarkan musik saat tengah menyelam dalam air.
Semakin dalam, semakin hening.
Nuansa tenggelam makin lengkap dengan kondisi lantai penjara wanita di ruang bawah tanah Museum Sejarah Jakarta yang secara alami senantiasa tergenang air. Badan juga hanya bisa membungkuk saking rendahnya langit-langit penjara. Judul karya seni, ”Suara Tanah yang Tenggelam”, pas dengan sensasi yang dirasakan.
Inilah upaya Hannah Ekin, seniman asal Australia, menyentak perhatian publik terhadap persoalan penurunan muka tanah di Jakarta. Tenggelam bukan lagi rumor bagi ibu kota RI ini. ”Penurunan muka tanah tidak seperti tsunami dan gempa bumi yang dramatis. Terjadinya terlalu pelan sehingga orang Jakarta kemungkinan tidak tahu bahwa ada penurunan,” ucap perempuan berambut pendek ini di Museum Sejarah Jakarta, Jakarta Barat, Kamis (9/5/2019).
Dari informasi yang sudah dihimpun Hannah untuk inspirasi membuat karya, penurunan muka tanah bahkan sudah terjadi sejak zaman Batavia. Gedung Balai Kota (Stadhuis) Batavia, yang sekarang berfungsi sebagai Museum Sejarah Jakarta, tidak luput dari dampak bencana ini secara perlahan-lahan.
Di ruang lantai satu, di bawah Kamar Diponegoro, ada instalasi yang tidak kalah menarik. Syaratnya harus teliti.
Sebuah akuarium berisi air ditempatkan setinggi lebih kurang 2 meter dari lantai dengan mengandalkan kaki-kaki bambu. Tidak ada ikan ataupun benda yang memikat di dalam akuarium. Namun, setelah mengelilingi akuarium dan mengamati secara teliti, pengunjung bakal melihat dari salah satu sisi bahwa terdapat video tentang kehidupan nelayan dan pengupas kulit kerang hijau. Dari tiga sisi lain akuarium, video tidak akan terlihat.
Karya berjudul ”Panen dari Atlantis”, dihadirkan Irwan Ahmett dan Tita Salina, tetap dengan ancaman tenggelamnya Jakarta sebagai pemicu. ”Kita seperti melihat videonya dari dalam air,” ujar Tita.
Selain soal ancaman tenggelam, Irwan dan Tita mengangkat persoalan bisnis kerang hijau yang menjadi gantungan hidup banyak warga pesisir. Kerang hijau adalah sumber protein murah bagi warga kelas menengah ke bawah, tetapi terbentur masalah pencemaran logam berat. Pemerintah pun sudah menyarankan masyarakat agar tak mengonsumsinya. Namun, mana yang semestinya dilakukan? Meminta masyarakat tidak memakan kerang hijau atau membersihkan laut dari pencemaran logam berat agar kerang hijau aman masuk perut?
Selain Hannah serta Tita dan Irwan, yang turut terlibat menghadirkan karya ialah Jorgen Doyle, Kelompok Jurnalis Cilik, Jun Kitazawa bersama Kampung Akuarium, Rujak Center for Urban Studies, Mikael Hogani, Dea Widya, Anna Kostreva, Alex Head, Adek Ceeguk, Nico Brauer, dan Adi Priyatna. Pameran bernama -2m: Suara-Suara dari (Bawah) Laut.
Kepala Unit Pengelola Museum Kesejarahan Jakarta Sri Kusumawati mengatakan, pengunjung bisa menikmati pameran dengan berkunjung ke Museum Sejarah Jakarta dari Selasa hingga Minggu (Senin tutup). Museum beroperasi pukul 08.00-15.00 selama bulan puasa dan 08.00-17.00 di luar bulan puasa. Pameran berlangsung tanggal 8 Mei-16 Juni 2019.
Menurut Ati, sapaan akrab Sri, pameran bertujuan mengangkat kembali dan menginterpretasikan ulang sejarah hidup (living heritage) Jakarta. Museum Sejarah Jakarta menjadi tempat yang pas karena merupakan saksi bisu perjalanan sejarah Sang Ibu Kota.
Indonesia Internasional Islamic Fair
Acara lain di bulan Ramadhan ini, Indonesia Internasional Islamic Fair (IIIF) 2019, menyapa umat Muslim, 9-11 Mei 2019, di Kartika Expo Center, Balai Kartini, Jakarta Selatan.
Sejumlah agenda di IIIF ini antara lain pameran busana muslim kain tenun dan songket Nusantara. Pengunjung juga bisa mencari informasi seputar travel haji dan umrah. Jangan lupa mencicipi makanan berbuka puasa di sini. Tiket masuk IIIF dibanderol Rp 15.000 (online) dan Rp 20.000 (onsite).
Monita Tahalea dan Tiga Menguak Takdir
Di Galeri Indonesia Kaya Grand Indonesia, Jakarta Pusat, ada pertunjukan ”Tiga Menguak Takdir” Dalam Melodi oleh Monita Tahalea, Sabtu 11 Mei 2019 pukul 15.00.
Monita akan membacakan potongan tentang cita-cita dan harapan karya Chairil Anwar, Rivai Apin, dan Asrul Sani. Monita juga menggambarkan puisi-puisi itu menggunakan lagu-lagu indah yang dibawakan secara akustik.