JAKARTA, KOMPAS - Meskipun sudah ada Satuan Pengawas Internal, Komisi Pemberantasan Korupsi hingga kini masih ikut memantau kinerja badan usaha milik negara. Pasalnya, masih ada BUMN yang belum menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas secara benar, seperti kontrak fiktif.
Saat acara Auditor’s Talk: Bersama Menciptakan BUMN Bersih melalui SPI yang Tangguh dan Terpercaya, Kamis (9/5/2019), di Gedung KPK, Jakarta, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan, kinerja Satuan Pengawas Internal (SPI) di lingkungan BUMN dan pemerintah hingga saat ini masih tak optimal. Acara tersebut antara lain dihadiri Menteri BUMN Rini Soemarno serta sejumlah pejabat dan direksi BUMN.
”Kami sampaikan ini bukan (untuk) menakut-nakuti. Hari ini monitoring masih berjalan untuk beberapa BUMN supaya ada perubahan. Kami terpaksa melakukan penindakan karena masih ada yang melakukan kontrak fiktif dan lain-lain,” ujar Agus saat membuka acara.
Menurut Agus, kinerja SPI tidak optimal baik di BUMN maupun di jajaran pemerintah kabupaten/kota. Sebab, kompetensi sumber daya manusia pengawas internal tak sesuai. Terbatasnya kewenangan yang dimiliki SPI, antara lain karena harus melaporkan kepada atasan yang punya kendali atas posisinya jika menemukan adanya indikasi penyimpangan, juga turut menjadi alasan SPI dinilai tak mampu menindak berbagai pelanggaran yang terjadi.
Berdasarkan data yang dimiliki KPK sejak 2004-2019, sebanyak 33 pejabat dari 18 perusahaan BUMN masih dalam proses hukum di KPK dan ada yang sudah berkekuatan hukum tetap. Dari 33 orang tersebut, 11 di antaranya direktur utama, direktur, dan pegawai BUMN.
Amankan investasi
Menyikapi hal itu, Rini Soemarno merasa prihatin. Berbagai regulasi sebenarnya telah diterbitkan untuk mencegah terjadinya korupsi dan penyalahgunaan anggaran di BUMN. Setidaknya ada enam peraturan menteri yang mengatur tentang whistleblowing system, tindakan tegas bagi yang melakukan kecurangan, pencegahan benturan kepentingan, pengendalian gratifikasi, kewajiban memberi laporan harta kekayaan, hingga keharusan penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
”Sistem Pengendalian Intern dengan menguatkan fungsi SPI perlu dilakukan. Hal ini berguna untuk mengamankan investasi dan aset perusahaan. Tidak hanya sebagai pengawas, SPI juga harus bisa menjalankan fungsi problem solution dan menjadi mitra manajemen mengatasi masalah operasional perusahaan,” ujar Rini.
Inspektur Kementerian BUMN Suprianto menambahkan, pengawasan yang dilakukan inspektorat diakui terkendala. Penyebabnya antara lain kewenangannya sangat terbatas. ”Peran inspektorat selama ini baru sebatas mendorong tindak lanjut temuan Badan Pemeriksa Keuangan pada BUMN, lalu berkoordinasi dengan Kedeputian Teknis Pembina BUMN yang bersangkutan, dan belum langsung mencegah tindak pidana korupsi,” ungkap Suprianto.