Pendidikan Karakter Payung Peningkatan Mutu Pemelajaran
Rencana pendidikan untuk tahun 2020 tetap fokus kepada pembangunan karakter sebagai payung dari seluruh visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalamnya mencakup mendorong motivasi semua perangkat sekolah agar senang meningkatkan ilmu dan kompetensi.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
Pemelajaran berbasis penalaran membutuhkan kemandirian untuk terus belajar, memiliki integritas dan berwawasan luas. Pendidikan karakter menjadi penting dalam konteks ini.
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pendidikan untuk tahun 2020 tetap fokus kepada pembangunan karakter sebagai payung dari seluruh visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalamnya mencakup mendorong motivasi semua perangkat sekolah agar senang meningkatkan ilmu dan kompetensi, termasuk di dalam skema perekrutan, pelatihan, dan evaluasi guru.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan hal itu dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional 2019 di Jakarta, Kamis (9/5/2019).
”Penguatan Pendidikan Karakter, peningkatan akses dan mutu pendidikan anak usia dini (PAUD), serta keterkaitan dan kesepadanan (link and match) dunia pendidikan dengan kebutuhan industri adalah program kerja tahun ini dan akan datang,” tuturnya.
Ia menjelaskan, pendidikan karakter bukan hanya pendidikan mengenai moral, melainkan sebuah konsep pendidikan holistik yang di dalamnya mengandung nilai toleransi, integritas, mandiri, kolaborasi, dan nasionalis.
Nilai toleransi merupakan perwujudan dari pandangan dan perilaku siswa di masyarakat, yaitu menghargai identitas diri sendiri dan perbedaan yang ia jumpai di sekitarnya. Nilai toleransi ini diperoleh melalui penanaman spiritualitas yang universal, bukan sekadar pada praktik ritual ibadah.
Kelima nilai itu saling terkait untuk membentuk individu yang kritis dan empatis. Oleh sebab itu, guru harus memahami metode pendidikan yang mengembangkan keseluruhan potensi ini, tidak hanya pada sektor akademis dan kognitif. Pendidikan karakter merupakan payung memasuki literasi guna menciptakan pemelajaran yang berbasis penalaran (high order thinking skills/HOTS) karena membutuhkan kemandirian untuk terus belajar, memiliki integritas, dan berwawasan luas.
Hasil Ujian Nasional 2019 yang dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud mengungkapkan, siswa yang semakin memiliki literasi, termasuk kecakapan mengetahui akurasi berita, memiliki nilai UN lebih tinggi daripada yang tidak melek berita. Kluster siswa yang memiliki literasi berita mendapat rata-rata nilai UN di atas 50, sebaliknya kelompok yang tidak memiliki literasi ini nilai UN 2019 mereka berkisar dari 49 ke bawah.
Siswa yang semakin memiliki literasi, termasuk kecakapan mengetahui akurasi berita, memiliki nilai UN lebih tinggi daripada yang tidak melek berita.
”Pemelajaran ini membutuhkan guru yang cakap. Tidak hanya pandai, tapi memiliki pemikiran yang terbuka,” kata Muhadjir.
Saat ini, terdapat 3 juta guru dan jumlah tersebut belum mencakup guru-guru yang bekerja di bawah Kementerian Agama. Pada jumlah itu, juga ada 700.000 guru honorer yang tengah menunggu kepastian bisa diangkat menjadi pegawai negeri sipil ataupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja.
Muhadjir memanfaatkan kesempatan Musrenbangnas untuk mengimbau pemerintah provinsi dan kabupaten/kota agar menggunakan asas meritokrasi ketika hendak merekrut dan mengangkat guru.
Evaluatif
Terkait peningkatan kompetensi guru, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud Supriano menerangkan metode pelatihan guru yang akan dimulai pada tahun ajaran 2019/2020. Metode ini masih menggunakan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), namun beda dari cara pelaksanaan.
Skema pelatihan terdahulu adalah guru-guru dikumpulkan dan diberi paparan teoretis bersifat searah. Setelah itu, mereka kembali ke sekolah masing-masing tanpa ada pengawasan lanjutan mengenai penerapan dan keberhasilan materi hasil pelatihan.
Pelatihan yang baru menggunakan pendekatan berbasis masalah di zonasi masing-masing. Pada pertemuan pertama guru mendiskusikan masalah yang dialami dan mencari jalan keluar. Berdasarkan jalan keluar itu, mereka membuat rencana pelaksanaan pemelajaran untuk mata pelajaran yang diampu dan langsung diterapkan di sekolah. Di pertemuan berikutnya, mereka membahas evaluasi mingguan dari penerapan tersebut.
”Setelah tiga minggu, guru-guru mengevaluasi jika metode itu harus diperbaiki atau malah diganti. Setiap pertemuan harus bersifat produktif sekaligus evaluatif,” ujar Supriano.
Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia Unifah Rosyidi di sela-sela acara Musrenbangnas mengemukakan gagasan calon guru harus menulis esai ketika dalam perekrutan. Esai berdasarkan evaluasi mereka terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat, misalnya intoleransi, diskriminasi, dan kesenjangan sosial. Calon guru diminta memaparkan pendapat mereka berdasarkan prinsip kependidikan.
”Dari pemaparan akan terlihat persepsi calon guru terhadap nasionalisme, toleransi, dan motivasi untuk terus belajar. Individu yang tidak menyiratkan nilai-nilai ini dalam esainya jangan dipilih menjadi guru,” tuturnya.