Penemuan Batu Benteng di Purwakarta Perlu Diteliti Lebih Lanjut
Beberapa susunan batu yang menyerupai bentuk benteng dan peti ditemukan di Desa Kutamanah, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Warga meyakini peninggalan batu itu berkaitan dengan mitos dan sejarah Sunda. Hingga saat ini belum ada peneliti atau ahli yang datang untuk mengungkap lebih lanjut.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
PURWAKARATA, KOMPAS— Beberapa susunan batu yang menyerupai bentuk benteng dan peti ditemukan di Desa Kutamanah, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Warga meyakini peninggalan batu itu berkaitan dengan mitos dan sejarah Sunda. Hingga saat ini belum ada peneliti atau ahli yang datang untuk mengungkap lebih lanjut.
Menurut Ahmad Mulyana (52), warga Desa Kutamanah, batu ini telah ada sejak ia masih kecil. Dulu, kondisinya masih tertutup hutan rimbun dan tidak diperhatikan. Namun belakangan ini, peninggalan itu menarik rasa penasaran warga setelah kawasan Perhutani Parang Gombong, itu ramai dikelola warga. Baru pada April lalu, warga bergotong royong untuk merapikan rimbunan bambu di sekitar batu itu.
Hasil pengamatan pada Jumat siang (10/5/2019), ada susunan batu yang tersebar di lahan seluas dua hektare itu. Di bagian tengah kawasan, deretan batu besar berdiri kokoh menyerupai benteng sebuah keraton. Adapun batu yang berbentuk seperti peti maupun meja pipih di beberapa sisi.
Susunan batu itu memiliki tinggi yang bervariasi kisaran satu hingga tiga meter dan tersusun rapi tanpa rekatan semen. Tak jauh dari lokasi, ditemukan susunan batu yang menyerupai meja bundar dan kursi.
Kartas (46), Ketua RW 5 Desa Kutamanah, mengatakan, warga setempat meyakini batu ini merupakan bagian dari cerita Gunung Tangkuban Perahu. Konon sebelum mempersunting Dayang Sumbi, Sangkuriang menyiapkan berbagai seserahan lamaran di lokasi tersebut.
Adapun bentuk batu menyerupai peti diyakini sebagai seserahan, lalu deretan meja bundar dan kursi diyakini sebagai tempat resepsi pernikahan Sangkuriang. Karena pernikahan tersebut gagal diwujudkan, menurut dia, seserahan itu dibiarkan tertinggal dan menyisakan peninggalan batu ini.
Dalam bahasa Sunda, nama desa Kutamanah memiliki makna yang berkaitan dengan adanya peninggalan ini. “Kuta adalah benteng dan manah artinya hati. Peninggalan ini berada di benteng hati, kemungkinan ini merupakan bukti dari kisah Gunung Tangkuban Perahu memang ada,” kata Kartas.
Potensi wisata
Jarak dari pusat kota Purwakarta menuju lokasi ini lebih kurang 20 kilometer. Kondisi jalan utama sebelum memasuki jalan kecil menuju lokasi terpantau mulus. Namun, untuk mencapai lokasi tersebut, pengunjung harus memasuki gang kecil dan melintasi jalan tanah dan turunan terjal selebar 1,5 meter.
Jika hujan turun, maka akses jalan menjadi licin dan berlumpur. Selain berwisata melihat susunan batu, pengunjung dapat menikmati pemandangan waduk sembari memancing, karena lokasi batu ini berada di tepi Waduk Jatiluhur.
Ahmad Fadil (46), Ketua Badan Usaha Milik Desa Kutamanah, telah membentuk tim pengelola yang berfokus mengkaji potensi wisata dari keberadaan batu itu. Ia berharap ada peneliti atau ahli yang datang ke lokasi untuk meninjau lokasi dan melakukan riset. “Kami penasaran dengan susunan batu itu, apakah bernilai sejarah atau hanya fenomena alam saja,” ucapnya.
Susunan batu yang diduga bernilai sejarah ini, belum dilaporkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta. Meski demikian, Camat Sukasari Jaya Pranolo, telah membahas secara lisan pengembangan wisata ini kepada pihak terkait. Ia berharap pemerintah daerah dapat bergerak untuk pengembangan potensi.
Kami penasaran dengan susunan batu itu, apakah bernilai sejarah atau hanya fenomena alam saja
Hal senada juga disampaikan Kepala Desa Kutamanah H Maman Surahman. “Semoga ada uluran tangan dari pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi ini, sehingga dapat mengangkat perekonomian warga lokal.”